Loenpia Semarang menjadi salah satu pilihan buah tangan jika wisatawan berkunjung ke ibukota Jawa Tengah. Loenpia atau sering juga disebut lumpia adalah satu lagi contoh makanan hasil akulturasi dua kebudayaan yang kemudian menjadi ikon tersendiri.
Loenpia Semarang
Perjalanan loenpia telah melampui lebih dari 1 abad dengan pelbagai perkembangannya. Dari berbagai sumber, konon lahirnya loenpia bermula saat seorang pria warga Fujian, atau Provinsi Fu Kien, Tiongkok, bernama Tjoa Thay Joe memutuskan pindah dan tinggal di Semarang. Ia mencoba peruntungan dengan berjualan makanan asal negerinya di kota itu.
Tjoa awalnya membuka bisnis makanan khas negerinya berupa makanan pelengkap berisi daging babi dan rebung. Belakangan ia kemudian bertemu Wasih, orang Jawa yang juga berjualan makanan yang hampir sama, hanya saja rasanya lebih manis dan berisi kentang juga udang. Ke duanya berjualan di tempat yang berdekatan.
Seiring waktu, mereka ternyata saling jatuh cinta dan kemudian menikah. Bisnis makanan yang mereka jalankan pun dilebur dengan beberapa perubahan yang saling melengkapi. Isi lumpia diubah menjadi ayam atau udang yang dicampur dengan rebung, serta dibungkus dengan kulit lumpia khas Tionghoa. Jadilah loenpia seperti yang dikenal saat ini.
Soal penamaan makanannya sendiri, ada dua pendapat. Pertama, nama lunpia berasal dari dialek Hokkian, “lun” atau “lum” berarti lunak dan “pia” artinya kue. Pada awalnya loenpia Semarang tidak digoreng, sehingga sesuai makna lumpia, kue yang lunak.
Pendapat lain menyebutkan, nama makanan itu muncul karena Tjoa dan Wasi menjual jajanan mereka itu di pasar malam Belanda bernama Olympia Park. Masyarakat lalu mengenal panganan hasil akulturasi tersebut dengan nama lumpia karena kesulitan menyebut Olympia. Mana yang benar, walahualam. Yang jelas loenpia atau lumpia kemudian berkembang menjadi salah satu kekhasan Semarang. Termasuk ketika keduanya kemudian membuka usaha secara menetap di Gang Lombok Nomor 11, Semarang.
Dari pasangan ini, loenpia kemudian menyebar. Awalnya pusaka kuliner Tjoa Thay Yoe–Wasih ini diteruskan oleh keluarga Siem Gwan Sing- Tjoa Po Nio yang merupakan menantu dan putri tunggal Tjoa-Wasih. Dari pasangan generasi ke dua tersebut, loenpia makin melebar ketika ketiga anak Siem Gwan-Tjoa Po, yakni Siem Swie Hie, Siem Hwa Nio, dan Siem Swie Kiem, masing-masing membuka usaha loenpia.
Ketiganya mengembangkan loenpia dengan gaya dan resep masing-masing. Semacam diferensiai produk. Loenpia dari trah Tjoa-Wasih kini praktis sudah berada di tangan generasi ke empat dan ke lima.
Warung tertua saat ini, peninggalan Tjoa dan Wasih, masih buka di Gang Lombok Nomor 11, bersebelahan dengan Klenteng Tay Kak Sie. Loenpia Gang Lombok ini kini dikelola oleh generasi ke empat, yakni Purnomo Usodo yang akrab disapa Pak Untung. Ia adalah anak dari Siem Swie Kiem, anak ke tiga Tjoa-Wasih.
Untung tetap setia melayani konsumennya di kios warisan ayah dan kakeknya di Gang Lombok 11. Keistimewaan lumpia Gang Lombok ini menurut sejumlah penggemarnya adalah racikan rebungnya tidak berbau “pesing”, juga campuran telur dan udangnya tidak amis.
Lumpia buatan generasi keempat lainnya dapat kita peroleh di kios lumpia Mbak Lien alias Siem Siok Lien (43) di Jalan Pemuda dan Jalan Pandanaran. Mbak Lien meneruskan kios almarhum Siem Swie Hie, yang merupakan abang dari Siem Swie Kiem, di Jalan Pemuda (mulut Gang Grajen) sambil membuka cabang di Jalan Pandanaran, yakni di depan toko bandeng presto Juwana. Kekhasan loenpia Mbak Lien ini adalah isinya yang ditambahi racikan daging ayam kampung.
Adapun generasi keempat lainnya, yaitu anak-anak dari almarhum Siem Hwa Nio (kakak perempuan dari Siem Swie Kiem) meneruskan kios ibunya di Jalan Mataram, atau sekarang Jalan MT Haryono, seraya membuka kios-kios baru di beberapa tempat di Semarang.
Selain keluarga-keluarga leluhur pencipta loenpia Semarang tersebut, sekarang banyak juga orang-orang di luar trah tersebut yang membuat lumpia. Mereka umumnya mantan karyawan dari ketiga keluarga awal. Mereka yang mempunyai hobi kuliner juga turut meramaikan bisnis lumpia semarang dengan membuat lumpia sendiri, seperti Lumpia Ekspres, Phoa Kiem Hwa dari Semarang International Family and Garden Restaurant di Jalan Gajah Mada, Semarang.
Manakah dari semua merek loenpia ini yang paling enak? Semua kembali kepada selera.
Agendaindonesia
*******