Surabi Bandung dengan kuah kinca adalah varian paling popular. Foto: shutterstock

Surabi Bandung atau yang terkadang juga disebut serabi, bisa disebut salah satu warisan budaya tradisional Bandung, utamanya dalam hal kuliner. Konon, makanan cemilan mirip pancake ini sudah dinikmati masyarakat kota ini sekitar satu abad lamanya.

Surabi Bandung

Kudapan ini disebut atau dituliskan sebagai ‘surabi’ karena berasal dari istilah Bahasa Sunda ‘sura’, yang kira-kira artinya besar atau agung. Penamaan demikian dikarenakan makanan ini dulunya lebih umum disajikan kepada kaum kerajaan dan bangsawan.

Pada perkembangannya, surabi Bandung masa kini juga terinspirasi dari pancake yang disukai orang-orang Belanda di zaman kolonial dulu. Sehingga surabi kemudian tidak hanya muncul sebagai makanan khas Bandung saja, tetapi juga daerah-daerah lainnya di tanah air.

Kendati demikian, masing-masing serabi memiliki beberapa perbedaan dan ciri khasnya sendiri. Serabi Solo misalnya, cenderung mempunyai rasa yang manis dengan adonan yang tipis, sementara surabi Bandung bercita rasa gurih dengan adonan yang lebih tebal.

Pun begitu, pada dasarnya serabi-serabi tersebut merupakan kudapan yang terbuat dari bahan-bahan yang kurang lebih sama, seperti tepung beras, santan dan parutan kelapa. Bahan-bahan tersebut dibuat menjadi adonan yang kemudian dimasak di atas tungku kayu bakar atau arang.

Surabi Bandung dibuat dengan tembikar yang cukup tebal di atas api.
Pembuatan surabi Bandung. Foto: shutterstock

Surabi Bandung sendiri selain dimasak dengan cara demikian, juga menggunakan cetakan berbentuk mangkok dari tanah liat untuk adonannya. Dengan menggunakan cetakan ini, surabi biasanya cenderung lebih gosong di bagian bawah dan lembut di bagian atasnya.

Cara memasak surabi ini secara umum masih coba terus dipertahankan hingga kini. Alasannya, serabi yang dibuat dengan metode demikian memiliki tekstur, bentuk, aroma serta rasa yang khas. Cita rasa ini sangat sulit didapatkan jika menggunakan peralatan masak yang modern.

Keunikan surabi Bandung yang asli adalah rasanya yang cenderung gurih dan kerap menggunakan pelengkap seperti abon atau oncom. Alhasil, cita rasanya lebih mengarah ke gurih, asin dan bahkan pedas.

Walau demikian, seiring perkembangan jaman surabi juga memiliki beragam variasi baru untuk dapat mengikuti selera konsumen hingga kini. Surabi kinca misalnya, merupakan varian yang menggunakan topping kinca atau gula merah cair.

Surabi Bandung shutterstock
Aneka surabi dengan toppingnya. Foto: shutterstock

Selain itu, banyak pedagang-pedagang surabi Bandung yang kini mulai berkreasi dengan bermacam jenis tambahan topping lainnya. Mulai dari keju, coklat, vanilla, bakso, sosis, mayonnaise, buah-buahan seperti pisang, durian dan lain-lainnya.

Kalau tertarik untuk mencoba serabi di sekitar kota kembang, ada beberapa rekomendasi tempat yang mungkin bisa jadi pilihan menarik. Salah satunya adalah Surabi Cihapit yang berada di Jalan Sabang, kawasan Bandung bagian timur.

Surabi Cihapit boleh dibilang merupakan salah satu kedai serabi yang paling terkenal di Bandung. Sejak 1993, mereka sudah berjualan surabi dengan menggunakan gerobak, hingga kini memiliki kedai sendiri.

Layaknya penjual surabi kaki lima lainnya, awalnya mereka lebih banyak berjualan serabi tradisional. Namun seiring berjalan waktu, mereka kini juga turut menawarkan beragam jenis varian serabi seperti keju, coklat, pisang, kismis, abon, sosis dan sebagainya.

Biasanya mereka berjualan pada dua sesi, setiap pagi pada jam 6 sampai 12 serta sore pada pukul 15 hingga 21. Namun khusus pada hari Minggu, Surabi Cihapit hanya beroperasi pada pagi hari.

Harganya pun tergolong cukup terjangkau. Kalau ingin mencoba jenis surabi tradisional dengan oncom atau kinca, satu porsinya sekitar Rp 8 ribu sampai Rp 10 ribu. Sedangkan ragam varian lainnya berkisar dari Rp 12 ribu hingga Rp 15 ribu.

Surabi Bandung Oncom shutterstock
Surambi oncom yang gurih dan enak. Foto: shutterstock

Tempat lain yang tak kalah menarik untuk dicoba adalah Surabi Kinca Suji Ekarasa. Terletak di area Jalan Burangrang, surabi yang mereka jajakan terkenal dengan aroma dan cita rasa pandan yang khas, dengan warna kehijauan dan tekstur yang lembut.

Seperti namanya, surabi yang menjadi jualan utama di tempat ini adalah surabi kinca. Namun beberapa jenis surabi lain seperti serabi oncom, atau serabi durian dengan paduan rum juga dapat ditemukan di sini. Harganya pun bersahabat, mulai dari Rp 7 ribu hingga Rp 9 ribu.

Kedai surabi Bandung lainnya yang sayang untuk dilewatkan adalah Surabi Radja. Berlokasi di Jalan Pluto Selatan II, kedai ini memang baru mulai berjualan sejak tahun 2006, tetapi dengan cepat mereka berhasil meraih banyak pelanggan.

Salah satu alasannya adalah penggunaan telur pada proses pembuatannya, yang kemudian membuat tekstur surabi yang begitu lembut sampai terasa lumer di mulut. Pengunjung akan mendapat pilihan surabi yang dibuat dengan atau tanpa telur.

Tak hanya itu, varian yang ditawarkan juga begitu banyak, mulai dari kinca, oncom, pisang, coklat, keju, sosis, abon, strawberry, serta beragam perpaduan dari pilihan topping tersebut. Ditambah lagi, harganya juga terbilang murah dibanding kedai-kedai serabi Bandung lainnya.

Satu porsi dengan satu pilihan topping berkisar dari Rp 4 ribu hingga Rp 7,5 ribu. Kalau ingin memadukan dua atau tiga jenis pelengkap, harganya mulai dari Rp 4,5 ribu sampai Rp 12 ribu. Surabi Radja buka setiap hari pada pagi (06.30 – 09.00) dan sore hari (16.30 – 21.00).

Akhirnya, satu hal yang perlu diperhatikan bagi yang ingin mencoba adalah serabi pada umumnya merupakan makanan yang tidak begitu tahan lama. Maka disarankan untuk menyantapnya langsung selagi hangat atau setidaknya dihabiskan pada hari itu juga.

agendaIndonesia/Audha Alief P.

*****

Yuk bagikan...

Rekomendasi