Lalapan Sunda menjadi salah satu ciri kuliner masyarakat Pasundan.

Lalapan Sunda adalah bagian dari kekhasan masanan atau kulinari masyarakat Pasundan, yakni didominasi olahan tumbuh-tumbuhan. Faktor pemicunya beragam, dari kondisi geografis, ekosistem, sampai nilai kemanusiaan yang dianut masyarakat.

Lalapan Sunda

Orang Sunda dan lalapan memang tak terpisahkan. Hampir di setiap masakan khasnya, selalu tersedia aneka sayuran segar sebagai pelengkap. Bahkan tak jarang, jumlah dedaunannya jauh lebih banyak dibandingkan lauk-pauknya. Maka sampai muncul anekdot: orang Sunda dikasih tumbuhan saja bisa hidup.

Pemilihan tumbuh-tumbuhan sebagai lalapan Sunda bukanlah sebuah kebiasaan yang terjadi secara asal-asalan. Tradisi ini berkelindan dengan nilai-nilai kearifan yang tumbuh di masyarakat. Sebab, produk budaya tidak terbatas pada karya seni seperti tarian, musik, atau film, melainkan juga makanan, kosmetika, dan peralatan rumah tangga.

Lalapan Sunda menjadi ciri khas kuliner masyarakat Pasundan.
Sejumlah bahan dan sayuran lalapan Sunda. Foto: shutterstock

Soal bahan makanan, menu daging memang kurang identik dengan masyarakat Sunda. Bahkan pakar mikrobiologi Institut Teknologi Bandung Unus Suriawiria (1936–2007) menjelaskan, bahwa dari 80 jenis makanan Sunda, lebih dari 65 persen di antaranya ialah tumbuh-tumbuhan. Hal ini ia ungkapkan dalam makalahnya untuk Konferensi Internasional Budaya Sunda I pada Agustus 2001 silam.


Unus dalam bukunya Lalab dalam Budaya dan Kehidupan Masyarakat Sunda, memaparkan bahwa kegemaran masyarakat Sunda menyantap lalap selaras dengan budayanya yang mengutamakan harmoni manusia dengan alam. Hal ini juga didukung oleh pendapat Samson, seorang pengamat budaya Sunda yang bekerja sebagai dosen Ilmu Informasi dan Perpustakaan Universitas Padjajaran.

Ada penanda dari kebudayaan Sunda yang berjaya selama 900 tahun, yaitu Sad Rasa Kemanusiaan atau enam aspek nilai kemanusiaan Sunda. Yang pertama adalah moral manusia terhadap Tuhan.

Ke dua adalah moral manusia terhadap pribadinya, yang ke tiga adalah moral manusia dengan manusia lainnya, ke empat adalah moral manusia terhadap waktu, yang ke lima itu moral manusia terhadap alam, dan yang terakhir moral manusia terhadap kesejahteraan lahir batin.

Daun Poh pohan
Daun Poh-pohan.

Hasilnya, orang Sunda berupaya untuk senantiasa berhubungan baik dengan semua ciptaan Tuhan, tidak hanya manusia, tapi juga hewan dan tumbuhan. Tradisi mengonsumsi lalap ialah salah satu wujud cara hidup tersebut. Ini kemudian membuat orang Sunda memiliki pengetahuan lebih tentang tumbuhan mana yang bisa dimakan dan mana yang tidak.

Hal tersebut juga didukung oleh kondisi geografis pegunungan yang memicu banyaknya varietas tanaman pangan tumbuh di Jawa Barat. Apalagi hingga abad ke-19, sentuhan budaya kuliner asing di Jawa Barat tergolong minim. Kondisi ini memungkinkan karakteristik kuliner Sunda, termasuk lalapan Sunda nya, lebih unik dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.

Jenis Lalapan

Tidak ada pakem yang mengatur jenis-jenis daun yang harus dihidangkan. Lain daerah, lain pula ragamnya. Dua peneliti asal Belanda, yaitu Dr. JJ Ochse dan Dr. RC Backhuizen van den Brink, pernah mendokumentasikan jenis lalap yang begitu banyak.

