Pengantin Betawi hingga hari ini masih banyak yang menduga ia bagian dari budaya dan tradisi perkawinan Melayu. Sesungguhnya, adat pengantin Betawi merupakan pengaruh dari empat budaya: yakni Cina, Arab, Portugis juga Melayu. Ke empatnya menyatu dalam rias bakal maupun rias besar.
Pengantin Betawi
Mumpung sedang ulang tahun Jakarta, tak ada salahnya membicarakan budaya masyarakat Betawi. Salah satunya adalah adat istiadat perkawinam, dalam hal ini gaya pengantinnya.
Mungkin banyak yang mengira pengantin Betawi itu gayanya biasa-biasa saja. Seringkali pengantin pria dengan jas sedangkan pengantin perempuannya dengan gaun modern.Kadang yang membedakan adanya perkawinan dengan adat Betawi hanyalah sepesang ondel-ondel yang biasanya dipajang di depan rumah atau pagar, atau malah di ujung gang dekat tempat tinggal pengantin perempuan.
Informasi soal gaya pengantin Betawi kami peroleh dari Milla House milik Emma Amalia Agus Bisrie. Kolektor batik nusantara dan berbagai barang khas Betawi ini memang memiliki sederet busana Betawi dari masa ke masa. Di sana pengunjung bisa menemukan busana pengantin Betawi yang msih kental dengan unsur Cina.
Berupa blus satin dengan kerah Shanghai berwarna merah dengan bordir kembang dan burung hong di beberapa titik. Bagian bawah rok atau disebut kun, dibuat dari beludru hitam, dengan hiasan corak dari benang emas, termasuk renda emas di bagian bawahnya.
Teratai atau hiasan di dada pun dari beludru hitam dengan kepingan logam keemasan dalam bentuk kupu-kupu dan bunga. Tak lupa siangko yang menjadi hiasan kepala lengkap dengan tirai-tirai cadar wajah yang membuahkan kecantikan tersendiri. Selopnya bak alas kaki milik Aladin, bagian depannya melengkung. Diberi nama sepatu kasut.
Alas kaki serupa juga yang dikenakan pengantin pria. Hanya busananya lebih condong ke model busana Timur Tengah. Di bagian dalam dikenakan gamis kemudian selempang berbordir. Selanjutnya ditutup jubah panjang dari beludru yang bertaburan bebatuan. Topinya mirip punya Aladin. Bulat dan padat dengan untaian kembang melati di salah satu sisinya.
Perpaduan berbagai budaya dari luar memang menjadi ciri khas Suku Betawi. Hingga menyusup dalam soal busananya. “Busana Pengantin Betawi pun merupakan campuran dari Cina, Arab dan Portugis,” ujar Emma Amalia Agus Bisrie.
Ada dua jenis busana pengantin khas Betawi, yakni Rias Bakal atau saat akad nikah dan Rias Besar saat resepsi. Rias Bakal tidak banyak mengalami perubahan. Namun tetap unik karena benar-benar campuran berbagai bangsa dan daerah.
Untuk perempuan, misalnya di bawah mengenakan songket, dengan pilihan songket Palembang, Padang atau Medan. Terutama yang bermotif tombak atau pucuk rebung.
Bagian atasnya dikenakan baju kurung dari sutera atau beludru, dengan hiasan tabur dan benang emas. Di pundaknya dikenakan juga hiasan dada yang disebut teratai itu, sama seperti model awal, dibuat dari beludru dengan hiasan kepingan logam keemasan.
Ini masih dilengkapi perhiasan kerabu alias anting-anting, sunting yang digantungkan ditelinga, siangko dengan cadar tirainya. Ditambah kroon atau mahkota dan 9 atau 11 tusuk konde kembang goyang. Yang khas adalah di bagian kening dibuat goresan bulan sabit.
Busana akad nikah pria yang diberi nama Jas Kain Serebet cenderung sederhana. Sarung Samarinda, Plekat atau Bugis di bagian bawah, kemeja putih dan jas dengan hiasan bunga ros dan anggrek di dada, tapi kadang hanya sebuah saputangan warna merah, plus peci di bagian kepala.
Busana Rias Besar atau resepsi lah yang mengalami perkembangan dari masa ke masa. Busana model Cina yang disebut di awal merupakan busana yang pertama-tama muncul dalam resepsi pernikahan ala Betawi dan disebut Rias Besar Dandanan Care Pengantin Cine.
Sang pria pada masa itu mengenakan Care Haji yang memang diadaptasi dari pakaian Timur Tengah atau busana haji. Ada jubah, alpie atau topi bulat, gamis, dan selempang tanda kebesaran. Dikenakan dari pundak kiri ke pinggang kanan, yang bermakna hal manusiawi jika orang cenderung memilih jalan ke kiri atau melakukan kesalahan, tapi selanjutnya harus ditarik ke kanan, menuju kebenaran.
Pada 1980-an orang cenderung lebih modern. Walhasil, busana pengantin perempuan dibuat dari bahan organdi dan lebih kental dengan unsur Barat.
Rok terbagi dua bagian, bagian dalam yang menyerupai sarung dengan bagian tengahnya dibuat bordir kerancang, sedangkan rok kedua dibuat lebar.
Busana atas lebih mirip blus biasa hanya penuh dengan payet dan bordir. Hanya hiasan teratai, siangko, macam-macam tusuk konde seperti kembang goyang, kembang rumput, Lam, dan lain-lain masih tetap dimunculkan. Sementara pengantin pria masih setia dengan model Care Haji, hanya muncul dalam variasi warna berbeda.
Beruntung, akhir-akhir ini orang cenderung kembali gandrung pada model tradisional meski dikemas modern. Koleksi busana pengantin milik Milla House menunjukkan perkembangan tersebut. Dua koleksinya, lebih modern namun tetap kental dengan tradisi. Sang perempuan dengan kebaya kerancang nan cantik. Dipadu dengan rok lurus di bagian dalam dan tambahan kiri-kanan yang melebar.
Semakin kinclong dengan hiasan siangko bercadar, mahkota, sunting di telinga, selain juga anting kerabu, dan aneka tusuk konde, seperti kembang goyang, tusuk Lam, kembang rumput. Ada pula dengan rok lebar tapi masih memunculkan corak-corak batik lawas, seperti pucuk rebung dalam hiasannya.
Yang tidak berubah banyak tentunya hiasan di dada dan sanggul buatan (sanggul khas pengantin Betawi yang menggunakan cemara panjang dan dibentuk seperti stupa yang di dalamnya diisi irisan daun pandan) beserta hiasan kepalanya. Yang dua itu memang masih Betawi banget.
Jika suatu saat hendak menikah atau menikahkan putra-putrinya, mungkin bisa mengagendakan dengan gaya pengantin Betawi.
agendaIndonesia/TL/Rita/Aditya/Milla House
*****