Dowa Bag Yogyakarta, Tas Rajut Premium Asli

dowa bag

Dewasa ini, produk tas rajut buatan tangan sudah menjadi salah satu fashion item yang trendy dan terkenal, bahkan hingga ke mancanegara. Beberapa pengrajin dan pebisnis produk semacam ini di Indonesia pun ikut terangkat popularitasnya, dengan salah satu merk yang paling populer saat ini adalah Dowa Bag Yogyakarta.

Buat wisatawan manca negara maupun wisatawan lokal, Dowa Bag sudah menjadi salah satu alternatif pilihan oleh-oleh jika berkuncung ke kota pelajar ini. Harganya memang tidak masuk kategori murah, namun cukup layak untuk kualitas produknya. Jika beruntung, konsumen yang berkunjung ke gerai produk ini bisa mendapatkan produk desainnya mirip namun kualitasnya sama dengan merek berbeda.

Jangan salah. Ini bukan produk tiruan atau KW. Ini justru produk kualitas ekspor. Biasanya sisa ekspor ke Italia yang masih ada. Tentu, kadang pengunjung tidak bisa memilih warna atau desain. Namanya juga sisa ekspor. Tapi untuk koleksi tas, rasanya warna bukan satu-satunya pertimbangan bukan?

Awal Mula Dowa Bag Yogyakarta

Bermula dari Delia Murwihartini, seorang ibu rumah tangga yang memulai usaha kecil-kecilan untuk mengisi waktu luangnya dengan membuat tas rajut dan menjualnya kepada tetangga sekitar sejak tahun 1989. Mulai laku dan diminati, para tetangga pun ikut tertarik untuk membantu membuat tas-tas ini dan tak lama kemudian bisnis semakin berkembang. Produk tas ini kemudian dinamakan Dowa, yang dalam bahasa Sansekerta berarti doa.

Awalnya, tas-tas ini dijajakan di area penginapan turis di kawasan Prawirotaman, dimana target konsumen yang disasar merupakan turis baik domestik maupun luar negeri yang mencari barang-barang kerajinan tangan sebagai oleh-oleh. Ternyata kemudian tas-tas Dowa banyak diminati oleh berbagai turis, bahkan pada perkembangannya ada beberapa turis asing yang memborong tas dalam jumlah tertentu untuk kemudian diedarkan dan dijual di negara asalnya. Sontak popularitas Dowa meningkat drastis dan permintaan dari dalam maupun luar negeri terus bertambah. Pada prosesnya, Dowa kemudian bekerja sama dengan beberapa brand luar negeri seperti The Sak dan The Read’s untuk distribusi produk ke pasar Eropa dan Amerika.

Kemudian untuk memenuhi permintaan di area domestik yang juga meningkat, dibukalah showroom dan workshop pusat di kawasan Godean, dimana selain melayani pembelian tempat ini juga menjadi pusat pembuatan produk-produk Dowa. Konsumen bisa melihat langsung bagaimana proses tas dan fashion item lainnya dibuat secara handmade oleh para pengrajin asli Yogyakarta. Lalu belakangan, untuk bisa menjangkau lebih banyak lagi konsumen, beberapa cabang outlet turut dibuka seperti di kawasan Mangkubumi yang dekat dengan Tugu Yogyakarta, serta di beberapa hotel seperti hotel Inna Garuda, hotel Novotel Yogyakarta dan Solo.

Selain lokasi bisnis yang berkembang, produk-produk pun ikut dikembangkan dengan beragam varian. Selain tas wanita yang menjadi produk unggulan, kini Dowa juga memproduksi dompet, clutch, scarf, aksesoris seperti pouch, gantungan kunci, bahkan produk tas untuk pria. Tak hanya itu, Dowa kini tidak cuma berfokus pada tas rajut saja, tapi Dowa juga mulai memasarkan tas-tas berbahan kulit, kanvas dan rotan dengan kualitas yang sama-sama premium serta desain yang tak kalah unik.

Harga sendiri beragam, bergantung dari bahan yang digunakan, serta motif dan desain. Tas rajut misalnya, berkisar antara Rp. 650.000,00 hingga Rp. 1.200.000,00. Kemudian untuk dompet, clutch serta pouch dihargai dari Rp. 125.000,00 sampai Rp. 650.000,00. Adapun produk lain seperti tas kanvas dijual mulai Rp. 700.000 hingga Rp. 1.100.000,00 serta tas kulit berkisar dari Rp. 550.000,00 sampai Rp. 1.400.000,00. Harga yang tergolong premium, namun sesuai dengan target pasar yang premium pula dengan desain yang unik dan kualitas handmade yang apik.

