Sop Buntut Ma’Emun menjadi alternatif makan siang yang enak di sekitar Bogor, terutama ketika hujan mengguyur kota ini. Sesuai nama kotanya, kota hujan karena kerap diguyur hujan hampir setiap hari ini, tentu terasa cocok menyantap kuliner berkuah yang hangat dan segar.
Sop Buntut Ma’Emun Bogor
Sop buntut memang bukan asli kuliner Bogor, Jawa Barat. Bahkan merunut sejarahnya, masakan ini bukan asli dari tanah air. Di luar negeri, sop buntut pertama kali muncul pada masa abad ke-17 di Inggris. Konon resep makanan ini dibawa kaum imigran dari Prancis dan Belgia. Sop dengan kuah yang kental dan gurih ini pun mulai populer pada abad ke-18.
Dari resep dan bahannya ketika itu, tidak terlalu jauh berbeda dari sop buntut yang kita kenal di sini. Potongan daging ekor sapi yang diolah dan dimasak dengan kentang, tomat, serta ragam bumbu dan rempah-rempah seperti bawang putih dan lain sebagainya.
Pada perkembangannya, kuliner ini juga muncul di negara-negara lain dengan karakteristiknya masing-masing. Misalnya di Tiongkok, kuliner ini disajikan dengan cara daging buntut dan kuahnya dipisah.
Di Indonesia, kita juga mengenal gaya serupa, biasanya ini disajikan untuk menu sop buntut goreng atau sop buntur bakar. Alih-alih direbus dan disajikan bersama dengan kondimen lainnya, daging buntut dibumbui dan digoreng atau dibakar terlebih dulu, sebelum disajikan bersama sop atau kuah yang terpisah.
Namun ada pula beberapa kemiripan pada setiap jenis sop buntut di seluruh dunia. Selain bahan bakunya, umumnya daging dan bahan lainnya direbus bersama agar dagingnya menjadi empuk dan bumbu serta kondimennya luruh menyatu di dalam kuah.
Di Indonesia, salah satu sop buntut yang diyakini muncul pertama kali sebagai sebuah menu resmi di restoran adalah di Bogor Café, salah satu restoran yang berada di Hotel Borobudur, Jakarta. Sop buntut ini begitu ikonik karena kuahnya yang menyatu dengan tomat sehingga menjadi begitu kental dan gurih.
Sejak kemunculan menu ini pertama kali di awal 1970-an, sontak ia menjadi kuliner yang begitu disukai banyak tamu dan pengunjung. Saking melegendanya, ketenaran menu tersebut sampai ke telinga para pengusaha kuliner yang tertarik mencoba dan membuatnya sendiri.
Tak lama berselang, satu per satu mulai muncul menu-menu serupa di tempat lain, dari kelas restoran hingga warung pinggir jalan. Semakin hari, sop buntut pun menjadi makanan yang digemari oleh masyarakat Indonesia hingga kini.
Salah satu yang ikut tergugah untuk membuat warung sop buntutnya sendiri saat itu adalah Siti Maemunah, yang sehari-hari akrab dipanggil Ma’Emun. Sejak kuliner ini booming di era 1970-an, ia pun turut membuka warung sop buntutnya sendiri di Bogor.
Semua berawal ketika halaman rumahnya digunakan sebagai tempat menyembelih hewan kurban pada hari raya Idul Adha. Ia pun mencoba memasak sop buntut dengan resep sendiri untuk acara syukuran setelahnya. Ternyata, sop buntut buatannya disukai tetangga sekitar. Maka mulailah era Sop Buntut Ma’Emun di Bogor.
Konon, dulunya ia hanya berjualan sop buntut dari tenda kecil di bawah pohon di satu sudut kota Bogor. Barulah sekitar tahun 1990-an dan 2000-an mulai berdiri satu per satu cabang dari warung tersebut agar dapat menampung lebih banyak pengunjung.
Yang cukup spesial dari resep sop buntut buatannya adalah bagaimana daging buntut direbus dalam waktu cukup lama. Ini membuat daging terasa begitu empuk, sampai mudah lepas dari tulangnya. Sementara bagian dalam dagingnya masih terlihat kemerahan meskipun sudah sangat matang.
Karena dimasak lama pula, lemak alami dari daging pun membaur dengan kuah, sehingga terasa kental namun segar ketika diseruput. Selain itu, sop buntut disajikan di dalam mangkok berbahan stainless steel, ini agar panas kuah dapat bertahan lama.
Di dalam semangkok sop buntut Mak’Emun tersebut, juga potongan wortel, kentang, daun bawang dan seledri yang menambah sedap aroma serta rasa. Resep ini masih terus bertahan hingga kini, selepas beliau berpulang dan bisnisnya dilanjutkan oleh cucu-cucunya.
Dan hingga kini pula, sop buntut Mak’Emun makinh banyak penggemarnya, bahkan termasuk dari kalangan Istana. Saat dalam masa bakti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, warung ini kerap diminta menyediakan sop buntut sebagai konsumsi pada acara kenegaraan di Istana Bogor.
Saat ini, paling tidak terdapat empat cabang asli warung sop buntut Ma’Emun ini di Bogor. Kesemuanya dikelola oleh cucu-cucunya, namun memang masih menggunakan nama Ma’Emun sebagai tanda otentisitas.
Porsi semangkok sop buntut Mak’Emun cukup besar, sehingga terasa cukup mengenyangkan. Selain ditemani dengan nasi, biasanya tersedia juga perkedel dan kering kentang Mustofa yang konon juga banyak digemari oleh pengunjung.
Satu porsi sop buntut ini dihargai Rp 38 ribu, meski dapat naik menjadi sekitar Rp 40 hingga 45 ribu kala hari libur. Sebuah harga yang masih termasuk terjangkau, mengingat banyak sop buntut lainnya yang harganya bisa mencapai Rp 50 ribu, bahkan Rp 60 ribu lebih.
Jam buka warung-warung tersebut biasanya antara jam 09.00 sampai 18.00. Tetapi perlu dicatat, karena selalu ramainya warung-warung ini, kadang kala sop buntut sudah habis sebelum jam tutup, sehingga lebih baik datang dari awal sebelum kehabisan.
Sop Buntut Ma’Emun Bogor
Jl. Jend. Sudirman no. 48A, telp. 08567072299
Jl. Jend. Sudirman no. 60A, telp. 08121321090
Jl. Bangbarung Raya no. 1, telp. 085691290660
Jl. Pandu Raya no. 3, telp. 087874227245
agendaIndonesia/Audha Alief P.
*****