Rujak cingur berbeda dengan bayangan rujak yang umum dikenal masyarakat. Kuliner tradisional dari Surabaya ini memiliki ciri khas yang membuatnya spesial dari rujak kebanyakan.
Rujak Cingur
Secara umum, rujak merupakan kudapan populer yang agak mirip salad. Biasanya ia terdiri dari beberapa jenis buah dan sayuran seperti mangga, nanas, bengkuang, taoge, timun dan lainnya yang disajikan dengan bumbu campuran kacang tanah, gula merah dan cabe. Sebuah kombinasi rasa manis, segar sekaligus sensasi pedas yang telah menempel di lidah banyak orang Indonesia dari generasi ke generasi.
Pada hakikatnya, rujak cingur tak terlalu jauh berbeda dari rujak kebanyakan, utamanya rujak ulek. Tetapi, rujak ini memiliki beberapa keunikan, utamanya tambahan potongan moncong sapi yang direbus. Kata ‘cingur’ sendiri dalam bahasa Jawa berarti mulut. Hidangan tersebut juga dilengkapi dengan lontong, kacang panjang, kangkung, tahu, tempe, dan bumbu rujak yang diolah menggunakan petis.
Asal-usul terciptanya resep masakan ini belum diketahui pasti. Namun ada cerita yang mengatakan bahwa pada 1930-an beberapa orang Madura yang mengadu nasib ke Surabaya membawa resep tersebut untuk dijajakan di kota Pahlawan tersebut.
Karena Surabaya saat itu sudah mulai ramai sebagai kota pusat perdagangan yang disinggahi dan ditinggali banyak orang, makanan ini pun mampu meraih pelanggan dan ketenaran. Sampai akhirnya makanan ini justru menjadi lebih lekat sebagai makanan khas Surabaya.
Pada perkembangannya, rujak ini juga dibedakan atas beberapa versi. Yang pertama adalah versi campur yang isiannya lengkap seperti biasa. Versi lainnya adalah ‘matengan’ yang tidak memakai buah-buahan.
Di Surabaya, pelancong bisa menemukan beberapa kedai-kedai penjual kuliner ini yang terbilang populer, baik di kalangan warga lokal dan wisatawan. Beberapa bahkan sudah bisa dikatakan legendaris lantaran sudah berjualan sejak puluhan tahun lalu.
Salah satunya adalah Rujak Cingur Achmad Jais, yang terletak di jalan Achmad Jais. Kedai satu ini boleh jadi salah satu yang paling populer. Kendati harganya cukup mahal dibanding kedai lain, nyatanya animo pengunjung tak pernah surut.
Kedai ini sudah berdiri sejak 1970. Sang pendiri, Lim Sian Neo, adalah ibu rumah tangga yang kerap membantu pedagang cingur keliling yang tunanetra dengan membeli dagangannya. Dari situ, ia terinspirasi untuk mengolah cingur tersebut menjadi rujak cingur dan menjualnya.
Ia kemudian membuka kedai di rumahnya, menjajakan rujak cingur dengan dibantu oleh anaknya, Ng Giok Cu. Hingga kini, kedai tersebut masih bertahan dan usaha dijalankan oleh sang cucu, Sioe Sin.
Seperti disebutkan di atas, harganya tergolong premium, berkisar antara Rp 60 ribu hingga Rp 80 ribu. Tetapi anda juga mendapatkan porsi yang besar, begitu pula dengan bumbunya yang unik karena tidak dibuat dengan kacang tanah, melainkan kacang mede. Petisnya pun berkualitas tinggi, sehingga bertekstur halus di lidah.
Rujak cingur buatan kedai yang buka dari jam 11.00 hingga 17.00 itu juga disebut lebih awet dan tahan lama, diklaim dapat tahan setidaknya enam jam dalam suhu ruangan. Dengan segala keunikan dan kelebihan tersebut, tak heran banyak yang meminati Rujak Cingur Ahmad Jais, termasuk mantan presiden (alm.) KH Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri.
