Boneka Sigale-gale Pertama Dibuat Tahun 1930

Boneka Sigale-gale dari tradisi Batak Samosir.

Boneka Sigale-gale yang dibalut ulos itu tampak menonjol dalam Festival Danau Toba di Pulau Samosir, Sumatera Utara, beberapa tahun lalu. Tidak seperti biasanya, kali ini boneka itu muncul dalam bentuk raksasa. Tingginya mencapai 16 meter, berdiri menjulang di tepi perairan Tuktuk Siadong, Samosir. Selain bagian badan diselubungi ulos, boneka itu mengenakan penutup kepala tradisional.

Boneka Sigale-gale

Dalam perhelatan besar tersebut, Sigale-gale memang benar-benar ditonjolkan. Tidak hanya dipajang menyambut para pengunjung atau peserta festival, tapi juga diperke- nalkan sebagai salah satu kesenian rakyat yang melekat dengan suku Batak Toba. Di antaranya dengan karnaval Sigale-gale. Boneka Sigale-gale yang memiliki ukuran serupa manusia diarak sejauh 18 kilometer diiringi irama musik khas Batak dalam karnaval itu. Perjalanan dimulai dari Tuktuk, Samosir. Tidak hanya dibalut baju hitam, tapi juga ada juga boneka yang mengenakan pakaian merah dan kuning. Lengkap dengan kayu di lengan sebagai alat penggerak.

Untuk memperkenalkan lebih jauh, diadakan pula pelatihan pembuatan boneka kayu tersebut, termasuk latihan untuk memainkannya. Maklum, bila ke Samosir, hanya ada beberapa lokasi untuk menyimak pertunjukan tradisional ini. Jumlah pembuat boneka dan dalangnya pun terus menyusut. Walhasil, dalam acara seni budaya ini, Sigale-gale diangkat kembali.

Jika tidak datang bertepatan dengan festival tahunan ini, sebenarnya hanya beberapa langkah dari Pelabuhan Tomok, kisah Sigale-gale sudah bisa dicermati. Tepatnya,di pemakaman Raja Sidabutar. Di sana, boneka kayu itu biasa dipentaskan dengan iringan musik dari tape recorder. Sementara si boneka menari-nari dengan lengan yang digerakkan, anak-anak setempat ikut menari seiring irama yang mengalun.

Boneka Sigale-gale yang terbuat dari kayu seukuran manusia dewasa.
Boneka Sigale-gale yang terbuat dari kayu sebagai salah satu tradisi dan budaya masyarakat Samosir, Sumatera Utara. Foto: Dok. shutterstock

Pertunjukan singkat ini bisa menjadi awal perkenalan dengan boneka kayu yang sudah ada sejak lama. Sebuah versi menyebut tradisi ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Namun, versi lain menyebut, tradisinya sudah lama namun bonekanya sendiri pertama kali dibuat pada 1930. Mana yang benar, walahualam. Yang jelas ini adalah salah satu kekayaan budaya Samosir yang tiada tara.

Kisah Sigale-gale memang melekat dengan masyarakat Samosir. Terdapat beberapa versi soal kemunculan boneka kayu ini. Kebanyakan memang menuturkan kisahnya dimulai pada masa Raja Rahat, yang berasal dari salah satu kerajaan di Samosir. Ia mempunyai anak semata wayang, Raja Manggale. Untuk memperluas kekuasaan, ia mengutus anaknya ke medan perang. Namun sang putra gugur. Sang raja pun sedih bukan alang kepalang. Ia selalu meratap, sehingga rakyat ikut berduka.

Dukun dalam masyarakat setempat, disebut datu-datu, lalu membuatkan boneka kayu yang mirip dengan anak sang raja untuk menghiburnya. Boneka itu dipakaikan ulos serta tali pengikat kepala dalam warna merah, hitam, dan putih, lantas dimasukkan ke peti. Beberapa datu-datu pun memanggil roh Raja Manggale dengan bantuan iringan musik tradisional, sehingga boneka itu bisa bangkit dan manortor atau menggerakkan tangannya seperti menari tortor. Raja merasa bahagia. Ketika dilanda rindu, ia kerap meminta diadakan pertunjukan boneka kayu tersebut. Karena disertai aksi pemanggilan roh, atraksi ini kerap dikaitkan dengan hal mistis.

Tentu, kini tidak ada roh yang dipanggil dalam setiap pertunjukan. Namun cerita itu semakin menyebar dan menjadi ciri masyarakat Toba Samosir. Pertunjukannya pun menjadi atraksi kesenian rakyat setempat. Gerakan boneka yang gemulai saat menari membuatnya dinamakan Sigale-gale. Sigale-gale dalam bahasa setempat artinya lemas, tapi dalam kaitannya dengan boneka ini, istilah itu juga berarti lemah gemulai.

Versi lain menyebutkan, ada seorang ayah yang kehilangan anak lantaran sang anak sakit. Karena suku Batak menganut prinsip patrilineal, pria tersebut sedih bukanmain tidak mempunyai keturunan. Ia pun membuat boneka yang menyerupai anaknya untuk menghibur diri. Langkah itu diikuti oleh para pria yang mengalami hal serupa. Bahkan, boneka itu kemudian digunakan sebagai penolak bala oleh masyarakat.

Boneka Sigale-gale dari Samosir kini menjadi salah satu atraksi budaya yang menarik perhatian wisatawan.
Wisatawan berkunjung ke Samosir dan menikmati atraksi Boneka Sigale-gale. Foto: Dok. shutterstock

Pembuatan boneka tersebut juga dikaitkan dengan kepercayaan animisme yang dianut suku Batak pada masa itu. Masyarakat Samosir meyakini orang yang meninggal tanpa keturunan akan memiliki derajat rendah, bahkan setingkat dengan roh jahat. Karena itu, perlu ada tarian dan sesajen selama seminggu. Dalam kesempatan itulah Sigale-gale menari bersama sanak-saudara orang yang meninggal. Boneka tersebut juga diberi pakaian bagus. Perhelatan ini sebagai doa agar kedukaan tidak datang kembali ke keluarga tersebut.

Pertunjukan tari tortor dengan boneka kayu tersebut bisa ditemukan di Museum Huta Bolon, Simanindo. Bila ke Samosir, setelah tiba di pelabuhan di Tomok, Anda bisa melaju ke kanan, kemudian menemukan Desa Tuk Tuk dengan gerbangnya yang indah. Selanjutnya, Anda akan masuk ke Desa Ambarita, baru kemudian tiba di Desa Simanindo. Di ping- gir jalan utama, museum tersebut dengan mudah ditemukan.

Setiap hari pada pukul 11.00, di museum itu digelar seni tari Batak. Di antaranya pentas Tortor Sigale-gale. Di depan deretan rumah bolon atau rumah adat Batak Toba, boneka kayu manortor diiringi dengan gendang dan instrumen lain. Ada dua boneka: berukuran kecil dan besar. Boneka itu menari diiringi oleh belasan penari. Bahkan, para pengunjung diajak untuk turut menari. Di tengah irama musik, ketika para pengunjung menaruh uang di wadah yang tersedia, para penari pun berucap, “Horas!”

Rita N./TL/agendaIndonesia

*****