Layang-layang Tali 4, Bermain Lawan Angin

layang-layang 4 tali bukanlah permainan iseng. Ia bahkan dikompetisikan di tingkat internasional

Layang-layang tali 4 atau Quadline Kite bukanlah permainan layang-layang biasa. Ini bukan jenis mainan senggang di sore hari, namun butuh ketrampilan yang mumpuni.

Layang-layang Tali 4

Permainan layang-layang sepintas tampak sederhana dan gampang. Tangan seperti tinggal menarik ulur benang atau kenur, sambil bersenang-senang melihat layang-layang bergoyang di angkasa. Ternyata tidak semudah itu. “Perlu tenaga, konsentrasi, ketrampilan, dan mengenali alam,” kata Mutiara Proehoeman, atlet layang-layang independen, yang dalam beberapa tahun terakhir ini aktif di berbagai festival layang-layang di berbagai negara.

Memainkan layang-layang model Quadline Kite atau layangan bertali empat seperti jenis Revolution, misalnya, pemain tidak hanya dituntut mahir mengocek kenur menahan angin, tapi juga harus kuat secara fisik dan mental. Ini jenis layangan olahraga, bisa terbang pada kecepatan angin 0–15 knot, tapi idealnya terbang pada sekitar 8-10 knot. Pada kecepatan itu, tarikan layangan bisa menyeret pemain kalau kuda-kudanya tidak kuat. Pemain biasanya juga menggunakan tangkai kemudi tali, dan kalau mungkin juga harness di badan untuk mengaitkan tangkai kemudi. “Harus diterbangkan di area terbuka luas sehingga minim risiko kecelakaan, karena pemain bisa terseret atau terbawa terbang,” kata Mutiara.

Ada berbagai model dan ukuran layangan Quadline Kite ini, dan masing-masing mempunyai karakteristik. Di pantai lebih cocok memainkan layangan ini karena biasanya kecepatan angin lebih stabil. Di berbagai kompetisi, para pemain diminta melakukan berbagai atraksi udara dalam jangka waktu tertentu. Bisa membentuk formasi angka 8, formasi lingkaran, dan lainnya. “Dalam enam menit bermain, saya biasanya melakukan 5–8 formasi,” ujar Mutiara tertawa.

Tantangan dan kenikmatan bermain Quadline akan sangat berbeda jika bermain dengan layang-layang tipe Dualline Kite, atau layangan bertali dua. Memainkan layang-layang tipe dua tali seperti Stunt Kite tidak terlalu menguras tenaga dibandingkan dengan layangan Revolution. Layangan Stunt Kite ini juga bisa dimainkan pada kecepatan angin 0 – 15 knot. “Bedanya, layangan dualline lebih ringan dan menyenangkan untuk dibuat tricking berbagai formasi atraksi udara,” ujar Mutiara yang kini tergabung dalam klub layang-layang Kite Bros yang berbasis di Singapura.

Di rumahnya di Jakarta Timur ia mempunyai 20 koleksi layangan modern berbagai jenis, dari yang bertipe Single Line (satu tali), dualline, hingga quadline. Dari yang seharga Rp 500 ribu hingga Rp 8 juta.

Mutiara lebih menggeluti bermain layangan modern. Layangan tradisional biasanya dibuat dari bahan-bahan sederhana seperti kertas dan bambu. Layangan modern biasanya dibuat dari bahan-bahan seperti kain parasut, bingkai rangkaian dari logam karbon, dan tali kenur berbahan sintetis yang kuat. Desainnya juga lebih beragam, dan komposisi masing-masing bagian telah dihitung secara matematis. “Sehingga bisa dimainkan untuk berbagai kategori angin,” ujarnya, yang berbelanja layang-layangnya mesti ke Singapura sebab hingga kini belum ada industri layang-layang modern di Indonesia.

Layang-layang tali 4 merupakan permainan yang membutuhkan skill yang mumpuni untuk dapat menguasai layang-layang yang menudara melawan angin.
Layang-layang tali 4 menjadi kesenangan karena memiliki tantangan dalam mengendalikannya. Foto: ilustrasi-unsplash

Selain menyenangkan, sensasi adrenalin ketika bermain yang membuatnya merasa terus keranjingan bermain layang-layang. Kalau layangan sudah terbang, rasanya tangan dan perasaan seperti ikut melayang. Tegang dan menyenangkan. “Saya bisa seharian bermain layangan, kalau tidak dingatkan, bisa sampe lupa makan,” katanya.

Ia pun melengkapi diri dengan sejumlah peralatan keselamatan untuk bermain, seperti sarung tangan, topi, kacamata, sepatu, hingga pelindung lutut. Menurutnya, bermain layang-layang juga tidak perlu memaksakan diri, jika angin dan kondisi lingkungan tidak memungkinkan sebaiknya tidak bermain.  Perlu area minimal sekitar 20 meter persegi untuk bermain secara nyaman, dan pada jenis-jenis layangan seperti parafoil perlu area yang lebih luas. “Bermain dari atap-atap gedung, seperti di Jakarta, sangat berbahaya, sebaiknya jangan dilakukan,” ujarnya. Dia juga tidak akan bermain ketika kecepatan angin telah lebih dari 15 knot, karena sangat berbahaya bagi layangan-layangan ukuran besar. 

Salah satu koleksinya yang istimewa, layangan NPW (Nasa Para Wing), tipe tali empat yang sangat populer di dunia. Bahannya dibuat dari parasut pesawat luar angkasa NASA, harganya Rp 4 juta.  Biasa dimainkan Mutiara di Lapangan Ancol atau Lapangan Jababeka, Bekasi, dua lokasi favoritnya bermain layang-layang di Jakarta. Selain Revolution dan Stunt Kite, koleksi lain di antaranya: layangan Rokkaku, layangan tipe satu tali yang sangat lincah buat manuver-manuver di udara; Delta, layangan berbentuk diamond, juga tipe satu tali; Wala, layangan tipe satu tali yang bisa dimainkan pada ruang tertutup maupun terbuka, ditangan Mutiara layangan bahkan bisa dimainkan ketika tidak ada angin sekalipun; Inflatable, layangan bertipe tiga dimensi seperti barongsai yang ia beli Rp 1,5 juta;  dan layangan Parafoil  tipe 4 tali yang biasanya digunakan oleh para pemula permainan Selancar Layang (Kitesurfing).  “Favoritku Wala dan Revolution,” ujar Mutiara, 32 tahun,  karyawan sebuah perusahaan energi swasta di Jakarta Selatan. 

Layang-layang telah membawa Mutiara mengunjungi berbagai negara, memenuhi undangan berbagai festival layang-layang. Ada beberapa festival layang internasional, di antaranya India International Kite Festival, Singapore International Kite Festival, Malaysia International Kite Festival, dan Thailand International Kite Festival. “Di Indonesia sendiri belum ada kompetisi layangan modern, yang ada baru festival-festival layangan tradisional,” ujarnya.   

agendaIndonesia/Wahyuana for TL