Kampung adat Urug di Kabupaten Bogor sangat menjunjung tinggi tradisi Sunda.

Kampung adat Urug ternyata tak jauh-jauh sangat dari metropolitan Jakarta. Hanya sekitar 48 kilometer dari Bogor. Artinya dari Jakarta cuma menambah sekitar satu jam perjalanan darat, kita sudah bisa menemui sebuah desa dengan adat istiadat luhur.

Kampung Adat Urug

Awal Januari 2020, kampung adat ini menjadi pemberitaan nasional. Sebuah banjir badang dan tanah longsor meluluhlantakan desa cagar budaya ini. Ada 11 desa di Kecamatan Sukajaya yang terkena bencana ini.

Kampung adat Urug kono merupakan anak turun dari Prabu SIliwangi.
Pemukiman warga Kampung Urug di Kabupaten Bogor. Foto: Milik JabarProv.Go.id

Tentu ini menyedihkan sebab, kampung adat Urug adalah salah satu desa yang memiliki sejarah sangat panjang dengan tradisi dan adat yang adiluhur. Kampung adat Urug diperkirakan sudah berusia lebih dari 450 tahun.

Keberadaan kampung ini ditandai adanya mandala Urug dengan masyarakatnya yang berpegang teguh pada tradisi dan keteladanan Sunda. Masyarakat Kampung adat Urug menganggap bahwa mereka merupakan keturunan Prabu Siliwangi, raja kerajaan Pajajaran, Jawa Barat.

Bukti dari anggapan tersebut di antaranya, menurut seorang ahli arsitektur yang pernah memeriksa konstruksi bangunan rumah tradisional di Kampung Urug, ditemukan model sambungan kayu yang sama dengan sambungan kayu pada salah satu bangunan di Cirebon. Bangunan yang merupakan sisa-sisa peninggalan Kerajaan Pajajaran.

Menurut cerita tetua adat atau kokolot kampung, Kampung Urug sezaman dengan masa pemerintahan Prabu Nilakendra yang dikenal sebagai raja yang bijaksana dan mengabdi pada hal-hal gaib. Sisa-sisa kegaiban dari Prabu Nilakendra masih ada sampai sekarang dan dijadikan sebagai petilasan.

Petilasan inilah yang dijadikan tempat tujuan untuk menyepi dan bermunajat pada Sang Pencipta. Petilasan, mandala atau kabuyutan Kampung Urug dimulai dari Gedong Ageung. Kata gedong di sini bukanlah sebuah bangunan yang megah, melainkan bangunan yang punya fungsi tertentu.

Sama dengan kampung adat lain, rumah di Desa Kiara Pandak, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor ini juga terbuat dari bambu dan kayu. Pola permukiman di Kampung Urug itu mengelompok pada tiga gedong sebagai pusatnya, yakni Gedong Ageung, Gedong Luhur dan Gedong Alit.

Permukiman penduduk cukup bervariatif, yang terdiri dari bangunan tradisional, semi permanen dan bangunan permanen. Rumah di Kampung adat Urug mempunyai karakter hampir sama dengan rumah adat Sunda, yakni berkolong dan terdiri dari tiga ruangan. Ketiganya masing-masing ruangan depan, tengah, dan belakang.

Bagian depan rumah berfungsi sebagai tempat menerima tamu. Bagian tengah rumah adalah tempat keluarga berkegiatan dan berkumpul dan kamar tidur penghuni rumah. Bagian belakang rumah adalah dapur dan goah tempat penyimpanan persediaan beras dan bahan makanan.

Gaya arsitekturnya mengadaptasi rumah tradisional Sunda. Bagian yang banyak digunakan untuk membuat rumah di Kampung Urug terdiri dari tatapakan, yaitu fondasi yang menggunakan batu alam utuh agar kuat menopang bobot bangunan.

Lalu, bagian yang lebih tinggi disebut dengan golodog, yaitu tepas yang terbuat dari kayu yang disusun berundak. Bagian dindingnya terbuat dari anyaman bambu. Sementara atap, disebut dengan hateup, terbuat dari anyaman daun kiray. 

Lantai rumah panggung atau palupuh dibuat dari bambu yang dirangkai menjadi belahan kecil dan panjang. Bagian langit-langit rumah berbentuk persegi panjang yang dibuat dari kayu. Terakhir, jendela rumah panggung Kampung Urug dibuat dari kisi-kisi bilah kayu atau bambu

Asal-usul Kampung adat Urug, berdasarkan latar belakang sejarahnya, memiliki beberapa versi. Perbedaan tersebut bukan terletak pada siapa dan darimana Ieluhur mereka itu, tetapi terletak pada masalah tujuan atau motivasi yang menjadi penyebab berdirinya Kampung Urug.

