Asem-asem Koh Liem Semarang punya banyak penggemar meski belum sepopular loenpia atau bandeng. Juga mungkin masih kalah terkenal dibandingkan dengan Restoran Oen di Jalan Pemuda, Semarang. Tapi, percayalah, warung makan ini punya penggemar yang fanatik: setiap kali ke Semarang belum mantap jika tak menyeruput kuah asam-manis-pedasnya.
Asem-asem Koh Liem
Lokasi restoran atau warung makan Asem-asem Koh Liem sesungguhnya ada di pusat ibu kota Jawa Tengah itu. Begitu dekat dengan Jalan Gajah Mada, salah satu jalan utama di sana. Namun, karena posisinya di jalan satu arah, orang harus sedikit memutar untuk mencapainya.
Warung makan atau restorannya tak terlalu besar. Menempati satu bangunan bertingkat dari sebuah deret ruko di Jalan Karang Anyar, Semarang. Tempat makannya menempati lantai dasar. Ruangnya terbuka, hanya dibatasi satu partisi kecil yang tertulis namanya yang memisahkan dengan area parkir. Jangan berpikir ada ruang parkir besar, hanya cukup dua mobil dan sejumlah motor.
Dulu, warung tersebut sangat sederhana, cerita yang empunya warung. Bangunannya hanya gubuk tua di pinggir jalan. Didirikan oleh suami-istri Pik Swie Lie alias Koh Liem, yang meninggal pada 2019 lalu. Suarti (53 tahun), ini adalah menantu Koh Liem yang meneruskan mengelola tempat makan ini, mengenang, warungnya menjadi saksi perkembangan kuliner dari masa ke masa. Di tengah era yang semakin modern, mertuanya tetap berkukuh menyajikan kuliner tradisional.
Jika penikmat asem-asem daging mampir ke warung makan ini, aroma dari panci berisi sayur asem-asem Koh Liem langsung menyengat hidung. Aromanya tercium sampai muka warung, mengundang orang untuk bergegas masuk dan memesan. Asap mengepul saban hari, mulai pagi sampai sore. Menu utamanya ya memang asem-asem daging. Meskipun masih banyak menu lainnya
Warung ini bolehlah disebut salah satu legenda yang banyak dikenal warga sebagai salah satu warung makan tertua di Semarang. Tertulis tahun pertama rumah makan itu berdiri pada salah satu sudut bangunan, yakni pada 1978. Pengaturan duduknya juga tak banyak berubah: ada satu ‘bar’ tempat penerima pesanan yang dikelilingi meja dengan kursi-kursi.
Memang, warung Koh Liem seperti warteg. Pemasaknya di tengah, sedangkan tempat duduk pelanggannya mengitari dapur mini. Di situ, tak cuma asem-asem disediakan. Namun juga berbagai lauk. Ada 50 menu totalnya. Beberapa di antaranya adalah capcay, sayur tahu, udang goreng, sayur bening, sayur lodeh, dan sayur rumahan lainnya.
Begitu kita duduk dan memesan, kuah bening kecoklatan dituang cepat oleh para pelayan warung. Dengan posisi duduk seperti itu, pengunjung bisa menyaksikan secara langsung kuah asem-asem berpindah dari panci perebusan ke mangkuk klasik bergambar ayam jago.
“Yang terkenal memang asem-asemnya karena resepnya dari Oma (istri Koh Liem),” ujar Suarti saat ditemui di warungnya.
Koh Liem lalu menurunkan resepnya ke anak mantu. Menurut Suarti, rahasia menu andalannya terletak pada campuran tiga bumbu dapur yang membuat sayur tersebut segar, yakni asem Jawa, belimbing wuluh, dan tomat muda. Juga pada daging dan urat yang menjadi komplemen utama pada sayur tersebut.
Sayur asem-asem Koh Liem memang benar-benar segar. Meski isinya sederhana, yakni hanya daging sapi bagian sendoro alias daging dalam, urat, daging usus alias kisi, urat, dan potongan cabai Jepang, semangkuk sayur itu memiliki rasa yang amat kaya. Rasa asam dari asam Jawa-nya tak terlalu mencolok. Sebab, diseimbangkan dengan dua sayuran pencipta rasa asam lainnya, yakni tomat muda dan belimbing wuluh.
Bau dagingnya pun tidak beraroma menyengat alias prengus dalam bahasa Jawa. Teksturnya empuk dan lembut lantaran direbus sampai dua jam. Sedangkan kuahnya terasa manis khas masakan Jawa Tengah. Manisnya lain lantaran menggunakan kecap asli Semarang, yakni kecap Mirama.
Tiap-tiap sendok yang masuk mulut rasanya meningkatkan gairah selera makan. Pengunjung tampak tak rela menuntaskan semangkuk asem-asem itu. Mereka rata-rata menyeruput sampai tetes kuah terakhir. Cukup dinikmati dengan nasi putih saja. Jika mau lebih nikmat nasi putihnya bisa langsung disiram asem-asem daging sapi, alias asem-asem campur. Sebab, bisa juga dipesan nasi putihnya terpisah.
Saat ditanya lebih lanjut seputar bumbu, Suarti enggan menerangkan. Menurut dia, campuran racikan lainnya ialah rahasia dapur. “Rahasianya Oma yang diturunkan sekarang ke anak-anaknya,” ujarnya. Perempuan asli Semarang itu mengatakan telah menerima resep warisan yang sampai sekarang kudu dijaga konsistensinya.
Salah satu cara untuk menjaga konsistensi rasa adalah tak membuka cabang. “Kalau mau makan asem-asem Koh Liem ya harus ke sini,” kata Suarti. Warung ini adalah bangunan ketiga yang ditempati keluarga mereka untuk menjajakan asem-asem. Dua bangunan sebelumnya berlokasi tak jauh dari alamat warung yang sekarang.
Bila ingin menjajal asam-asam Koh Liem, Anda bisa berkunjung ke warungnya mulai pukul 07.00 sampai 17.00. Harga seporsi asem-asem dibanderol Rp 35 ribu.
F. ROSANA-TL