Ubud, Gianyar, Bali memang mempunyai segudang pesona, bahkan jika Anda menyusuri pasar tradisionalnya. Meski sekarang terlihat lebih padat karena belum renovasi setelah terbakar pada 2016. Rencananya, tahun ini Pemerintah Daerah Gianyar akan melakukan revitalisasi. Namun, dalam kondisi padat sekalipun, mencicipi jajanan pagi Bali di pasar saat sarapan tentunya tetap menarik untuk dinikmati. Pilihannya kali ini ke pasar tradisional Ubud.
Pilihan Jajanan Pagi Bali
Bagi yang tidak biasa jalan atau melanglang ke pasar-pasar tradisional, mungkin tawaran sarapan di tempat seperti ini kurang menarik. Bayangan pasar yang sumpek dan mungkin becek bikin tidak nyaman memilihnya. Tapi bagaimana jika tak perlu masuk-masuk?
Di pasar tradisional Ubud, pengunjung tak perlu masuk ke bagian dalam, karena para penjual sarapan ini berada di bagian luar, atau emperan toko di bagian depan. Turun dari kendaraan umum, atau parkiran kendaraan pribadi, pengunjung sudah dapat melihat pedagang jajanan menggelar dagangannya.
Sedikitnya ada tiga pilihan yang khas, yakni bubur Bali, nasi campur, dan jajanan yang manis. Umumnya berdagang dari pukul 04.00-10.00, meski ada juga yang bertahan hingga siang hari.
Bubur Rasa Pedas
Ini bukan bubur biasa. Tampilannya memang berbeda dengan bubur yang biasa ditemui di Jakarta atau Pulau Jawa pada umumnya. Di pasar ini, ditempatkan dalam selembar daun pisang dengan cara dipincuk, bubur dari beras putih itu nyaris tak terlihat karena di bagian atas bertumpuk macam-macam olahan. Di antaranya sambal Bali, bawang goreng, serundeng, urap yang terdiri atas tauge, daun singkong, rumput laut, dan telur pindang. Rasa pedasnya tentu menonjol.
Saya bertemu dengan Gusti Biang Ayu dari Taman Unud. Ia mengaku sudah berjualan bubur Bali sejak kelas 6 SD. Saat itu yang membuat olahan buburnya adalah ibunya sendiri. Kini tentunya ia membuat sendiri, mengikuti jejak ibunya. Ia duduk berjajar dengan ibu-ibu penjual sajian lain sejak pagi hingga pukul 10.00. Per porsi dipatoknya pada kisaran Rp 5.000.
Nasi Campur Plus Ayam Suwir
Nasi rames khas Bali ini pun bisa ditemukan di sini. Dalam porsi yang ringan bisa ditemukan di bagian depan, tapi di bagian dalam pun ada warung-warung yang menjajakan dengan menu lengkap. Nah, untuk sarapan yang tidak berat tentunya lebih baik yang simpel, yang dijual para ibu yang berdagang di emperan.
Mirip gambaran nasi campur atau nasi rames di tempat lain. Satu porsinya terdiri atas ayam suwir bumbu Bali yang rasanya pedas, orek tempe, mi goreng, serundeng, dan telur pindang. Untuk memulai hari, rasanya cukup mengenyangkan. Soal harga, satu porsinya cukup merogoh kantong sebesar Rp 5.000. Murah bukan?
Ingin nasi campur dengan pilihan lauk berlimpah? Coba masuk ke bagian dalam, ada deretan warung dengan tawaran nasi campur, dengan lauk berpiring-piring. Cuma hati-hati bagi yang Muslim, kadang ada makanan-makanan yang tidak halal. Seperti yang dijajakan Bu Ketut dari Tegalalang, ada telur pindang, sosis babi, jeroan ayam yang digoreng dengan mi telur, ikan asin, sayur nangka, dan ayam merah. Berjualan dari pukul 04.00 hingga pukul 13.00, per hari ia mengolah 10 ekor ayam. Per porsi dijual Rp 10-20 ribu.
Jaje Bali yang manis
Ingin memulai hari dengan hidangan manis? Ada beragam pilihan juga di Pasar Ubud. Dikenal sebagai jaje atau jajanan Bali. Dalam satu wadah, seperti yang dijual Made Musti, 56 tahun, ada beberapa olahan. Perempuan asal Gianyar itu menyebutkan satu per satu dagangannya, seperti batun bedil yang mirip seperti kolak biji salak. Selain itu, ada jajan ketan—olahan ketan yang dibubuhi kelapa muda,laklak alias serabi hijau berukuran kecil, dan bubur injin yang terbuat dari ketan hitam.
Setiap pedagang yang menjajakan olahan manis ini memang mempunyai satu wadah khusus untuk bermacam-macam bubur. Tak hanya bubur ketan hitam, ada juga bubur sumsum yang berwarna hijau karena dibubuhi air daun pandan. Hingga aromanya pun tercium khas. Ibu Mudri dari Klungkung mengaku menjual per hari hingga 100 bungkus aneka bubur rasa manis buatannya sendiri tersebut.
Rita N.