Café Dangdut New York, nama ini rasanya langsung ‘menonjok’ rasa ingin tahu yang mendengarnya. Apa yang dijual di sini: kopi atau musik dangdut?
Cafe Dangdut New York
Nama Café Dangdut terdengar sangat Indonesia. Itulah alasan Fitri Carlina, seorang penyanyi yang besar melalui musik dangdut di Indonesia, bersama dua rekannya, Dina Fatimah dan Romy Sembiring, mendirikan Café Dangdut di Long Island City, New York, Amerika Serikat. Bersama Dina, atau yang dikenal dengan panggilan Eski, Fitri melihat bahwa budaya Indonesia sangat layak dan potensial untuk diperkenalkan di Amerika Serikat.
“Ide mendirikan Café Dangdut New York muncul sekitar awal Maret 2021. Saat itu, kebetulan saya juga tampil di acara Super Bowl Week,” kata Fitri. Menurutnya, istilah ‘dangdut’ mulai dikenal di negeri Abang Sam itu.
Lalu, terpikir untuk membuat coffee shop bernuansa dangdut di New York bersama Eski yang juga terlibat dalam acara Super Bowl Week. Dalam waktu sebulan, mereka memikirkan ide, logo, dan menyiapkan coffee truck. Akhirnya pada September 2021, Café Dangdut soft launching. “Saat itu kami masih menggunakan coffee truck dan booth,” kata Fitri.
Kebetulan pula ketika itu ada acara Indopop Movement, sebuah organisasi atau yayasan yang bertujuan untuk membantu dan mendukung potensi Indonesia, baik kuliner, fesyen, budaya, di Amerika, khususnya New York. Momentum ini dimanfaatkan oleh Fitri dan Eski untuk mempromosikan Café Dangdut di depan Time Square.
Akhirnya, setelah berjalan beberapa bulan dengan mengikuti bazar dan festival di sana-sini, ke duanya memutuskan untuk membuka Café Dangdut secara permanen di Long Island City. Sambutannya cukup bagus. Bahkan antrean orang yang ingin mencoba kopi di Café Dangdut sangat panjang.
“Mas Menteri Sandiaga Uno juga sudah datang ke Café Dangdut. Rasanya tidak menyangka bisa seperti ini,” kata Eski.
Meski sudah memiliki gerai permanen, Fitri dan Eski memutuskan untuk terus melakukan mempromosikan Café Dangdut New York dengan coffee truck selama setahun. Tujuannya, kata Fitri, untuk menarik lebih banyak orang dan membuat penasaran warga sekitar.
“Sampai saat ini, Café Dangdut masih menggunakan coffee truck dalam rangka promosi kopi. Kami membagikan kopi secara gratis kepada customer yang datang,” lanjut Eski.
Sambil promosi, proses pengurusan izin dan inovasi menu terus dilakukan. Pelan-pelan, Fitri dan Eski mencari barista dari Diaspora karena ingin memperlihatkan kepada warga sekitar tentang hospitality yang ramah khas Indonesia. Sempat menemukan beberapa kendala, tapi ke duanya bisa menyelesaikannya dengan baik.
“Beruntung Diaspora di sini sangat suportif. Banyak pengusaha swasta dan owner kafe Indonesia lainnya juga yang mendukung kehadiran Café Dangdut. Kami mendirikan Café Dangdut New York bukan untuk menjadi saingan, tapi justru untuk menambah khasanah kuliner Indonesia di Amerika,” ujar Fitri.
Diakui juga oleh ke duanya, mendirikan tempat makan di New York harus siap menerima syarat dan izin yang cukup ketat dari pemerintah setempat. Café Dangdut New York berkomitmen untuk menjaga kualitas bahan baku. Namun, masalah distribusi dan logistik harus dihadapi oleh Fitri dan Eski dan cukup berpengaruh pada harga makanan dan minuman serta ketersediaan supply di Café Dangdut.
Mereka mengaku sudah banyak melakukan audiensi ke berbagai pihak, mulai dari pemerintah setempat di Chicago dan lembaga Indonesia terkait mengenai kendala logistik. Karena masalahnya bahan baku dan sangat penting. Jika biasanya bahan baku bisa tiba dua bulan, kini harus menunggu bahkan sampai empat bulan. “Akhirnya ada beberapa bahan baku yang kami hand carry agar bisa stabil antara supply dan demand-nya,” ucap Eski.
Meskipun banyak kendala yang menghampiri, Fitri dan Eski mengaku puas dengan apa yang sudah mereka capai bersama Café Dangdut New York. Hampir 70 persen pembeli atau pelanggan mereka adalah warga lokal, ini sesuai target mereka. Lokasi Café nya pun cukup strategis dan mudah ditemukan.
Cafe Dangdut berada di lingkungan anak-anak muda dan hipster elit, dekat dengan stasiun, kampus, serta tempat nongkrong anak-anak muda dan komunitas warga Indonesia.
Menurut Eski, rata-rata pelanggannya suka dengan cita rasa kopi Indonesia yang manis, khususnya kopi Gayo. “Kami juga menjual kopi lainnya, seperti kopi luwak, kopi dari Papua dan daerah lainya. Warga lokal sini penasaran dengan jenis-jenis kopi dari Indonesia,” imbuh Fitri.
Dengan adanya Café Dangdut di New York, Fitri dan Eski berharap bisa memperkenalkan Indonesia. Tidak hanya dengan kopi dan hidangan saja, tetapi juga dengan budaya dan lifestyle Indonesia.
Selain kopi dan beberapa kudapan khas Indonesia, Café Dangdut memperkenalkan musik dangdut dan fesyen Indonesia melalui brand Plus 62. Fitri dan Eski ingin hal-hal yang berkaitan dengan Indonesia menjadi mainstream dengan langkah awal memperkenalkannya melalui Café Dangdut.
“Meskipun namanya dangdut, Café Dangdut kami tampilkan dengan konsep kontemporer. Bisa membawa nama dangdut hingga ke New York, seperti hal yang mustahil, tapi ternyata bisa kami lakukan,” ujar Fitri.
Melalui serangkaian pencapaian ini, Fitri dan Eski berharap Café Dangdut bisa bertahan di New York. Saat ini, Fitri dan Eski tengah berkomunikasi dengan beberapa investor. Jika tidak ada kendala, Café Dangdut juga akan hadir di New Jersey dan negara lain seperti Singapura serta Filipina.
“Kami ingin menjalankan bisnis ini untuk waktu yang lama, bukan hanya lima tahun, tapi jangka panjang. Tentunya untuk mempertahankan bisnis, hal-hal seperti masalah logistik dan lainnya bisa segera ditemukan solusinya. Dan, kami berharap pemerintah Indonesia bisa terus mendukung pelaku bisnis di luar negeri yang membawa misi memperkenalkan budaya, kuliner, dan apapun yang berkaitan dengan potensi Indonesia,” ucap Eski.
agendaIndonesia/kemenparekraf
*****