Kerajaan Tarumanagara merupakan sedikit dari kerajaan di Provinsi Jawa Barat yang menorehkan kejayaannya pada catatan peradaban Nusantara. Dari serpihan-serpihan peninggalan yang masih tersisa, para pelancong akan disuguhi keanggunan budaya tradisional dan jejak romantisme masa silam.
Kerajaan Tarumanagara
Tarumanagara pada abad keempat hingga ketujuh, geliat kehidupan penduduk di kawasan ini begitu bergelora. Pembangunan kanal dan penemuan karya sastra pada sejumlah prasasti membuktikan majunya peradabanT arumanagara.
Sejarah mengenai Kerajaan Tarumanagara tercatat secara cukup rinci dalam naskah Wangsakerta. Sayangnya, keaslian tulisan ini masih menjadi perdebatan hingga sekarang. Menurut sumber tersebut, kerajaan didirikan oleh seorang Maharesi sekaligus pengungsi dari India bernama Jayasinghawarman.
Sumber valid mengenai sejarah kerajaan ini hanyalah berasal dari tulisan-tulisan pada prasastinya. Pada Prasasti Ciaruteun misalnya, dibahas mengenai kemiripan kaki Raja Purnawarman dan kaki Dewa Wisnu. Pembandingan dengan sosok dewa menunjukkan kebesaran Sang Raja yang berhasil memimpin rakyat secara bijaksana, baik, dan berani.
Hal itu didukung oleh isi Prasasti Tugu yang mencatat keberhasilan Purnawarman dalam membangun kanal yang menghubungkan Sungai Candrabaga dan Sungai Gomati dengan laut. Beberapa ahli mengkaji infrastruktur ini dibuat untuk menanggulangi banjir. Ada pula yang menduga saluran berguna untuk irigasi pertanian.
Satu hal yang pasti, dari berbagai prasasti, Raja Purnawarman adalah yang paling sering disebut. Dengan begitu pada masa pemerintahannyalah Kerajaan Tarumanagara mencapai masa keemasan.
Isi 7 Prasasti
Tulisan pada prasasti dari era Kerajaan Tarumanagara ditulis menggunakan bahasa Sanskerta dengan huruf Palawa. Terdapat sekitar delapan prasasti yang ditemukan dan dijadikan objek wisata sejarah. Sebagian besar berada di Situs Ciaruteun. Sementara sisanya tersebar di penjuru Kota dan Kabupaten Bogor.
- Prasasti Ciaruteun
Prasasti ini memiliki sejumlah gambar, yaitu telapak kaki, laba-laba, umbi, dan sulur-suluran. Teks yang terukir menjelaskan bahwa itu adalah telapak kaki Raja Purnawarman yang mirip dengan kaki Dewa Wisnu. Situs sejarah ini berada di Situs Ciaruteun, Desa Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor.
- Prasasti Kebon Kopi
Pada batu besar ini terpahat bentuk sepasang telapak kaki gajah. Di dekatnya terdapat kalimat yang menjelaskan bahwa gambar itu melambangkan Airawata, yaitu gajah penguasa Kerajaan Tarumanagara. Lokasinya berada di seberang jalan masuk ke Prasasti Ciaruteun.
- Prasasti Muara Cianten
Sampai sekarang teks prasasti belum bisa dibaca atau diartikan oleh para ahli sejarah. Ini karena tulisan tersebut berbentuk ikal atau berupa huruf sangkha. Lokasinya di tepi Sungai Cianten, Desa Ciaruteun dan belum diangkat ke tempat yang lebih aman.
- Prasasti Tugu
Bentuknya unik, yaitu bulat lonjong seperti telur dengan tinggi kira-kira 1 meter. Isinya pun sangat menarik, yaitu mengenai penggalian sungai sepanjang 6.122 tongkat atau busur agar tersambung ke laut. Proyek berlangsung selama 21 hari. Ada juga penjelasan mengenai pemberian seribu sapi kepada kaum Brahmana. Kini Prasasti Tugu tersimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta.