Kata Urug dijadikan nama kampung, karena menurut mereka berasal dari kata “Guru”, yakni dengan mengubah cara membaca yang biasanya dari kiri sekarang dibaca dari sebelah kanan. Kata “Guru” berdasarkan etimologi rakyat atau kirata basa adalah akronim dari digugu ditiru. Jadi seorang guru haruslah “digugu dan “ditiru”, artinya dipatuhi dan diteladani segala pengajaran dan petuahnya.

Selain gaya rumah dan pemukiman, ciri khas kampung adat ini adalah pola hidup yang sangat kental dengan kebudayaan Sunda. Layaknya sebuah kelompok masyarakat, Kampung Urug punya seseorang yang dituakan atau pemimpin.

Pemimpin Kampung Urug merupakan seseorang yang ditunjuk masyarakat setempat untuk kebutuhan tertentu. Selanjutnya, mereka disebut dengan Abah (bapa) atau Olot (sepuh)

Kampung Urug dibagi menjadi tiga wilayah, yakni Urug Tonggoh (atas), Urug Tengah, dan Urug Lebak (bawah). Masing-masing wilayah dipimpin oleh satu olot yang punya tugas berbeda.

Pertama, Olot Tonggoh bertugas memimpin kegiatan yang berkaitan adat dan ritual kampung urug. Ritual dan upacara adat seperti ritual syukuran, menanam padi dan kematian. Olot Tonggoh juga bertugas sebagai juru bicara apabila ada tamu dari luar Kampung Urug yang ingin meneliti kampung, sejarah dan budayanya

Tetua ke dua, Olot Tengah, mempunyai tugas memberi petunjuk, mengatur dan mengerahkan masyarakat dalam sebuah kegiatan, misalnya kegiatan adat dan ritual. Sedangkan, Olot Lebak mempunyai tugas memimpin seluruh kegiatan adat, mengendalikan dan mempertahankan adat Kampung Urug. Ia adalah sesepuh kampung yang paling dituakan atau dinamakan dengan istilah Pananggeuhan (tempat bersandar).

Selain olot, ada juga punduh, kuncen dan lebe. Ketiganya adalah perangkat rakyat yang membantu kerja para olot Kampung adat Urug. Punduh, misalnya, adalah penyambung masyarakat dengan olot. Ia dipilih berdasarkan garis keturunan pendahulunya.

Berbagai masalah adat dan sosial diselesaikan melalu musyawarah di bangunan bernama Gedong Ageung. Bangunan ini juga sering kali berfungsi sebagai tempat menerima tamu. Di depan Gedong Ageung terdapat rumah panggung yang tinggi bernama Gedong Luhur atau Gedong Paniisan. Tempat ini digunakan sebagai tempat bersemedi tetua adat yang disebut Abah Kolot.

Mayoritas penduduk kamp;ung Urug ini adalah bertani padi. Hasil panennya harus disimpan di leuit (lumbung) dan tak boleh diambil sembarangan.

Kampung adat Urug setia menjaga adat istiadat warisan leluhur,
Ritual adat istiadat yang terus menerus dipertahankan. Foto: milik Infobudaya.net

Setiap tahun, masyarakat rutin mengadakan seren taun, yakni ritual adat sebagai wujud syukur sekaligus doa untuk kemakmuran di bidang pertanian. Selain seren taun, terdapat salametan ngabuli untuk memperingati tutup tahun dan salametan Maulud untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Seperti disebut di muka, lokasi kampung ini sesungguhnya tak terlalu jauh. Jarak tempuh Kampung Urug dari Bandung lebih kurang 165 kilometer ke arah barat. Sedangkan jarak dari Kabupaten Bogor lebih kurang 48 kilometer. Hanya saja akses ke lokasi ini cukup berat.

Kondisi jalan dari kantor kecamatan Sukajaya ke Kampung Urug berbelok-belok naik turun mengikuti lereng bukit dengan badan jalan yang sempit. Sepanjang jalan dari kantor kecamatan ke kantor kepala desa Kiarapandak sudah beraspal, namun sebagian besar rusak berat. Terlebih sempat terputus akibat banjir 2020.

Begitupun, tak ada salahnya sesekali mengagendakan kunjungan ke kampung-kampung adat, seperti Kampung Urug. Melambat dan mempelajari kearifan masa lalu.

agendaIndonesia

*****

Yuk bagikan...

Rekomendasi