Brongkos Handayani Yogya menjadi salah satu kuliner yang diburu saat wisatawan datang ke kota pelajar ini. Ia menjadi alternatif masakan jika bosan dengan gudeg atau bakmi Jawa.

Brongkos Handayani Yogya

Sesungguhnya brongkos di kawasan Yogyakarta tak cuma Handayani, tempat terkenal lainnya ada di pinggiran Kali Krasak, di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Jawa Tengah. DI sana ada brongkos Warung Ijo Ibu Padmo. Tapi kali ini kita cicipi dulu Handayani.

Lokasi warung makan Brongkos Handayani gampang dicari. Pertama-tama kita menuju Alun-Alun Kidul, atau Alun-Alun Selatan, orang Yogya biasa menyebut Alkid. Dari alun-alun ini, tinggal menuju ke arah Plengkung Gading, ini adalah bangunan serupa terowongan kecil di selatannya. Tapi jangan terlalu jauh, sebab lokasi Handayani ada di gerbang keluar alun-alun. Nempel ke dinding alun-alun.

Saat ini, brongkos Handayani bolehlah disebut salah satu kuliner legendaris Yogyakarta. Mungkin karena ia berjualan di sekitar tempat yang ramai dikunjungi. Alun-alun Kidul Yogyakarta memang tidak pernah sepi.

Warung ini menjadi kuliner klangenan karena pemiliknya sudah mulai berjualan sejak tahun 1975. Ya, 45 tahun yang lalu Adijo, sang pemilik kedai ini, mulai membuka warungnya di sini. Awalnya Adijo berjualan es campur dengan cara berkeliling. Itu dilakukannya sekitar tahun 1960-an. Ketika mulai berjualan dengan membuka warung di selatan Alun-alun Kidul, ia melengkapinya dengan berjualan brongkos.

Usaha kuliner yang sudah berjalan sekitar 45 tahun ini saat ini dilanjutkan anak-anak Adijo dan istrinya Saridjem. Tidak ada yang berubah dari resepnya. Konon salah satu rahasia yang dimiliki brongkos Handayani adalah menggunakan 16 macam bumbu.

Lalu sebenarnya, apa sih brongkos itu? Brongkos jelas masakan yang lezat. Jika dilihat sekilas tampilan brongkos mirip dengan rawon, namun ada perbedaan mendasar dari kedua masakan tersebut, yakni jika kuah kentalnya brongkos menggunakan santan, sementara rawon tidak memakai. Kemiripan warna kuah ke dua masakan muncul karena keduanya menggunakan kluwek.

Selain itu, secara tipis ada rasa yang manis menjadi cirikhas masakan Jawa, khususnya Yogyakarta. Bagi Masyarakat Jawa masakan ini biasa disebut “Jangan Brongkos”. “Jangan” di sini adalah bahasa Jawa untuk “sayur”. Menurut sejarahnya, brongkos berasal dari bahasa Inggris, Brown Horst yang artinya daging cokelat. Namun karena penyebutannya susah, di lidah orang Jawa ia menjadi brongkos.

Tidak ada catatan pasti kapan masakan ini masuk dalam daftar kulinari Jawa atau Yogya. Dugaan sementara, ia masuk bersamaan dengan datangnya orang-orang Belanda ke Yogyakarta. Dugaan lain, ia justru dibawa oleh para bangsawan Jawa yang bersekolah ke Eropa.

Yang jelas, masakan ini sudah menjadi menu sarapan orang-orang Jawa zaman dulu. Di kota gudeg itu sendiri cukup jarang rumah makan yang menjual menu brongkos. Bisa jadi karena dulunya brongkos hanya disajikan untuk kaum ningrat. Mengapa? Bahan baku brongkos yang menggunakan daging sapi membuat hanya kaum bangsawan saja yang mampu menikmatinya. Namun seiring perkembangan, ada beberapa tempat makan ataupun warung yang menyediakan brongkos sebagai menu yang bisa dinikmati.

Selain daging, brongkos biasanya berisi kulit melinjo dan kacang tolo. Daging sapi yang dipilih biasanya yang cukup banyak mengandung lemak, atau dalam bahasa Jawa disebut koyor. Bagi mereka yang tidak terlalu menyukai daging sapi, terlebih yang berlemak atau gajih, beberapa tempat makan menyediakan penggantinya seperti tahu atau telur ayam rebus.

Kuah brongkos yang berwarna cokelat cenderung terasa manis, namun juga muncul rasa gurih yang berasal dari santan. Tak perlu khawatir jika Anda penikmat makanan pedas, sebab sepiring brongkos biasanya dilengkapi cabai rawit utuh yang bisa digerus dan menambah sensasi pedas.

Meskipun brongkos sering diasosiasikan dengan Yogyakarta, semur daging dan kacang pedas ini cukup marak dalam tradisi Jawa, khususnya Jawa Tengah. Sejumlah daerah di wilayah ini, seperti Demak, Solo, atau Magelang juga mempunyai masakan brongkos. Tentu dengan versi dan keistimewaannya masing-masing.

Di Handayani, bahkan kita bisa meminta ekstra cabe rawit jika benar-benar ingin merasakan pedas. Di warung ini, biasanya orang memilih menu Brongkos Koyor. Ini artinya menu lengkap: nasi, brongkos dengan daging, telur ayam, dan tahu. Tapi seperti disebut di atas, bisa saja pengunjung hanya memilih daging saja tanpa telur. Atau sebaliknya, hanya telur.

Selain brongkos, warung ini juga menyediakan menu lain, meski tak terlalu favorit, yakni soto ayam dan pecel. Begitupun, apa pun masakan yang dipilih, biasanya pengunjung melengkapinya dengan memesan minuman es campur. Ini cukup khas warung makan ini. Ingat bukan, pemilik warung ini dulunya berjualan es? Bentuknya sederhana: sirup merah dengan kelapa muda dan tape singkong lalu disiram air santan encer dan es batu.

Brongkos dan masakan tradisional lainnya, adalah warisan kuliner Indonesia yang patut terus diapresiasi. Sesekali cobalah mampir ke Handayani dan menikmati brongkosnya. Atau, kalau pas main ke warung ini dan sedang kenyang, bisa membeli brongkos dalam kaleng. Handayani boleh disebut pelopor brongkos dalam kaleng. Menarik bukan?

agendaIndonesia

*****

Yuk bagikan...

Rekomendasi