Lempok Pontianak sejak lama menjadi salah satu oleh-oleh wajib jika berkunjung ke ibu kota Kalimantan Barat itu. Mirip dengan lempok Medan, namun tetap memiliki kekhasannya sendiri. Namun berbeda dengan lempok Bangkok yang cenderung lembut atau lembek, dodol berbahan durian dari Khatulistiwa ini lebih kering namun legit.
Lempok Pontianak
Secara wujud fisik, lempok Pontianak terlihat agak mirip dengan dodol yang bertekstur lembut dan empuk. Maklum, di beberapa daerah di Indonesia orang juga dapat menemukan varian dodol rasa durian, termasuk di kota dodol, Garut.
Tetapi ada perbedaan cukup signifikan antara dodol dan lempok durian. Kalau dodol biasanya dibuat dengan tepung beras ketan dengan tambahan elemen lainnya untuk menambah rasa, lempok durian 100 persen terbuat dari daging buah durian yang dimasak.
Daging buah durian tersebut dimasak dengan api yang tidak terlalu besar. Sambil dimasak, daging buah tersebut dicampur dengan gula aren dan garam. Setelah dicampur, kemudian diaduk selama kurang lebih tiga sampai empat jam.
Setelah selesai proses pengadukan ia menjadi adonan yang kental dan berwarna cenderung gelap. Adonan tersebut didinginkan hingga menjadi padat, dan lempok durian pun siap untuk disajikan. Bisa langsung dibungkus untuk dijual, atau langsung dipotong-potong untuk dihidangkan.
Lempok durian sudah pasti memiliki aroma serta rasa khas durian yang masih terasa cukup kuat. Tetapi tambahan gula aren yang manis dan legit membuatnya bercita rasa cukup unik dan berbeda. Apalagi dengan teksturnya yang terasa lembut di mulut.
Resep kudapan tradisional ini disinyalir banyak dipengaruhi dari budaya dan khazanah kuliner Melayu. Penganan berjenis serupa juga dapat ditemukan di negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.
Sejarah munculnya lempok Pontianak ini diyakini para pembuatnya karena stok durian yang begitu melimpah setiap panen, yang biasanya terjadi kurang lebih dua tahun sekali. Situasi tersebut membuat orang-orang mulai tergerak untuk mengolah durian agar mudah dikonsumsi, sehingga tidak sia-sia dan membusuk.
Buah yang kerap dijuluki ‘si raja buah’ tersebut memang lazimnya tumbuh di wilayah tropis. Umumnya ia ditemukan pada area hutan di Sumatera, Kalimantan dan beberapa daerah lain di Asia Tenggara seperti Malaysia dan Thailand.
Di Pontianak, pembuatan lempok ini cepat berkembang karena tidak membutuhkan modal besar. Ketersediaan durian yang begitu melimpah saat panen membuat harganya menjadi murah saat dijual. Terlebih, lempok durian sendiri tidak membutuhkan banyak bahan baku lainnya.
Meskipun tak banyak yang tahu kapan resepnya ditemukan, namun lempok Pontianak disebut mulai umum diperdagangkan sejak akhir tahun 70-an. Di Kalimantan awalnya penganan ini dapat ditemukan di daerah seperti Samarinda dan Pontianak.
Di Kalimantan sesungguhnya pusat budidaya durian ada di Kalimantan Tengah. Utamanya terletak di daerah-daerah seperti Kabupaten Katingan, Murung Raya, Sukamara, Pulang Pisau, dan Barito Utara. Setiap panen mereka mampu menghasilkan hingga ribuan ton durian.
Jumlah hasil panen yang melimpah tersebut membuat daerah seperti Pontianak turut kebagian kiriman buahnya. Ditambah produk durian asli Kalimantan Barat dari Batang Tarang, Punggur, dan Bengkayang, jadilah stok yang melimpah. Karenanya, kota di titik lintan 0 derajad ini menjadi sentra produksi dan penjualan lempok durian.
Biasanya, langkah awal dalam proses produksi adalah seleksi durian yang dikirim ke rumah produksi, sebelum mulai diolah. Buah-buah yang tidak terpilih kemudian akan langsung dijual untuk umum. Pemilihan buah untuk dagangan langsung dan bahan biasanya brpusat di Pasar Dahlia, Pontianak.
Hal ini sebagai salah satu langkah untuk memastikan lempok durian yang diproduksi senantiasa dalam kualitas yang terbaik. Mengingat durian yang dipanen umumnya datang dari daerah pedalaman, selalu ada risiko beberapa di antaranya sudah kurang segar untuk diolah.
Setelah dipilih, buah-buah tersebut kemudian dikupas dan daging buahnya dipisahkan dari bijinya. Dibutuhkan sekitar satu kilogram daging buah durian setiap kali masak, sehingga akan ada beberapa tenaga kerja yang bertugas untuk mengaduk adonannya hingga jadi.
Setelah jadi, akan ada pula pekerja yang memastikan bahwa tak ada biji yang tertinggal saat dimasak. Kemudian adonan yang telah dingin dibersihkan lagi sebelum dibungkus, atau dipotong lagi sebelum dibungkus.
Satu bungkus lempok Pontianak berukuran satu kilogram biasanya dihargai sekitar Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu. Dalam satu bungkus satu kilogram tersebut biasanya terdiri atas dua potong lempok durian seberat 500 gram.
Yang perlu dicatat, lempok durian Pontianak umumnya tidak menggunakan bahan pengawet tambahan. Justru, penggunaan gula aren dalam pembuatannya disebut tak hanya menambah cita rasa, namun juga menjadi bahan pengawet secara alami.
Lazimnya, lempok durian dapat bertahan di dalam suhu ruangan sampai sekitar satu bulan. Kalau diletakkan di dalam kulkas, maka dapat bertahan sampai kurang lebih tiga bulan. Bisa dikatakan, lempok mampu awet dalam waktu yang cukup lama dan cocok sebagai oleh-oleh.
Ditambah lagi, bahan baku serta proses pembuatannya yang alami membuatnya menjadi penganan tradisional yang sehat bagi tubuh. Durian dikenal dengan kandungan mineral, protein, karbohidrat, folat, atrium, kalsium, zat besi, serta vitamin B1, B2 dan C. Mengonsumsi lempok durian dapat berkhasiat meningkatkan energi, menghindari anemia dan menguatkan bagian tubuh seperti otot, tulang, gigi dan syaraf.
Lempok durian Pontianak mudah didapatkan di toko-toko oleh-oleh atau bahkan di tempat-tempat penjualan durian. Ia tersedia sepanjang tahun, jadi jangan lupa bawa lempok durian kalau jalan-jalan ke Pontianak.
agendaIndonesia/Audha Alief P.
*****