Di Pasar Kranggan Yogya menyantap 3 kuliner ndeso pada pagi hari sungguh sebuah perjalanan menikmati Yogyakarta. Konon sebuah kota bisa dipelajari dari lanskap makanan jalanan atau penganan di pasar tradisional. Dan, jajanan pasar memang selalu bikin kangen, selain tentunya bikin kenyang.
Di Pasar Kranggan Yogya
Pasar memang tempat semua hal berkumpul, termasuk deretan hidangan. Tak terkecuali di Pasar Kranggan, Yogyakarta. Di pagi hari, selain urusan belanja kebutuhan sehari-hari, sejatinya kita bisa mencecap sejumlah makanan yang enak. Meskipun jenisnya “cuma” kuliner ndeso Yogya.
Ada yang ringan dan hangat, seperti wedang tahu, menu sarapan gandos rangin, atau yang mengenyangkan semisal soto. Cukup lengkap!
Kehangatan Sereguk Wedang Tahu
Di perempatan Jalan Kranggan, Yogyakarta, ada sebuah gerobak kecil berwarna merah dengan kain rentang bertuliskan “Wedang Tahu Jogja”. Aromanya menggoda. Tak tahan segera memesan. Dan kuah kecokelatan yang disiram mangkuk putih berornamen merah khas Tionghoa langsung membikin ngiler. Hangatnya wedang sudah tercitra sebelum minuman itu masuk ke tubuh. Kenikmatan makin genap kala bahan utama sari tahu diciduk dari kuali. Teksturnya lembut dan kenyal saat disendok. Sekali regukan, wedang dipercaya dapat mengusir masuk angin.
Yang membikin warung ramai, selain unik, adalah keramahan si empunya lapak. Sukardi tak pelit ilmu. Kepada siapa pun ia berbagi resep. “Sari kedelai di-blender, diperas, lalu dikasih campuran pengental. Itu sudah langsung jadi. Tinggal tambah kuahnya, pakai racikan rempah-rempah biasa. Jahenya pakai yang emprit, kecil tapi pedas. Oh iya, kedelainya pakai yang impor dari Amerika, kalau lokal, sulit dijumpai di pasar,” tuturnya mencerocos.
Perempuan yang sudah punya lima cabang warung itu mengaku belajar dari majikannya dulu yang keturunan Tionghoa. Minuman ini memang dari Negeri Bambu. Sejak akhir abad ke-19, para imigran asal Cina yang bertandang ke Indonesia mendobrak cara orang mengkonsumsi tahu dengan suguhan berupa minuman hangat.
Wedang Tahu Bu Sukardi
Jalan Kranggan Nomor 75, Cokrodiningratan, Jetis, Yogyakarta,
Buka pukul 06.30-09.00
Harga Rp 6.000 per mangkuk
Babad Semangkuk Soto Sampah
Bukan berarti komponennya terdiri atas bahan-bahan sisa makanan, tapi terselip cerita khusus di baliknya. “Yang memberi nama soto sampah justru pelanggan, karena dulu di depan warung ini ada bak sampah besar,” tutur Fina Kurniawati, generasi kedua pemegang tampuk kepemimpinan warung yang berdiri pada 1970-an itu. Tapi bisa jadi karena lauknya beragam, yang bila diteropong dari jauh, wujudnya mirip meja yang berserakan sampah makanan. Maklum, ada sekitar 30 pilihan, di antaranya sate usus, telur puyuh, ayam, paru goreng, jeroan, dan aneka gorengan.
Soto berkuah bening dengan nasi yang dicampur di dalam mangkuk. Isinya pun standar, seperti kubis, bihun jagung, bawang goreng, seledri, dan taoge pendek. Yang membikin spesial dagingnya. Bukan daging ayam atau daging sapi yang dipilih, melainkan tetelan yang membuat kaldu terasa gurih. Warung buka hingga dinihari, atau 20 jam dalam sehari. Hanya dipatok Rp 5.000 per mangkuk. Sedangkan lauk-pauk dibanderol mulai Rp 1.000 hingga Rp 5.000.
Soto Sampah Kranggan
Jalan Kranggan Nomor 2, Cokrodiningratan, Jetis, Yogyakarta
Buka pukul 07.00-03.00
Harga Rp 5.000 per mangkuk soto
Alih Budaya Si Legit Gandos
Kue pancong namanya di Jakarta. Masyarakat Betawi menggubahnya dari kelapa, tepung beras, dan gula. Namun di Bandung disebut bandros. Lantas di Yogyakarta, dikenal sebagai gandos rangin. “Bahannya sama, hanya rasanya disesuaikan dengan masyarakat setempat. Kalau di Yogya, karena orang-orangnya suka manis, adonannya diberi banyak gula,” tutur Siti Kholimah, perempuan 35 tahun yang membuka lapak di perempatan Pasar Kranggan.
Puan keturunan Sunda-Jawa itu menyebut kelapa yang dipakai yang masih muda, lantas diparut. Selanjutnya, semua bahan dicampur, dibubuhi air secukupnya. Sesudahnya, tinggal dimasukkan ke cetakan hingga warnanya menjadi kecokelatan. Setelah matang, umumnya, orang Sunda memberi tambahan saus gula merah. Masyarakat Jawa menyebutnya juruh. “Kalau di Yogyakarta sih biasanya hanya pakai taburan gula pasir,” ucap Siti. Menjadi favorit untuk sarapan. Harganya dibanderol Rp 5.000 untuk sepuluh potong kue. Tak heran kalau gerobak sederhananya sejak 1999 diburu warga.
Gandos Rangin Siti
Perempatan Pasar Kranggan, Cokrodiningratan, Jetis, Yogyakarta
Buka pukul 07.00-10.00
Harga Rp 5.000 per sepuluh potong
F. Rosana/Hindra/TL