Tur dua hari ke Cirebon mungkin banyak yang belum meliriknya. Padahal, lokasinya tak jauh dari Jakarta atau Bandung. Dengan dua jam perjalanan, wisatawan bisa mengunjungi kota Cirebon dan menikmati kekayaan budaya masa lalu.
Tur Dua Hari ke Cirebon
Selama ini kota Cirebon hanya dikenal sebagai tempat persinggahan ketika orang melakukan perjalanan panjang dari Jawa Tengah atau Jawa Timur menuju Jawa Barat atau Jakarta, juga sebaliknya. Padahal, kota ini memiliki potensi wisata yang tak kalah dengan daerah lain di Pulau Jawa. Maka itu, ada baiknya bila sampai di kota ini, pelancong memperpanjang waktu singgah dan menyempatkan barang dua hari untuk bereksplorasi.
Hari 2
Keraton Kasepuhan
Kira-kira 3 kilometer dari Balai Kota Cirebon, dengan waktu tempuh 12 menit berkendara, keraton yang berlokasi di Jalan Kasepuhan, Lemahwungkuk, ini berdiri. Keraton Kasepuhan menjadi favorit wisatawan kalau mereka bertandang ke kotanya para wali tersebut. Sebab, kawasannya tampak rapi, tertata, bersih, dan terawat. Wisatawan yang datang akan diantar oleh guide yang telah ditunjuk oleh pihak keraton. Mereka lantas akan diajak berputar ke beberapa area.
Kira-kira ada dua kompleks yang membagi keraton, yakni kompleks bangunan bersejarah bernama Dalem Agung Pakungwati yang didirikan pada 1430 oleh Pangeran Cakrabuana dan kompleks Pakungwati yang didirikan oleh Pangeran Mas Zainul Arifin pada 1529. Bangunan di dua kompleks itu masih asli, dengan ciri khas rumah adat Jawa Barat. Keraton juga dibentengi oleh bata-bata merah yang dibentuk menyerupai candi.
Di depan keraton terdapat alun-alun, yang dulu dinamakan Sangkala Buana. Alun-alun ini pada masa lampau menjadi arena latihan prajurit. Selain itu, alun-alun dimanfaatkan sebagai tempat untuk menggelar pentas seni yang bisa dinikmati semua masyarakat. Di samping lapangan, berdiri sebuah masjid yang dibangun para wali.
Museum Pusaka
Berlokasi di Kompleks Keraton Kasepuhan, museum ini menampilkan benda-benda pusaka, seperti keris, juga barang-barang peninggalan Padjajaran akhir, Sunan Gunung Jati, Panembahan (panca sunan), sampai benda-benda yang dikeramatkan pada masa kesultanan Sultan Sepuh I hingga Sultan Sepuh XIV. Di dalam museum ini, dipajang juga kereta kencana peninggalan keraton dan lukisan Prabu Siliwangi dengan mata yang tampak bisa bergerak, mengikuti orang yang memandangnya. Dulunya, benda-benda pusaka tersebut disimpan dalam Keraton Kasepuhan. Namun, mulai awal September 2017, keberadaannya dipindah ke museum, yang baru saja dibangun. Untuk masuk ke museum, pengunjung perlu membayar tiket masuk Rp 25 ribu.
Taman Sari Gua Sunyaragi
Lima kilometer dari Balai Kota Cirebon, terdapat sebuah taman seluas 15 hektare yang menjadi lokasi favorit wisatawan untuk berfoto. Di dalamnya bercokol beberapa gua yang terbikin dari karang padas, dinamai Gua Sunyaragi, yang sudah ada sejak 1703. Menurut sejarah, Sunyaragi didirikan oleh Pangeran Kararangen, cicit Sunan Gunung Jati.
Gua tersebut dibentengi oleh pagar-pagar candi, seperti layaknya yang terdapat di Bali. Di depannya kini dibangun sebuah panggung pertunjukan yang menghadap langsung ke gua. Panggung ini dimanfaatkan warga sekitar untuk menampilkan seni daerah, seperti tari topeng, di malam-malam libur. Tiket masuk Gua Sunyaragi dibanderol Rp 10 ribu.
Masjid Merah
Menjelang sore, saatnya kembali ke kota. Namun, jangan lupa mampir ke Masjid Panjunan, atau yang populer disebut Masjid Merah. Masjid ini berlokasi di Desa Panjunan, Lemahwungkuk. Arsitektur tempat beribadah umat muslim ini cukup unik, memadukan budaya Arab, Tionghoa, dan Nusantara. Seluruh bangunannya terbuat dari bata merah. Di dinding-dindingnya tertempel piring-piring peninggalan orang Arab dan Cina.
Kabarnya, masjid itu didirikan pada 1480 oleh Syarif Abdurrahman atau Pangeran Panjunan. Dia merupakan keturunan Arab yang memimpin imigran dari Baghdad. Ia lantas menjadi murid Sunan Gunung Jati. Dulu, pada masa kolonial Belanda, masjid ini digunakan para wali untuk mengadakan pertemuan tertutup. Karena itu, ada sebuah ruang khusus yang tak tampak dari depan masjid.
Selain unik lantaran bentuk bangunannya yang mengangkat akulturasi, kebiasaan yang berlaku di masjid ini juga tak bisa. Di sini, tak pernah diadakan salat Jumat.
Toko Oleh-oleh Yetti
Sebelum pulang ke kota asal, ada baiknya membawa buah tangan untuk kerabat di rumah. Ada banyak toko yang menjajakan oleh-oleh di Cirebon. Namun, salah satu rekomendasi yang murah, juga lengkap, ada di deretan kios di Pasar Kanoman. Salah satunya toko oleh-oleh Yetti. Ia sudah 20 tahun berjualan di sana. Sebab itu, segala penganan yang menjadi favorit pelancong pun dihapalnya.
Menurut perempuan 40 tahun tersebut, buah tangan yang paling laris adalah emping, kue gapit, teh upet, rengginang, sirup Tjampolay, tape ketan daun jambu, kerupuk melarat, dan terasi. Harga yang dijual di sini umumnya lebih rendah dibandingkan dengan di toko oleh-oleh yang terdapat di sekitar kota.
TRANSPORTASI
- Dari Jakarta menuju Cirebon tersedia beberapa kereta api dari Stasiun Gambir, yakni Argo Muria, Argo Dwipangga, Taksaka, Argo Bromo Anggrek, Tegal Bahari, Cirebon Ekspres, Bangunkarta, Argo Sindoro, Bima, Argo Jati, Gajayana, Sembrani, Purwojaya.