Taman Narmada Lombok di dekat Mataram, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, bukanlah sebuah taman kota yang biasa-biasa saja. Ia memiliki sejarah panjang dengan falsafah yang ternyata cukup dalam. Jika tak punya agenda ke pantai saat berkunjung ke pulau Lombok, cobalah main ke taman ini.
Taman Narmada Lombok
Sisa air hujan masih menggenang di mana-mana, ketika kami sampai di pintu masuk Taman Narmada. Taman ini berada di Desa Lembuak, Kecamatan Narmada, Lombok Barat. Hujan yang mengguyur sejak pusat kota Mataram, memang baru berhenti turun. Namun justru akibat guyuran air hujan itulah kesejukan obyek wisata taman yang merupakan cagar budaya ini semakin terasa. Udara sejuk dan terasa segar.
Ketika sampai di sana, rasanya tempat tersebut biasa-biasa saja. Dari luar tidak terlihat ada sesuatu yang istimewa. Mungkin itu pula banyak wisatawan yang berkunjung ke Lombok masih jarang yang mengenal dan mengunjungi taman ini.
Gerbang utama menutupi bagian dalam taman yang didirikan oleh Raja Mataram Lombok, Anak Agung Ngurah Karangasem, pada 1727. Inilah salah satu jejak Kerajaan Karangasem saat menguasai Mataram.
Setelah melangkah masuk, barulah pengunjung bisa menemukan taman dalam lingkungan asri dengan gerbang utama dari bata merah. Pengunjung perlu membayar tiket masuk senilai Rp 6 ribu untuk wisatawan domestik. Dari pusat kota, Taman Narmada dapat dicapai dengan mudah dan cepat. Cukup dalam 20 menit karena hanya berjarak sekitar 11 kilometer.
Sebelum melangkah lebih jauh, pengunjung bisa terlebih dulu mencermati denah yang dipasang di depan pintu masuk. Maklum, luas taman mencapai sekitar hampir tiga hektare. Harapannya, tentu jangan sampai ada tempat yang terlewati.
Setiap area di dalam taman ini diberi nama khusus. Bahkan, untuk gerbang pun ada nama tersendiri. Ada yang disebut Gapura Gelang atau Paduraksa. Di setiap taman dengan nama berbeda-beda itu, umumnya terdapat bangunan, taman,dan kolam. Dari depan, perjalanan dimulai dengan menikmati Jabalkap, taman kecil plus telaga kembar yang tergolong mini.
Kemudian, ada pula Mukedas, yang memiliki beberapa bangunan, seperti Sanggah Pura, Balai Pameraja, Balai Pameraja, dan Balai Loji. Selain taman dan kolam, di area ini ada pura. Letaknya di bagian timur, dikenal sebagai Pura Kelasa atau Pura Narmada. Ada pula Bale Tenang, yang digunakan keluarga raja di masa silam untuk bersantai. Bangunan itu terbuat dari kayu dengan dominan berwarna hijau.
Langkah pengunjung saat menyusuri jalanan taman tidak selalu berpijak pada lahan datar. Beberapa kali harus naik turun tangga. Taman memang dirancang seperti Gunung Rinjani, dengan jalur dan lahan berundak-undak. Bagian yang paling tinggi atau diumpamakan sebagai puncak gunung adalah Pura Kelasa, sedangkan kolam taman ibarat Danau Segara Anak. Telaga Padmawangi, yang menjadi kolam hiasan saat ini, dulu merupakan tempat dayang-dayang berenang. Pada masa itu kolam banyak ditumbuhi bunga tunjung atau padma.
Ketinggian taman yang berbeda-beda justru memberi keuntungan bagi wisatawan. Sebab, begitu datang, segera terlihat bahwa taman ada di mana-mana. Pengunjung bisa memandang ke seluruh sudut taman tanpa halangan. Tidak hanya kolam yang menjadi hiasan dalam taman, kolam renang pun hadir di arena ini. Di sinilah umumnya keramaian setiap hari berpusat.
Tidak semua bangunan di sini asli buatan periode 1727. Karena berbagai kerusakan, pemerintah daerah sempat melakukan rekonstruksi pada 1980-1988.
Awalnya, taman memang dibuat sebagai tempat upacara Pekalem, yang diadakan setiap purnama kelima tahun Caka. Upacara ini semula diadakan di puncak Gunung Rinjani, yang berada pada ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut. Namun karena medan yang sulit, dibuat taman dengan kontur seperti gunung kedua tertinggi di Indonesia tersebut. Lengkap dengan miniatur Danau Segara Anak. Lahan ini akhirnya digunakan juga sebagai tempat peristirahatan raja.
Bagi pengunjung, ada daya tarik lain yang tergolong unik yaitu Balai Pertirtaan, yang memiliki air bersumber dari Gunung Rinjani. Bahkan, air ini merupakan hasil pertemuan tiga sumber mata air, yaitu Lingsar, Suranadi, dan Narmada. Ada kepercayaan masyarakat setempat: siapa yang membasuh muka dan meminum air di Balai Pertirtaan,dia akan menjadi awet muda. Nama taman ini sendiri dipetik dari kata Narmadanadi, anak Sungai Gangga yang dianggap suci bagi umat Hindu.
agendaIndonesia
****