Kapal kapal klotok sandar

Bertamu ke orang utan di Taman Nasional Tanjung Puting, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, mungkin banyak yang berpikir: apa asyiknya? “Di Jakarta juga ada,” begitu sebagian orang berkata. Tapi, percayalah, bagi mereka yang senang berpetualang, bertamu ke rumah asli orang utan mempunyai sensasi tersendiri.

Bertamu ke Orang Utan

Di Taman Nasional Tanjung Puting adalah salah satu habitat asli orang utan di dunia. Berdasar data 2018 dari Orangutan Foundation International, sembilan dari ratusan jenis fauna itu merupakan spesies primata yang dikenal dengan nama orang utan Kalimantan. Tiga di antaranya merupakan primata endemik Kalimantan.

Spesies orang utan Kalimantan termasuk langka di dunia. Tak heran kalau orang dari banyak negara datang. Mereka ingin bertemu dengan hewan yang mampu bertahan hidup hingga umur 60 tahun ini. 

Berdasarkan data Balai Taman Nasional Tanjung Putting 2017, kunjungan ke kawasan ini terbanyak justru dari wisatawan asing. Berdasar data tersebut, tercatat sebanyak 24.693 pengunjung. Dari jumlah tersebut, 14.933 orang adalah wisatawan mancanegara, dan 9.760 wisatawan nusantara.

Dari kalangan wisatawan asing, kebanyakan berasal dari Eropa dan Australia. Sejumlah tokoh dan pesohor tercatat pernah mengunjungi Taman Nasional ini dan bertamu ke orang utan. Misalnya saja founder Microsoft Bill Gates. Atau aktris film Julia Robert.

Ada kira-kira lima titik atau camp (perkampungan) orang utan yang bisa dikunjungi wisatawan di Taman Nasional Tanjung Puting. Camp yang paling ramai adalah Leakey yang berlokasi di lumbung taman nasional. 

Orang Utan
Orang utan di Camp Leakey, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Dok. Rosana

Camp Leakey termasuk habitat orang utan. Di sana, wisatawan dapat menyaksikan orang utan melakukan aktivitas harian, seperti makan, bermain dengan sesamanya, dan meloncat di pepohonan rindang. Mereka juga akan minum susu yang telah disediakan petugas taman nasional.

Pada musim kemarau, pengunjung dapat menyaksikan orang utan di camp dengan jumlah yang lebih banyak daripada saat musim hujan. Sebab, saat kemarau, buah-buahan di tengah hutan tak banyak tumbuh sehingga orang utan lebih suka menyambangi camp untuk menyantap buah yang disediakan petugas.

Jika ingin bertamu ke orang utan, ada waktu-waktu khusus untuk berkunjung ke camp. Misalnya, pada pukul 14.00 hingga 16.00, yakni saat orang utan makan siang. Petugas akan memanggilnya dengan teriakan sampai para orang utan muncul di camp.

Tentu saja pengunjung bisa melakukan tracking ke dalam hutan untuk melihat aktifitas orang utan langsung. Tapi sebaiknya datang ke Taman Nasional ini ketika musim hujan, atau sesudah musim hujan. DI mana buah-buahan banyak di hutan. Jika datang di musim kemarau, itu tadi, cukup bertamu di camp.

Sulitkan mengunjungi Taman Nasional Tanjung Putting? Jika menggemari liburan setengah bertualang, rasanya asyik-asyik saja.

Menuju Tanjung Putting, pertama-tama pengunjung harus menuju ke kota Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Dari pulau Jawa, ada tiga kota yang memiliki penerbangan langsung ke Pangkalan Bun: Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Ada beberapa maskapai penerbangan yang melayani rute ini. Dari Kalimantan, ada beberapa kota yang punya penerbangan ke Pangkalan Bun, seperti Balikpapan dan Banjarmasin.

Dari Pangkalan Bun, untuk menyambangi camp, wisatawan harus menyusuri Sungai Sekonyer menggunakan kapal klotok dari Dermaga Kumai, Pangkalan Bun. Sungai Sekonyer membentang sepanjang 45 kilometer. Di titik dekat camp, kapal klotok akan menepi dan Anda beralih melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki masuk ke hutan sejauh kurang lebih dua kilometer.

Makan Siang di kapal Klotok
Menu makan siang di atas kapal Klotok saat menyusuri Sungai Sekonyer. Dok. Rosana

Idealnya, wisatawan menginap di kapal klotok selama 3 hari 2 malam. Ini kapal yang tidak terlalu besar tapi lumayan lega. Biasanya terdiri dari 2 lantai. Lantai bawah untuk beristirahat, ada dipan untuk meluruskan badan. Dan ada dek untuk bersantai, makan di alam terbuka selama perjalanan menuju camp. Wisatawan akan merasakan sensasi bermalam di tengah hutan dan menyatu bersama ratusan jenis fauna. Biaya untuk live on board, perjalanan dan tinggal di kapal, di Sungai Sekonyer berkisar Rp 2 jutaan per orang.

Taman Nasional Tanjung Puting kini semakin menjadi destinasi alternatif yang cukup digemari orang. Para penikmat jalan-jalan mulai menyambangi kawasan penangkaran orang utan di Kalimantan Tengah itu. 

Tujuan mereka adalah merasakan sensasi bermalam di kapal klotok sembari menyusuri Sungai Sekonyer dengan hutan lebat di kedua sisi sungai. Jika malam tiba, pengunjung bisa menikmati suasana hutan, kadang diayun ombak kecil. Dan, tentu saja, menyaksikan orang utan langsung di habitat aslinya.

Namanya wilayah konservasi, tentu ada sejumlah aturan yang harus diikuti jika  pengunjung datang ke camp-camp di Taman Nasional Tanjung Puting. Peraturan pertama, para wisatawan dilarang memberi makan dan minum kepada orang utan. Aturan ini jelas tertera di sejumlah tempat di Camp Leakey.

Makanan dan minuman hanya boleh disediakan oleh pihak taman nasional. Selain faktor kesehatan para primata, aturan itu dibuat agar orang-orang utan tersebut tetap hidup dengan kondisi alami mereka.

Tak cuma tak boleh memberi makanan dan minuman, bahkan pada peraturan kedua, wisatawan tak diperkenankan minum atau makan di depan orang utan. Hal itu bermaksud supaya orang utan tidak terdistraksi dengan aktivitas pengunjung.

Peraturan ketiga, pengunjung tidak boleh bersuara lantang atau berisik saat berada di Camp Leakey. Ini agar orang utan tidak merasakan perubahan suasana hutan mereka.

Peraturan keempat, nah ini sangat penting, selama menyusuri hutan pengunjung tak boleh menceburkan diri di sungai atau rawa-rawa. Ini untuk keamanan, kenyamanan dan keselamatan para pengunjung itu sendiri. Sebab, di sana buaya hidup bebas. Untuk alasan keamanan, para wisatawan diminta berjalan sesuai dengan jalur yang sudah dibuat oleh petugas.

Rasanya Taman Nasional Tanjung Putting layak masuk agenda liburan Anda selanjutnya, dan bertamu ke orang utan.

F. Rosana

Yuk bagikan...

Rekomendasi