Resto Da Maria menawarkan sejumlah menu Italia. Kesan Osteria menonjol pada ruangan dan menu diolah dengan cara tradisional Italia.
Resto Da Maria
Pesan pendek Joseph Oliver mendarat di ponsel ketika mobil kami terjebak di antrean kemacetan Jalan Raya Seminyak, Bali. “Sudah sampai mana?” tuturnya dalam pesan itu. “Tak usah dibalas dulu, kita sebentar lagi sampai. Lokasi restorannya cuma di muka jalan ini,” ujar Priyo, pria Jawa tulen yang kini berdomisili di Bali, kala mengantar kami menuju Da Maria.
Sekitar 15 menit seusai pesan Joseph terbaca, mobil berpelat DK itu memasuki halaman kecil sebuah gedung bergaya minimalis. Tembok pagarnya dipenuhi tumbuhan merambat. Di ujung kanan dan kiri gedung, terdapat ayunan besi, mirip yang umumnya ditemukan di resor mewah.
Sejurus kemudian, pramusaji membawa kami ke bagian dalam restoran yang sangat luas, bisa menampung lebih dari 200 orang. Kesan Osteria langsung menyapa pandangan. Reinterpretasi kontemporer keramahan Italia klasik menjadi kekuatan yang ditonjolkan. Interior bergaya Eropa modern, mulai besi autentik di kursi, meja yang memberi sentuhan klasik-elegan, hingga penataan sendok-garpu-piring-pisau yang mengesankan konsep formal dinning, dikonsep begitu rapi dalam komposisi dan tatanan yang pas.
Ruangan ini dibagi menjadi dua bagian, yakni dalam dan luar. Di bagian dalam, restoran menyajikan kesan cukup formal—tempat orang-orang bersantap dengan momen yang cukup serius. Sedangkan di luar, orang bisa mengobrol lebih santai. Kursi dan mejanya dibuat berbentuk seperti ayunan.
Di tengah ruang—tempat yang membelah bar, sisi luar dan dalam, ditempatkan air mancur mini. Bila diingat, tatanannya mirip dengan konsep ruang dansa di kastil milik Pangeran Irakus dalam kartun Cinderella. Air mancur ini sederhana, namun klasik. Inspirasinya datang dari biara Santa Chiara di Naples. Tujuannya memberikan ketenangan kala orang tengah bersantap. Di samping air mancur bergaya Romawi itu, Joseph Olive duduk menunggu. Tangannya melambai.
“Naik mobil di Bali memang kurang asyik sekarang. Pasti kena macet di jalanan,” tutur public relations itu membuka perbincangan. Tak banyak basa-basi, pria oriental ini lantas menyodorkan buku menu. Tak hanya bangunan yang bergaya Italia, menu pun begitu. Maurice Terzini dan Adrian Reed, si pemilik Da Maria, juga pesohor di bidang kuliner internasional, terinspirasi gaya restoran Maurice Terzini yang berlokasi di Australia ketika membangun usaha kulinernya di Bali. Karena itu, menu utamanya adalah pizza.
Berlainan dengan pizza Amerika, yang punya daging tebal, pizza di sini dimasak lebih tipis. Cara memanggangnya masih tradisional, menggunakan oven kuno. Tak cuma itu, resepnya khusus memakai komplemen tradisional yang kerap digunakan masyarakat yang tinggal di jantung Laut Mediterania tersebut.
Selain itu, secara alami, pizza difermentasi selama 24 jam. Cara ini terinspirasi gaya memasak Neapolitan yang memanfaatkan oven lava lokal. Ada macam-macam pizza dengan taburan yang berbeda. Semisal, Antica Margherita, berisi fior di latte, basil, dan parmesan. Ada pula Marinara berisi black olive, white anchovy, oregano, juga garlic. Selanjutnya, Capricciosa berisi fior di latte, mushroom, artichoke, dan olive. Yang paling spesial, yakni Gamberetto berisi prawn, zucchini, fior di latte, juga chilli; Salami berisi salami, fior di latte, dan artichoke; serta Da Maria berisi goats cheese, roasted peppers, fior di latte, juga pinenuts. Pizza dibanderol antara Rp 90-150 ribu.
Ada pizza, tentu ada pula pasta. Kala itu, yang direkomendasikan Joseph adalah primi ber-topping tonnarelli al nero, clams, spicy sausage, dan parsley. Pasta berbentuk spageti ini dimasak dengan gaya aglio olio. Kental dengan kekhasan Italia, spageti diolah dengan bumbu sederhana yang mengandalkan bawang putih dan minyak. Rasanya plain, ringan, juga pedas lantaran dibubuhi cabai kering. Cita rasa semacam ini cocok buat lidah orang Eropa. Primi dibanderol mulai Rp 100-160 ribu per porsi. Ukurannya tak terlalu besar. Hanya bisa disantap satu sampai dua orang. Berbeda dengan pizza yang bisa dikudap empat hingga enam orang.
Tak cukup dengan olahan gandum, pramusaji mendaratkan sepiring la panarda. Orang Indonesia menyebutnya sate. Daging yang digunakan adalah daging domba muda yang masih empuk, segar, dan merah. Orang-orang Italia menyajikan makanan ini umumnya saat menggelar upacara tradisional. Mereka menamainya dengan perayaan mengudap makanan terpanjang sedunia.
Domba itu dipanggang sampai masak, namun tetap tak menghilangkan tekstur dagingnya. Aroma amisnya hilang lantaran dibubuhi rosemary salt dan lemon segar. Sepiring la panarda berisi 10 tusuk daging. Cukup disantap dua hingga tiga orang.
Sembari memburu makanan bergaya Eropa, mata disegarkan dengan desain klasik arsitek Romawi—Lazarini Pickering—yang menyoroti keragaman makanan, anggur, musik, mode, dan seni yang padu. Gemerencing bunyi gelas sparkling wine dengan bowl tinggi dan ramping, bertubrukan dengan botol anggur, turut menjadi pelengkap yang membawa pengunjung serasa bersantap di daratan Eropa. Tawa renyah mayoritas tamu berkulit putih dan bermata biru membuat kami lupa kalau siang itu tengah berada di jantung Dewata, bukan di pesisir Amalfi, Italia. l
Da Maria
Jalan Petitenget Nomor 170, Kerobokan Kelod, Kuta Utara
Denpasar, Bali
Operasional
Buka pukul 12.00–02.00
F. Rosana/Andi P./Dok. TL