Dokumentasi berjudul Indische Groenten (Sayur-sayuran Hindia) itu diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda dengan judul Lalab-lalaban oleh Isis Prawiranagara. Pada pengantarnya, dijelaskan lalap tak melulu berupa daun, melainkan juga umbi (kunyit, kencur), buah muda (pepaya, mentimun, leunca), bunga (kenikir, combrang), bahkan biji (biji nangka dan petai).


Salah satu kekayaan ragam lalapan bisa dilihat di Rumah Makan Ampera Jalan Soekarno Hatta, Bandung. Di tempat ini lalapnya berupa daun kemangi, tespong, leunca, selada, dan mentimun. 

Sementara Warung Jeruk di Ciamis menyajikan daun dewa, reundeu, tespong, poh-pohan, antanan, sampai kunyit muda. Varian lalap lainnya bisa ditemui di rumah makan Cibiuk, Sambara, Sindang Reret, dan masih banyak lagi.

Satu hal yang menjadi kesamaan dari semua daerah dan restoran itu adalah hadirnya sambal yang biasanya tersaji dalam cobek kecil. Selain itu, pengunjung restoran juga bebas mengambil lalapan secara gratis.

Dengan semakin banyaknya restoran atau rumah makan ala Sunda, tradisi makan lalapan pun terbawa hingga ke penjuru Nusantara. Hal ini tentu menjadi sinyal positif bagi lestarinya budaya Sunda di tengah gempuran menu-menu baru dari negara lain.

pegagan
Daun Pegagan

Ragam Daun yang Bisa Dimakan Mentah

Lalapan tak melulu berupa daun kol, sawi, dan kemangi. Terdapat seribu satu macam daun, bahkan gulma yang bisa dimakan sebagai lalapan tanpa direbus terlebih dulu. Meski bisa dimakan mentah, jangan lupa mencucinya untuk menghilangkan debu, serangga, atau sisa-sisa pestisida.

  • Pegagan (Centella asiatica)

Baik batang maupun daun pegagan dapat dimakan langsung. Selain menjadi lalapan, di Jawa Barat pegagan juga sering diolah sebagai asinan. Pegagan mengandung senyawa saponin yang dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh.

  • Bunut (Ficus glauca)

Bunut hanya dapat dimanfaatkan bagian daun mudanya sebab daun yang tua cenderung keras. Secara tradisional, daun yang banyak dikonsumsi di daerah Sukabumi ini dapat mengobati nyeri dan rematik.

  • Beluntas (Pluchea indica)

Kandungan minyak atsiri membuatnya terasa sedikit getir dan segar sehingga mampu meningkatkan nafsu makan. Sementara kandungan flavonoidnya diyakini dapat mencegah kanker.

  • Poh-pohan (Pilea melastomoides)

Kini daun poh-pohan sudah cukup populer sebagai lalapan di warung pecel lele. Tumbuh di daerah dataran tinggi, poh-pohan bisa langsung dimakan setelah dicuci. Daun ini menghasilkan sensasi dingin dan segar layaknya daun min.

  • Parte (Gynura crepidiodeis benth)

Daun parte atau daun jomloh dalam bahasa Jawa berkhasiat menyembuhkan demam, hepatitis, dan bengkak. Pastikan makan daun yang muda agar rasanya lebih nikmat.

  • Jambu Mete (Anacardium occidentale)

Tak hanya buahnya, daun jambu mete pun bisa dimakan mentah. Teksturnya renyah dan rasanya tidak pahit. Daun ini juga mampu membantu menyembuhkan sariawan dan susah buang air besar.

  • Ubi Dewa (Gynura divaricata)

Ubi Dewa biasanya hanya dijadikan sebagai tanaman hias. Padahal daunnya yang masih muda sebenarnya bisa dimakan mentah. Karena bertekstur tebal, daun ini terasa renyah saat digigit. Daun mengandung senyawa flavonoid, saponin, dan minyak atsiri yang bersifat antiradang dan antinyeri.

agendaIndonesia

*****

Yuk bagikan...

Rekomendasi