Menyelam di 4 pulau di Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, kini menjadi alternatif para pecinta aktifitas bawah laut. Keindahan taman lautnya dianggap setara dengan Wakatobi atau Bunaken.
Menyelam di 4 Pulau di Derawan
Kapal cepat yang saya tumpangi merapat di dermaga Kampung Payung-Payung di Maratua, Derawan, ketika matahari mulai turun ke bumi. Begitupun hawa teriknya masih terasa menyengat kulit. Kalimantan di tengah tahun memang sedang terik-teriknya. Ini tentu waktu yang bagus untuk perjalanan menikmati pantai dan aktifitas air lainnya.
Menuju Maratua bukanlah perjalanan yang pendek. Dimulai sejak terbang dari Bandara Sukarno Hatta di Tangerang menuju Bandara Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan, di Balikpapan, selama sekitar 2 jaman. Ini lalu ditambah terbang dari kota minyak di Kalimantan Timur itu ke Bandara Kalimarau di Berau sekitar hampir satu jam. Berakhir? Belum. Perjalanan dari ibu kota Kabupaten Berau itu masih masih berlanjut. Kali ini harus melaju dengan kapal laut selama kurang lebih 3 jam.
Bisa juga menuju Derawan melalui Tarakan. Jadi dari Balikpapan terbang ke Bandara Juwata di Tarakan. Da.ri sini tetap dilanjutkan dengan kapal laut selama kurang lebih 3,5 jam
Buat yang tak biasa, mungkin perjalanan estafet nonstop seperti itu membosankan. Tak sedikit teman yang memilih berhenti di Balikpapan dulu satu malam. Atau bermalam di Berau. Tapi jika waktu libur tidak cukup panjang, pilihannya perjalanan terusan tadi.
Percayalah, rasa lelah naik-turun aneka moda transportasi tadi akan terbayarkan begitu kapal yang kita tumpangi mendekati pulau. Sejak dasar laut mulai mengintip dari balik birunya air, sejumlah atraksi sudah mulai bermunculan: ikan-ikan laut beraneka jenis dan ukuran. Bahkan, jika beruntung, sejak masih agak ke tengah laut, menurut cerita awak speedboad yang saya tumpangi, kita bisa bertemu kawanan lumba-lumba. Atraksi yang tiap hari bisa kita temui.
Kepulauan Derawan kini semakin sering menjadi pilihan para pecinta aktifitas bawah laut. Setelah Bunaken di Sulawesi Utara, lalu Raja Ampat di Papua Barat, serta Wakatobi di Sulawesi Tenggara, orang juga milirik kawasan ini untuk menyelam. Setidaknya ada lima pulau yang bisa dipilih jika ingin mengunjungi Derawan: Pulau Derawan; pulau Sangalaki; Maratua, Manimbora, atau Kakaban.
Saya dan beberapa teman tiba di Kampung Payung-payung dan memutuskan menginap di pulau Maratua. Pulau ini adalah yang terbesar di antara pulau yang ada di Derawan.
Pulau Maratua berada di selatan pulau Tarakan dan berada di kawasan laut Sulawesi. Pulau yang berbentuk mirip huruf U ini mempunyai luas sekitar 2.375,7 hektare dengan sekitar 3 ribu orang penduduk. Pulau ini merupakan pulau terbesar di Derawan. Terdapat empat kampung di sini, yaitu Kampung Payung-Payung, Bohe Bukut, Bohe Silian, dan Teluk Alulu. Penginapan dan resor mulai marak, baik yang dikelola penguasaha swasta maupun penduduk setempat. Sejak pulau ini naik daun, wisatawan asing lebih banyak yang berkunjung dibanding wistawan domestik.
Pulaunya memang memiliki eksotisme dan keindahan yang membuat jatuh hati. Karakteristik dari Maratua hampir mirip dengan pulau Derawan. Meski sudah mulai dikunjungi wisatawan, Maratua sesungguhnya masih seperti wilayah pesisir yang baru berkembang. Masyarakatnya kebanyakan bekerja sebagai nelayan dan mempunyai kapal. Kapal-kapal tersebut, di samping untuk mencari ikan, juga untuk mengangkut penumpang, baik penduduk Maratua maupun wisatawan yang akan menyeberang ke Berau atau Tanjung Redep.
