Museum Kereta Ambarawa di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, rasanya sudah banyak yang tahu. Begitupun, jika ditanya pernahkan mampir mengunjunginya? Rata-rata orang menggelengkan kepala.
Museum Kereta Ambarawa
Itu bisa dipahami, karena museum kereta api yang tahun ini berusia 148 tahun tersebut, terletak di kota kecamatan kecil dan tidak berada di jalur utama jalan raya yang menghubungkan Semarang dengan Magelang.
Terlebih saat sekarang, di mana sudah ada fasilitas jalan tol dari ibukota Jawa Tengah itu ke Solo dan Jawa Timur. Mereka yang biasanya menuju ke Yogyakarta melalui jalur Magelang kini banyak yang beralih melalui Boyolali dan Kartasura. Ambarawa rasanya semakin terasa jauh. Entah nanti pada 2024-2025 saat sudah ada jalur tol Semarang-Yogyakarta.
Awalnya, museum ini adalah stasiun kereta api biasa yang melayani rute-tute pendek di Jawa Tengah. Belakangan stasiun ini dialihfungsikan. Sejak pertengahan 2013, stasiun yang berlokasi di pusat Kota Ambarawa atau sekitar 15 kilometer dari Ungaran, Kabupaten Semarang, dan 35 kilometer dari Kota Semarang ini tidak lagi terbuka untuk umum. Ia dijadikan museum perkeretaapian pertama di Indonesia.
Sebelum ditutup, museum ini melayani perjalanan wisata menggunakan kereta atau lori dengan trayek Ambarawa-Bedono. Waktu tempuh menuju Stasiun Bedono sekitar 1 jam untuk 35 kilometer dengan sajian panorama lembah hijau antara Gunung Ungaran dan Merbabu di sepanjang lintasan.
Ada juga rute Ambarawa-Tuntang dengan jarak ke Stasiun Tuntang relatif dekat, hanya 7 kilometer. Di sepanjang lintasan akan ada suguhan lanskap sawah dan ladang berlatar Gunung Ungaran, Gunung Merbabu, serta Rawa Pening. Untuk menikmati kedua perjalanan singkat tersebut, masing-masing penumpang dikenai biaya Rp 50 ribu (kereta wisata) dan Rp 10 ribu untuk lori atau kereta bak.
Awalnya, lokasi yang ditempati dan menjadi Museum Kereta Api ini stasiun tua yang dialihfungsikan. Dibangun di masa pemerintahan kolonial Belanda pada 21 Mei 1873 atas perintah Raja Willem I, stasiun tua yang kini berusia 148 tahun itu tampak tetap begitu terjaga kecantikannya.
Pada 1970, setelah sebuah gempa besar, stasiun ini ditutup dan mengakibatkan putusnya lalu lintas kereta antara Magelang, Semarang, dan Yogyakarta. Kereta-kereta api juga tidak bisa bergerak ke arah Magelang pada 1972 karena terjadinya banjir lahar akibat erupsi Gunung Merapi.
Penutupan jalur kereta api rute Yogyakarta-Magelang-Secang pada 1975 membawa dampak pada jalur ini. Sejak itu, PT Kereta Api Indonesia, atau saat itu masih bernama Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) menutup jalur kereta api ini.
Selain soal rute, pada 1970-an lokomotif-lokomotif uap yang beroperasi di kawasan ini mulai berguguran karena faktor usia. Banyak yang dirucat, dipindahtangankan, atau bahkan dijadikan barang rongsokan. Karena prihatin dengan hal itu, maka pada 8 April 1976, Gubernur Jawa Tengah saat itu, Soeparjo Rustam, beserta Kepala PJKA Eksploitasi Tengah, Soeharso, memutuskan untuk membuka sebuah museum kereta api yang direncanakan akan mengoleksi barang-barang antik era lokomotif uap. Sejak itu fungsi Stasiun Willem I berubah menjadi museum.
Koleksi yang dimiliki oleh Museum Kereta Api Ambarawa tak kalah menarik. Di halaman menuju bangunan utama stasiun, tampak beberapa lokomotif uap yang sudah tidak beroperasi, seperti B2510 (produksi Hartmann tahun 1911, awalnya bertugas di Stasiun Cirebon untuk perjalanan menuju Tegal, Purwokerto, dan Kudus), BB1012 (produksi Hartmann, 1906, awalnya bertugas di daerah Banjar untuk perjalanan ke sekitar Cijulang dan Rangkasbitung), dan B2014 (produksi Bayer Peacock, 1905).
Di sisi kanan bangunan Stasiun Willem I ini berderet pula beberapa lokomotif tua lain. Di sisi kiri, tampak bergandengan gerbong kereta kayu bernomor GW152002 dengan gerbong bernomor GW152013 dan gerbong terbuka di atas rel.
Jika berjalan berbalik arah melintasi lingkaran besar turntable (perangkat untuk memutar arah jalan lokomotif), pengunjung akan melihat pula garasi terbuka yang dipenuhi beberapa lokomotif dan gerbong kereta api tua. Sebut saja Boni (lokomotif uap bernomor B2502) dan Bobo (lokomotif uap bernomor B2503). Keduanya diproduksi oleh Esslingen—perusahaan teknik Jerman yang khusus memproduksi lokomotif, trem, kereta api, dan peralatan atau perangkat pendukung jasa kereta api—pada 1902.
Dengan sejumlah pengembangan yang kekinian, rasanya museum ini akan menarik minat banyak warga masyarakat untuk mengunjungi. Jika nanti jalan tol Semarang-Yogyakarta sudah beroperasi, Museum Kereta Api Ambarawa bisa jadi alternatif untuk ngaso buat mereka yang melakukan perjalanan dari Jakarta atau kota lainnya.
Museum Kereta Api Ambarawa; Jalan Stasiun Nomor 1, Ambarawa, Kabupaten Semarang
TL/agendaIndonesia
*****