Kedai rujak cingur lainnya yang tak kalah legendaris adalah Rujak Cingur Genteng Durasim. Berlokasi di jalan Genteng Durasim, ia berada cukup dekat dengan pusat oleh-oleh pasar Genteng.
Yang menarik, kedai ini bahkan sudah ada sejak 1936. Adalah Maryam dan ibunya yang akrab dipanggil mbah Woro yang mendirikan usaha kedai ini. Banyak yang menyebut kedai ini adalah kedai rujak cingur tertua di Surabaya.
Salah satu saksi sejarah yang terdapat di kedai ini adalah cobek yang digunakan untuk meramu bumbunya. Dulu, cobek ini dibuat oleh seorang teman Maryam dari Magelang pada 1942.
Cobek lalu diantarkan jauh-jauh menggunakan sepeda. Nilai sejarah itulah alasan cobek tersebut terus dipertahankan. wisatawan bahkan bisa melihat langsung cobek tersebut yang sudah kelihatan mencekung karena usia pakai.
Pada perjalanannya, bisnis sempat melesu pada 1980-an karena jumlah pengunjung mulai menurun. Selepas meninggalnya Maryam, bisnis dilanjutkan oleh Hendri Soedikto, sang anak.
Untuk menaikkan kembali animo pengunjung, ia berinovasi dengan memperkenalkan menu sop buntut racikannya sendiri. Selain itu, ia berusaha meningkatkan kualitas rujak cingur buatannya dengan menggunakan petis yang lebih bagus.
Usahanya membuahkan hasil dan kini Rujak Cingur Genteng Durasim masih terus eksis. Tersedia menu biasa yang dihargai Rp 25 ribu, tapi kalau ingin merasakan menu dengan petis ekstra maka harus memesan yang spesial yang harganya Rp 45 ribu. Adapun sop buntut seharga Rp 40 ribu.
Harga yang tidak terlalu mahal, tapi mungkin tidak juga dibilang murah. Tetap saja, nyatanya kedai yang buka dari jam 11.00 hingga 17.30 tersebut masih terus ramai pengunjung. Bahkan salah satu pelanggannya adalah Wakil Presiden ke enam Indonesia, Try Sutrisno.
Selain kedai-kedai tersebut masih ada banyak pilihan lainnya yang menarik untuk anda coba, seperti misalnya Kedai Delta yang viral karena menyajikan rujak cingur dengan tambahan mi kuning.
Ada juga Kedai Joko Dolog yang kondang dengan porsi ekstra besarnya dengan harga hanya Rp 25 ribu. Atau Kedai Sedati Bu Nur Aini yang tak kalah unik dengan racikan bumbunya yang menggunakan pilihan tujuh jenis petis yang berbeda.
Cari rujak cingur porsi besar seukuran tampah untuk acara khusus? Bisa merujuk ke Rujak Cingur Cak No TVRI. Atau cari kedai yang bisa order buah dan sayurannya mentah, direbus atau keduanya? Rujak Cingur BBM pilihannya. Apapun itu, rujak cingur sudah jadi kuliner khas Surabaya yang pantang untuk dilewatkan.
Kedai-kedai Rujak Cingur Surabaya
Achmad Jais; Jl. Achmad Jais Nomor 40, Genteng, Surabaya
Genteng Durasim; Jl. Genteng Durasim Nomor 29, Genteng, Surabaya
Delta; Jl. Kayon Nomor 46D, Genteng, Surabaya
Sedati Bu Nur Aini; Jl. Raya Sedati Gede Nomor 66, Sedati, Sidoarjo
Cak No TVRI; Jl. Raya Dukuh Kupang Nomor 214, Dukuh Pakis, Surabaya
Rujak Cingur BBM; Jl. Tenggilis Timur VII Nomor 1, Mejoyo, Surabaya
agendaIndonesia/Audha Alief P.
*****