Pagi-pagi, setelah sarapan, semua sudah tak sabar terjun ke air. Pasir pantai yang putih dan air yang biru betul-betul memanggil untuk menjeburkan diri. Entah sekadar berenang atau menyelam dan melihat berbagai jenis ikan. Dari lion fish sampai pari putih. Saat permukaan air dangkal, penyu pun sering menampakkan diri.
Pulau ini menawarkan keindahan pantai yang masih alami, belum banyak dijelajahi wisatawan. Panorama bawah lautnya juga mempesona. Tak hanya batu karang yang masih alami, biota laut pun turut menjadi daya tarik wisata pulau ini.
Capai di Maratua? Kami bergeser memilih menyelam atau snorkeling di Pulau Kakaban dan Pulau Sangalaki. Kami memilih Kakaban dulu, sebab ada yang unik di pulau ini: di tengah pulau terdapat Danau Kakaban dengan bermacam biota laut, termasuk ubur-ubur. Ini jenis ubur-ubur yang istimewa karena tidak menyengat. Ada beberapa jenis ubur-ubur di sini. Namun yang terbanyak adalah golden jellyfish dan moon jellyfish.
Awalnya, tentu saja, ada kekhawatiran untuk terjun di perairan dengan ubur-ubur di sekitar kita. Bagaimana kalau menyengat? Atau skadar menempel di kulit? Tapi lupakan kekhawatian itu, berenang dan snorkeling dengan dikelilingi ubur-ubur ternyata aman-aman saja. Kadang ada senssasi tersendiri jika tersentuh mereka.
Lelah di tengah Kakaban, kita bisa pindah ke area pantainya. Berenang dan snorkeling di laut lepas. Tapi, jika ingin menyelam di perairan laut lepas, pulau Sangalaki bisa menjadi pilihan.
Pulau ini boleh dikata merupakan pulau yang terindah di Derawan. Pasir putihnya terasa lembut di kaki. Di sekitarnya terdapat taman laut dan terkenal dengan wisata selam. Pesona bawah laut Sangalaki dihiasi biota laut yang indah meski tetap harus hati-hati jika berada di depat mereka, di antaranya ikan pari manta. Hewan laut yang bentang tubuhnya bisa mencapai 7 meter.
Di perairan Sangalaki, yang banyak ditemui adala ikan Pari Mantai Karang. Ini lebih kecil sedikit dari Manta di laut lepas. Begitupun, ia tetap menakjubkan.
Bosen dengan air laut, di Sangalaki ada konservasi penyu. Pengunjung bisa menikmati proses dari penyu bertelur sampai menetasnya tukik (anak penyu), kemudian dilepas di laut. Sangalaki memang merupakan Taman Wisata Alam, yang menjadi tempat wisata sekaligus tempat para penyu kembali ke darat untuk bertelur dan menghasilkan tukik-tukik. Suatu kesempatan yang langka bila wisatawan dapat melihat langsung penyu sedang bertelur pada malam hari.
Berbeda dengan Maratua, pulau Sangalaki tidak berpenduduk. Sebab, seperti disebut tadi, pulau ini ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Hanya terdapat sebuah resor yang dikelola swasta. Selebihnya, pulau tersebut dihuni dan dijaga petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Tugas para penjaga tersebut adalah mengawasi dan membantu melestarikan proses penangkaran penyu. Setiap malam, mereka secara bergantian mengelilingi pulau untuk menemukan penyu yang sedang naik ke darat dan mencari lokasi untuk bertelur. Mereka harus mencatat waktu dan posisi penyu bertelur. Karenanya, setelah dua pekan, para petugas dengan mudah mendapatkan lokasi keluarnya tukik-tukik dari dalam pasir.
F. Rosana