Berlian Martapura, Berkilau Sejak Abad 16

Berlian Martapura, Kalimantan Selatan, adalah produk perhiasan terbesar di Indonesia. Foto: dok. BUkalapak

Berlian Martapura adalah salah satu permata kekayaan Indonesia yang moncer hingga ke pelosok dunia. Berjarak sekitar 40 kilometer atau kurang lebih satu jam perjalanan darat dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Martapura kondang sebagai sentra tambang dan penjualan berlian terbesar di Indonesia.

Berlian Martapura

Secara turun temurun, bisnis penambangan dan perdagangan berlian sudah menjadi bagian dari kehidupan banyak warga di sekitar tepi sungai Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, tersebut. Tak heran, kota tersebut juga kerap disebut sebagai ‘kota intan’.

Satu hal yang mungkin masih banyak orang awam belum paham soal perbedaan istilah intan dan berlian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), intan merupakan batu mulia yang berbentuk kristal dari karbon murni. Sedangkan berlian adalah intan yang telah digosok atau diasah sehingga menjadi berkilau. Singkatnya, intan adalah bahan bakunya, sementara berlian adalah yang sudah diolah.

Berlian Martapura dulunya adalah bisnis keluarga raja dan bangsawan Kasultanan Banjar.
Masjid Agung Al Karomah, landmark kota Martapura, Kalimantan Selatan. Foto: DOk. shutterstock

Tradisi penambangan dan perdagangan berlian ini bisa dirunut sejak abad ke-16, atau pada masa kesultanan Banjar. Kebetulan Martapura sempat menjadi ibu kota, dan bisnis berlian yang dikelola oleh raja, bangsawan dan tuan tanah setempat merupakan salah satu mata pencaharian yang banyak membawa kesuksesan, sehingga kesultanan Banjar meraih masa kejayaannya pada masa itu.

Setelah kedatangan Belanda dan runtuhnya kesultanan Banjar pun, warga setempat masih melakukan penambangan berlian, di samping penambangan oleh pihak swasta di masa itu. Ketika memasuki era pasca-kemerdekaan, penambangan berlian mulai berjaya lagi pada era 1950-an.

Pada 1965 ditemukan berlian seberat 166,75 karat, yang kemudian dinamakan Intan Trisakti oleh Presiden Soekarno pada saat itu. Konon katanya, hingga saat ini berlian tersebut masih menjadi salah satu yang terbesar dan termahal yang pernah ditemukan di Indonesia, harganya dengan nilai saat ini ditaksir bisa mencapai Rp 10 triliun.

Bagi warga Martapura, budaya penambangan dan perdagangan berlian ini tidak lagi hanya dipandang sebagai mata pencaharian semata, tetapi juga bagian dari tradisi dan jati diri yang diwariskan leluhur. Oleh karena itu, akhirnya pada 1970-an didirikanlah Pasar Intan Martapura.

Pasar Intan ini untuk mengakomodasi banyaknya para penambang dan pengrajin berlian yang ingin menjual hasil temuan dan kerajinannya. Selain itu juga menjadi tujuan konsumen yang datang tidak hanya dari dalam tapi juga luar negeri.

Penambangan berlian di Martapura sendiri hingga kini masih dilakukan secara tradisional. Para pendulang secara berkelompok -sekitar delapan hingga sepuluh orang, akan berusaha menyedot bagian dasar sungai, sebelum dibersihkan kembali dengan air.

Hasil sedotan tersebut kemudian disaring kembali menggunakan linggang, sebuah alat penyaring yang berbentuk mirip caping berukuran besar. Dari situlah kemudian kemungkinan akan ditemukan intan.

Intan tersebut kemudian akan digosok dan diolah menjadi berlian, yang kemudian dikemas menjadi barang perhiasan seperti cincin, kalung, liontin, anting, gelang dan sebagainya. Sebagian lainnya pun juga dijual secara mentahan.

Tak jarang, pengunjung Pasar Intan Martapura tidak hanya para wisatawan yang singgah mencari cenderamata berua perhiasan jadi, tetapi juga pedagang maupun pengrajin yang mencari berlian utuh untuk kemudian diolah dan dijual kembali lebih mahal.

Memang, di pasar ini harga berlian serta barang kerajinannya berkisar antara ratusan ribu hingga ratusan juta rupiah. Ini tergantung pada keunikan dan kelangkaannya, sehingga produknya tak bisa dikatakan murah.

Namun, harga yang dipatok disebut masih lebih murah ketimbang harga di tempat-tempat lain, apalagi berlian Martapura serta kerajinannya disebut punya kualitas yang bagus dan bahkan mampu bersaing dengan berlian impor buatan Eropa.

Adapun karakteristik berlian buatan Martapura cenderung berbeda dari berlian impor. Ini jika disinari tidak memancar seterang berlian impor yang punya tingkat keterbiasan lebih tinggi. Ini disebabkan proses penggosokan berlian di sini notabene masih dilakukan secara tradisional.

Begitupun, nyatanya hal tersebut justru menjadi daya tarik dan keunikan tersendiri bagi banyak orang. Maka wajar bila berlian Martapura juga diburu oleh pedagang, turis dan kolektor manca negara seperti dari Singapura, Malaysia, Myanmar, India hingga Afrika Selatan.

Pasar Intan Martapura sejak dulu hingga kini berada di Jalan Ahmad Yani. Lokasinya berada persis di pinggir jalan, berdekatan dengan Masjid Agung Al-Karomah, sehingga mudah untuk ditemui. Hingga kini, tercatat setidaknya sekitar 80-an toko berjualan di pasar ini.

Sehari-hari, pasar ini selalu dipadati pengunjung dengan perkiraan 10 ribu orang per hari, namun angka ini bisa melonjak hingga 20 ribu orang per hari pada akhir pekan dan hari libur. Pada perkembangannya, selain menjajakan berlian dan kerajinannya dari hasil olahan sendiri, pasar ini kemudian juga menjual beragam jenis batu mulia lain, bahkan yang datang dari luar negeri, seperti zamrud, ruby, giok, mutiara, safir, opal, topaz dan lain-lain.

Yang juga perlu menjadi catatan, dengan kesadaran dewasa ini akan adanya ancaman pemalsuan batu mulia, kini di Martapura juga terdapat Lembaga Pengembangan dan Sertifikasi Batu Mulia (LPSB). Lembaga ini turut membantu menjaga dan menjamin keabsahan batu berlian serta batu mulia lainnya yang diperjualbelikan. Siapapun konsumen yang hendak membeli barang-barang kerajinan berlian Martapura dapat memeriksa dan memastikan bahwa barang yang dibelinya asli.

Sudah pernah ke Martapura? Ayo agendakan jalan-jalan ke Kalimantan Selatan dan beli berlian Martapura.

agendaIndonesia

*****