- Prasasti Jambu
Sesuai namanya, prasasti ini ditemukan di perkebunan jambu Bukit Koleangkak, sehingga dikenal juga sebagai Prasasti Pasir Koleangkak. Tulisannya menggambarkan tentang keberanian Raja Purnawarman saat berperang di medan laga.
- Prasasti Cidanghiyang
Prasasti ini disebut juga Prasasti Lebak karena ditemukan di Desa Lebak, Kabupaten Pandeglang, Banten. Isinya masih menggambarkan tentang keberanian dan kebesaran Raja Purnawarman.
- Prasasti Pasir Awi
Prasasti Pasir Awi berada di Bukit Pasir Awi, Kawasan Cipamingkis, Kabupaten Bogor. Pada batu tersebut terdapat gambar dahan dan ranting, buah-buahan, dedaunan, serta pahatan sepasang telapak kaki.
Ekspedisi 4 Candi
Sekitar 44 kilometer dari Kota Karawang, jauh dari ingar-bingar aktivitas pabrik, hamparan sawah Kecamatan Batujaya menyimpan romantisme masa silam. Di kompleks tersebut, kurang lebih terdapat 62 candi peninggalan Kerajaan Tarumanagara. Meski identik dengan suhu panas daerah pesisir, Kompleks Percandian Batujaya justru menjadi oasis pariwisata sejarah di sisi utara Jawa Barat.
Dari sekian banyak candi, terdapat empat yang sudah dipugar dan menjadi objek wisata, yakni Candi Jiwa, Blandongan, Serut, dan Telagajaya. Pada proses pemugaran tersebut ditemukan pula benda-benda peninggalan peradaban Hindu-Buddha di Nusantara. Kini warisan sejarah tersebut sudah dipindahkan dan dipajang di Museum Situs Candi Jiwa. Maka selain candi, museum ini juga menjadi daya tarik tersendiri.
Candi Jiwa
Menurut warga sekitar, candi ini diberi nama jiwa karena proses penemuannya cukup mistis. Dulunya, unur atau gundukan tanah yang menutupi candi sering dilewati oleh kambing. Uniknya, beberapa kambing mati tanpa sebab yang jelas. Dari situ masyarakat menganggap tempat itu memiliki jiwa.
Candi Jiwa berbentuk tumpukan lempengan batu yang berukirkan relief Buddha, keramik, serta prasasti berisi mantra Buddha. Ini menunjukkan bahwa bangunan ini merupakan peninggalan agama Buddha. Apalagi bentuk utuhnya mirip bunga teratai yang kemungkinan bagian atasnya terdapat stupa seperti halnya Candi Borobudur.
Candi Blandongan
Berbeda dengan candi lain yang sudah rusak atau terpotong bagian atasnya, Candi Blandongan masih cukup utuh. Bentuknya persegi dengan ukuran 25×25 meter dan anak tangga pada setiap sisinya. Di bagian bawah candi terdapat lorong yang memisahkan antara bangunan dan dinding samping. Di tengah ada bangunan lagi dengan ukuran 12×12 meter. Presisi ukuran ini mencerminkan majunya peradaban saat itu.
Candi Serut
Setelah gundukan tanah diangkat, terlihat beberapa bagian bangunan yang sudah rusak cukup parah. Ada yang tingginya 6 meter, ada juga yang 8 meter. Namun situs ini masih memiliki daya tarik melalui ornamen dan arca yang berbentuk hewan dan manusia. Dilihat dari penampang luar, candi ini mirip dengan pondasi rumah dengan kamar-kamar, sumur, dan lantai papan di dalamnya.
Candi Sumur
Bangunan ini berbentuk persegi panjang dengan panjang sekitar 11 meter dan lebar sekitar 7,5 meter. Dinamakan Candi Sumur karena berupa sebuah kolam dengan kedalaman masih belum diketahui. Tebal dinding sebelah timur mencapai 4 meter dan di dinding lain 1,7 meter.
agendaIndonesia
****