Pulau Morotai masih jarang diperbincangkan dalam peta pariwisata Indonesia. Sekitar lima tahun lalu, kawasan ini sempat disebut-sebut ketika pemerintah hendak mendorongnya sebagai salah satu sentra industri kelautan. Belakangan rencana ini seperti agak memudar.
Pulau Morotai
Morotai sendiri merupakan nama sebuah pulau di Kepulauan Halmahera, Provinsi Maluku Utara. Pulau ini adalah salah satu pulau terluar di Indonesia.
Lucunya, meski berada di Kepulauan Halmahera, Morotai sendiri sejatinya adalah gugusan pulau-pulau kecil. Pulau ini merupakan yang terbesar dengan luas 2.400-an kilometer persegi.
Sebagai pulau yang terbesar, Morotai dikelilingi 32 pulau kecil. Sehingga totalnya gugusan ini ada 33 pulau. Dari jumlah tersebut, hanya tujuh pulau yang berpenghuni, sisanya kosong alias tidak berpenghuni. Tujuh pulau yang berpenghuni adalah Morotai, pulau Kolorai, pulau Ngele-ngele Kecil, pulau Ngele-ngele Besar, pulau Golo-golo, pulau Rao, dan pulau Saminyamau.
Nama Morotai berasal dari pemberian nama Kerajaan Moro di Filipina. Kerajaan Morotai sendiri merupakan daerah jajahan Moro pada abad 15-17. Kerajaan Moro menamakan jajahan mereka dengan dua nama, yaitu Morotia yang berarti Moro daratan, dan Morotai yang berarti Moro lautan. Tapi, jauh sebelum itu, Morotai berada di bawah Kesultanan Ternate.
Sebagai pulau yang berbatasan dengan Samudera Pasifik dan Filipina, Morotai pernah digunakan Jepang sebagai basis pertahanan mereka selama Perang Dunia II. Setelah itu, pulau ini diambil alih Sekutu dan digunakan sebagai landasan pesawat untuk menyerang wilayah Filipina dan Borneo Timur.
Karena itu, pulau ini banyak menyimpan sisa-sisa peningggalan Perang Dunia II. Ada gua persembunyian, landasan pesawat, juga kendaraan lapis baja yang masih utuh walaupun berkarat. Salah satu gua yang terkenal bernama Nakamura, yang jadi tempat persembunyian para tentara Jepang setelah Pulau Morotai diambil alih Sekutu. Nama tersebut diambil dari nama tentara Jepang, yang konon bersembunyi di sana selama 30 tahun.
Pada 2018, pemerintah memekarkan Morotai menjadi kabupaten. Pertimbangannya daya tarik pulau-pulaunya, keanekaragaman biota laut, dan pesona sejarah yang kuat. Pulau Morotai diyakini bakal menjelma menjadi salah satu wisata laut terindah. Bahkan tahun 2016 Morotai ditetapkan sebagai salah satu dari 10 destinasi wisata utama di Indonesia untuk jadi 10 ‘Bali Baru’.
Pulau Morotai tidak memiliki penduduk asli yang menetap secara turun temurun. Penduduk yang ada saat ini adalah berasal dari Suku Tobelo dan Suku Galela di Pulau Halmahera, tepatnya di Kabupaten Halmahera Utara. Kedua sub-etnis tersebut mendominasi mayoritas penduduk Morotai hingga kini.
Untuk menuju Morotai dari Jakarta, umumnya menggunakan penerbangan menuju Bandara Sultan Babullah Ternate. Penerbangan yang panjang, karena memakan waktu 3 jam 45 menit. Biasanya pesawat akan terbang tengah malam dari Jakarta dan tiba di Ternate sekitar jam 7 waktu setempat. Dari sini penerbangan dilanjutkan menuju pangkalan AU Leo Wattimena di Galela, Morotai sekitar lewat tengah hari. Penerbangannya sendiri cuma sekitar 45 menit, tapi umumnya harus menunggu, sebab jadwalnya belum cukup sering.
Sejatinya Morotai adalah salah satu surga milik Indonesia. Pulau-pulaunya masih belum banyak terjamah hiruk-pikuk pariwisata. Keindahan alam pulau-pulau di Morotai tak hanya tercermin lewat bawah lautnya, tapi juga daratannya. Hamparan pasir putih yang luas bisa memanjakan siapa pun yang menginjakkan kaki di sana. Panorama matahari terbit dan tenggelam menjadi salah satu momen paling dinanti wisatawan.
Ada setidaknya 28 titik penyelaman yang menyuguhkan keindahan bawah laut. Bisa jadi, ini adalah rangkaian keindahan dari Bunaken ke raja Ampat. Spot-spot penyelaman itu ada Tanjung Wayabula, Dodola Point, Batu Layar Point, Tanjung Sabatai Point, hingga Saminyamau. Semuanya luar biasa indah, dengan perairan jernih berwarna biru tua. Biota lautnya tak terhingga, hidup di antara terumbu karang yang terawat.
Bila cukup punya nyali, cobalah mampir ke Pulau Mitita yang juga menjadi salah satu spot diving. Keistimewaannya, di sini wisatawan bisa berenang bersama hiu pada waktu tertentu.Rupanya sejumlah jenis hiu di sana sudah terbiasa berenang dengan penyelam.
Apa bila tak ingin menyelam dan hanya ingin menikmati keindahan pantainya, berenang pun bisa dilakukan sepuasnya. Bagian pinggir pantai cukup dangkal. Kegiatan snorkeling ataupun berenang sangat direkomendasikan. Atau sekadar menikmati matahari terbit dan matahari tenggelam.
Nah yang terakhir ini mungkin bisa sambil menjelajahi Pulau Dodola. Pulau ini terdiri dari Pulau Dodola Besar dan Dodola Kecil. Uniknya, kedua pulau ini tersambung menjadi satu saat air laut sedang surut dan membantang jalan pasir yang menghubungkan keduanya.
Pulau Dodola terletak di sebelah barat Pulau Morotai. Dari Daruba, ibukota Morotai, perjalanan ditempuh dengan menggunakan seedboat menuju Pulau Dodola yang memakan waktu tempuh sekitar 20 menit. Jaraknya sekitar 12 kilometer. Sayangnya biaya sewa speedboad masih cukup mahal, sekitar Rp 1 juta untuk berangkat dan pulang.
Keindahan kedua Dodola Besar dan Kecil tidak berbeda jauh. Pasir pantainya sangat putih dan halus. Pemandangan lautnya yang hijau, jernih dan kebiruan.
Jika sedang surut, kedua pulau ini terhubungkan oleh pasir putih. Ya, pasir putih tersebut seolah jembatan tersembunyi. Panjangnya sekitar 500-an meter. Sungguh luar biasa dan sangat cantik. Wisatawan bisa berjalan di atas pasirnya sekitar 5 menit untuk menyeberang.
Jika pandemi telah lewat, ayo agendakan kunjunganmu ke Morotai.
agendaIndonesia
*****