Geopark Ciletuh, Sukabumi, Jawa Barat, adalah fenomena langka yang benar-benar terwujud secara alami, predikat taman bumi alias geopark pun disematkan kepadanya. Keelokan Ciletuh tak terjadi tiba-tiba. Semua berawal sejak lebih dari 60 juta tahun silam. Beraneka fosil, patahan, dan lempengan bumi membentuk endapan yang menjadi pondasi bagi ekosistem di sekitarnya.
Geopark Ciletuh
Awalnya, hanya peneliti dan geolog yang tertarik berkunjung ke sini. Namun sejak dicanangkan sebagai taman bumi atau geological park (geopark) nasional pada 2015, popularitasnya semakin melonjak. Apalagi pada 2018, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) resmi menetapkan Ciletuh sebagai bagian dari Unesco Global Geopark (UGG).
Tak mudah untuk dapat menyandang predikat geopark. Paling tidak ada tiga unsur yang harus dipenuhi, yakni geodiversity, biodiversity, dan cultural diversity. Geodiversity artinya kawasan ini harus memiliki keanekaragaman geologi atau batuan, biodiversity berarti keanekaragaman hayati alias makhluk hidup, sedangkan cultural diversity adalah kekayaan budaya di sekitarnya.
Dari segi geologinya, beragam fakta menarik telah diungkapkan Profesor Fakultas Teknik Geologi Unpad, Mega Fatimah Rosana, di situs ciletuhpalabuhanratugeopark.org. Menurutnya di Ciletuh terdapat batuan ofiolit yang berasal dari kerak samudera dan batuan metamorf yang berasal dari tumbukan kerak benua dan kerak samudera. Jadi bisa dibilang, lokasi ini merupakan salah satu titik daratan tertua di Pulau Jawa.
Selain itu, ada pula batuan yang berasal dari bagian mantel bumi, ribuan kilometer di bawah sana. Tadinya batuan ini merupakan produk gunung api di daratan, yang kemudian mengendap di laut. Karena proses geologi, bebatuan ini terangkat. Jika ingin membuktikan, cobalah tengok dinding batu di curug-curug sekitar Ciletuh. Bentuknya yang seperti kue lapis merupakan bukti bahwa batuan itu terbentuk di dalam lingkungan perairan.
Batu Batik
Wujud batuan yang lebih unik banyak ditemui pada gugusan karang di kawasan Geopark Ciletuh. Dengan menyewa kapal motor di sekitar Pantai Palangpang, Anda dapat berlayar selama 30 menit menuju Batu Batik. Sesuai namanya, hamparan bebatuan di lokasi ini berwarna cokelat kemerahan dan membentuk motif garis-garis mirip kain batik.
Dalam perjalanan menuju Batu Batik, terdapat deretan batuan lainnya yang tak kalah unik, seperti Batu Kodok, Batu Harimau, dan Batu Kasur. Masing-masing dinamai karena wujudnya yang menyerupai hewan atau benda tertentu. Semuanya terbentuk oleh proses geologi puluhan juta tahun lalu. Dipahat oleh panasnya lava gunung berapi, sebelum akhirnya terangkat sampai ke permukaan bumi.
Pulau Kunti
Puas mengeksplorasi aspek geologi, saatnya menjelajahi keanekaragaman hayati Taman Bumi Ciletuh. Tak jauh dari Batu Batik, Anda akan sampai di Pulau Kunti yang memiliki banyak flora dan fauna langka. Di hutan pulau eksotis ini, terdapat aneka bambu, seperti haur gereng dan haur koneng. Ada juga pohon beurih yang bunganya digemari lebah madu.
Pulau Kunti diyakini masih menjadi habitat owa jawa, elang jawa, dan macan tutul. Jika beruntung, Anda bahkan dapat bertemu lumba-lumba hidung botol yang kerap berseliweran di sini. Jernihnya air laut juga memungkinkan wisatawan untuk melakukan kegiatan snorkeling dan mengeksplorasi kawasan perairan di pulau kecil sekitarnya.
CURUG DI SEGALA PENJURU
Ciletuh berasal dari kata ci dan letuh. Ci berarti air, sedangkan letuh berarti keruh. Selama musim hujan, air yang mengaliri sungai dan air terjun memang cenderung keruh akibatnya banyaknya lumpur yang dibawa dari hulu. Keistimewaan Geopark Ciletuh memang tak bisa terlepas dari guyuran air curug yang melimpah di segala sudutnya.
Curug Sodong
Kerap disebut sebagai Curug Kembar, objek wisata di Desa Ciwaru ini menyajikan sepasang air terjun dengan ketinggian dan debit air yang hampir sama. Curug Sodong adalah air terjun yang lokasinya paling mudah dijangkau. Anda bisa parkir kendaraan tepat di depannya.
Curug Cikanteh
Lokasinya tidak terlalu jauh dari Curug Sodong, hanya sekitar 15 menit berjalan kaki. Namun, untuk menjangkaunya, Anda harus melakukan trekking melewati jalanan berbatu yang menanjak dan sempit. Batu-batu kali yang besar tersebar di sana-sini sehingga menambah kenyamanan saat bersantai di dasar curug.
Curug Cimarinjung
Curug Cimarinjung berada di dekat Pantai Palangpang sehingga masih termasuk di Desa Ciwaru. Tinggi hunjaman airnya sekitar 50 meter. Latar belakang tebing-tebing raksasa berwarna cokelat di sekelilingnya membuat air terjun satu ini tampak megah.
Curug Awang
Dinding batu berwarna cokelat kemerahan juga dapat ditemui di Curug Awang. Lokasinya di Desa Taman Jaya, Kecamatan Ciemas. Berbeda dengan curug lainnya yang tak begitu lebar, Curug Awang memiliki tinggi sekitar 40 meter dan lebar 60 meter, mengikuti lebar Sungai Ciletuh yang mengalir di atasnya.
Curug Tengah
Curug Tengah berjarak sekitar 200 meter dari Curug Awang dan masih bersumber pada aliran Sungai Ciletuh. Curug ini dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama 15 menit dari tempat parkir. Dasar air terjunnya cukup luas, sehingga sering disebut danau. Anda bisa berenang di danau ini, tapi harus berhati-hati karena ada beberapa titik yang cukup dalam.
Curug Puncak Manik
Berada di Kampung Pasir Ceuri, Desa Cibenda, Puncak Manik adalah curug terbawah dari rangkaian air terjun Sungai Ciletuh. Tingginya sekitar 100 meter. Untuk menjangkaunya cukup sulit. Anda harus menuruni bukit sekitar satu jam. Lalu ketika pulang, harus mendaki dengan trek yang sama. Perjalanan melewati hutan tropis yang rimbun. Jika beruntung, Anda akan menemukan bunga bangkai Rafflesia Fatma yang langka dan dilindungi.
Selain keenam curug di atas, masih ada belasan curug lain yang menanti untuk dijelajahi. Di antaranya ada Curug Cikaret, Curug Puncak Jeruk, Curug Luhur, dan Curug Dogdog. Masing-masing memiliki karakteristik tersendiri. Satu hal yang menjadi kesamaan adalah keasriannya. Sebab, sebagian besar curug di Ciletuh berada di lokasi yang tersembunyi di balik hutan dan perbukitan.
N. Adhi/Dok JL