Bisa 4 hari di seputar Belitung? Liburan mendadak ternyata bisa juga dibikin seru. Meski tiket pesawat dan harga sewa kendaraan roda empat tinggi, karena pilihannya adalah 4 hari di seputar Belitung, ganjalan dana itu seperti terkikis. Maklum, empat hari di pulau, yang merupakan bagian dari Kepulauan Bangka Belitung (Babel), ini benar-benar mengasyikkan. Bagi saya dan banyak turis, bisa jadi liburan ini nmerupakan liburan yang ingin diulang kembali. Apalagi pilihannya tak melulu pantai, tapi juga jejak film Laskar Pelangi, bukit hijau, dan tentu sajian kuliner.
4 Hari di Seputar Belitung: Belitung Timur Hari 1
Hari Pertama: Belitung Timur
Penerbangan pendek selama 45 menit ke Tanjung Pandan sungguh tak terasa. Lubang-lubang bekas galian tambang tampak dari atas, tersebar di mana-mana. Pengemudi yang siap mengantar saya rupanya sudah menunggu di pintu ke luar Bandara H.A.S Hanandjoeddin. Ketika kendaraan bergerak, saya menemukan jalan yang mulus dan sepi, tanah kering, serta rumah dengan jarak berjauhan. Hal ini menjadi pemandangan pertama yang saya lihat. Saya berencana menghabiskan waktu empat hari di pulau ini. “Enak itu, kalau cuma tiga hari, keburu-buru banget,” ucap Iqbal, yang menjadi pengemudi merangkap pemandu wisata.
Iqbal menyarankan tujuan wisata hari pertama ialah ke Belitung Timur (Beltim). Setelah melahap ilak bakar, sajian ikan bakar khas pulau dengan tumis kangkung, saya pun berangkat. Perjalanan ditempuh sekitar 1-1,5 jam. Kunjungan pertama ialah ke sekolah, tempat syuting Laskar Pelangi. Kemudian, mampir ke Museum Kata-kata Andre Hirata sembari menikmati kopi kuli.
Keasyikan menikmati kopi, akhirnya kunjungan ke Pantai Burung Mandi batal karena hari sudah terlalu sore. Namun bila Anda punya waktu panjang, tentu jangan dilewatkan. Akhirnya, saya pun kembali ke Tanjung Pandan.
Hari kedua: Tanjung Kelayang & Tanjung Tinggi
Hari kedua, saatnya melaut. Saya berangkat sekitar pukul 08.00. Tujuan pertama ialah Tanjung Kelayang dan pemilik perahu sudah menelepon. Ia sudah siap mengantar keliling pulau. Pagi yang hening, kendaraan melaju di jalan aspal yang mulus. Tak lama, anak panah ke Pantai Tanjung Kelayang pun tampak. Saya melihat area parkir sudah penuh. Maklum, musim liburan.
Kemudian, saatnya berputar-putar di laut, mulai dari Pulau Pasir, yang hanya berupa seonggok pasir, tempat saya menemukan sejumlah bintang laut, hingga Pulau Lengkuas dengan mercusuar yang menonjol. Saatnya snorkeling! Setelah lelah mengambang di air, saatnya beranjak. Pengemudi kapal menyarankan untuk tidak membersihkan diri di Pulau Lengkuas, tapi di Pulau Kepayang, sekalian menikmati makan siang.
Rekomendasi yang tepat. Begitu mendekati pulau yang juga disebut Pulau Babi itu, suara musik terdengar nyaring. Rupanya, hanya ada satu restoran di sana. Setelah membilas badan, saatnya kembali menikmati ikan bakar dan tumis kangkung. Benar juga, di pulau ini air di kamar mandi bersih. Meski ada beberapa kamar mandi , tetap harus antre karena jumlah turis membludak.
Di Pulau Kelayang, selain ada penangkaran penyu, ternyata ada penginapan dan bisa menjadi pilihan bagi turis yang ingin menyepi. Perut kenyang, saatnya menyinggahi pulau-pulau lain yang ternyata meski sama-sama penuh dengan batu, bentuknya berbeda-beda. Misalnya Pulau Batu Belayar dan Pulau Burung, hingga akhirnya kembali berlabuh di Tanjung Kelayang. Saya berniat menyisakan sore untuk menikmati mentari tenggelam di Tanjung Tinggi.
Tiba di Tanjung Tinggi, area parkir penuh lagi. Kondisi cukup ramai karena saya datang di masa liburan. Karena terlalu ramai, waktu kunjungan pun dipersingkat. Lebih baik beristirahat dulu karena kami ingin menikmati makan malam di Pantai Tanjung Pendam yang berada di pusat kota.
Hari Ketiga: Bukit Mentas, Bukit Berahu, dan Icip-icip
Hari ketiga, dicoba pilihan wisata bukan pantai. Tujuan wisata ialah Bukit Mentas, dengan suasana hutan dan sungai yang juga penuh bebatuan. Saya menemukan Tarsius , si monyet mini dalam kandangnya. Sore hari, akhirnya kembali ke pantai. Pilihannya ialah Pantai Bukit Berahu di Tanjung Binga dengan restoran di atas bukit, serta pantai di bawahnya dengan deretan cottage. Pantai ini berpasir putih nan bersih. Akhirnya, tercapai juga merekam keindahan senja.
Malamnya, hidangan Belitung jadul di Restoran Belitong Timpo Duluk, Jalan Lettu Mad Daud, Tanjung Pandan menjadi pilihan icip-icip. Hidangan yang sudah jarang dijumpai di pulau ini pun terpapar di meja dengan interior unik. Dinding-dinding dipenuhi perangkat tempo dulu dan benda-benda jadul lainnya.
Hari keempat: Warung Kopi Kong Djie dan Danau Kaolin
Hari terakhir, sebelum terbang kembali ke Jakarta, saya menyeruput kopi di Warung Kopi Kong Djie di Jalan Siburik, Tanjung Pandan. Warung ini didirikan pada 1945 dan menawarkan hidangan kopi serta kopi susu. Ada juga teman minum kopi berupa gorengan. Dilanjutkan menuju toko oleh-oleh, membeli terasi, aneka kerupuk ikan, juga berbagai sambal khas dari ikan laut.
Persinggahan terakhir adalah Danau Kaolin di Desa Air Raya, yang jalurnya searah dengan perjalanan ke bandara. Danau terbentuk karena galian penambangan kaolin, yang akhirnya menciptakan lubang besar. Airnya terlihat berwarna biru tosca , sedangkan sekelilingnya berupa lahan putih. Tampilan warna ini menciptakan kontras. Tentu menggoda untuk menjadikannya obyek foto. Setelah berfoto, perjalanan menuju bandara dilanjutkan. Kemudian, mengucapkan “Selamat Tinggal Belitung!”
Naskah & Foto: Rita N/TL