Showroom pusat dan cabang outlet Dowa Bag buka setiap hari dari jam 08.00 pagi hingga jam 17.00 sore. Untuk info lebih lanjut bisa menghubungi (0274) 6497555, via email di dowa@dowabag.co.id atau mengunjungi situs resmi di dowabag.co.id.

Dowa Bag

Showroom & factory: Jl. Godean km. 7, telp. (0274) 6497555

Outlet Mangkubumi: Jl. Mangkubumi no. 125, telp. (0274) 6429681

Outlet Inna Garuda: Jl. Malioboro no. 60, telp. (0274) 566322

Outlet Novotel Yogyakarta: Jl. Jend. Sudirman no. 89, telp. (0274) 521169

Outlet Novotel Solo: Jl. Slamet Riyadi no. 272, telp. (0271) 740242

Desa Wisata Kasongan Yogya, 1 Sentra Kerajinan Gerabah

gerabah kasongan

Desa wisata Kasongan Yogya adalah salah satu tujuan wisata bagi wisatawan yang mengunjungi kota pelajar ini. Ia tumbuh menjadi sentra kerajinan gerabah. Dari barang perabot sehari-hari, hingga barang seni.

Desa Wisata Kasongan Yogya

Desa Wisata Kasongan yang berada di kawasan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, ini merupakan pusat kerajinan gerabah yang terkenal. Selama puluhan tahun telah menghasilkan beragam jenis kerajinan gerabah dalam bentuk barang-barang seperti guci, meja, kursi, peralatan makan dan minum, patung hingga peralatan kecil seperti tempat pensil, wadah lilin, asbak dan lain lain.

Barang-barang itu kini dikenal luas dan dicari tidak hanya dari konsumen dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Setiap harinya ratusan pengrajin memproduksi barang-barang kerajinan di beberapa workshop yang terletak berjejer di kanan kiri jalan area desa ini.

Di mana sesungguhnya letak Desa Kasongan? Bagi mereka yang tinggal di Yogya, atau setidaknya pernah menetap di kota ini, tentu paham letaknya. Namun, bagi yang tidak, mungkin ada baiknya mempelajari rute menuju ke desa ini.

Setidaknya ada dua jalur utama menuju ke Kasongan. Pertama, jalan dari kota Yogyakarta menuju ke Kabupaten Bantul. Dan, ke dua, adalah melalui jalan Parangtritis. Dari arah Yogya, ke dua jalur ini bisa ditandai dari benteng yang menyelimuti Kraton Yogyakarta.

Jalur ke Bantul biasanya menggunakan ancar-ancar pojok Benteng Barat, atau orang Yogya menyebutnya Jokteng Kulon. Sedangkan jalan ke arah Parangtritis bisa dimulai dari pojok Benteng Timur atau biasa disebut Jokteng Timur.

Desa Kasongan ini berimpit dengan wilayah lain yang menghasilkan kerajinan dari bahan kulit. Namanya Desa Manding. Di sisi lain, Desa Kasongan juga dekat dengan area pengrajin wayang kulit, atau biasa dikenal sebagai kerajinan tatah sungging.

Area Kasongan ini sendiri pada awal mulanya menjadi tempat pengrajin gerabah setelah para penduduk pendatang mendapati area ini kosong ditinggal penghuni sebelumnya. Selain para penduduk baru ini mulai bekerja mencari penghasilan dari bercocok tanam dan mengelola lahan sawah yang ditinggalkan, ada pula yang kemudian mencoba berkreasi membuat barang-barang dari tanah liat.

Pada awalnya barang-barang yang dibuat merupakan barang kebutuhan sehari-hari seperti perlengkapan dapur, namun lambat laun kreasi gerabahnya mulai berubah. Mereka merambah ke barang-barang kesenian lainnya seperti guci, patung dan sebagainya.

Bahkan pada perkembangannya pada tahun 1970-an, salah satu seniman kenamaan Yogyakarta Sapto Hudoyo turut membantu menggalakkan usaha kerajinan gerabah ini. Ia mengajarkan bahwa gerabah juga adalah produk kesenian. Ia mempunyai nilai seni. Dari situ kemudian para pengrajin mulai bereksperimen dan mengombinasikan dengan beberapa bahan lainnya seperti batok kelapa, bambu, kayu dan lainnya sebagai tambahan hiasan atau ornamen tertentu.

Salah satu kelebihan lokasi sentra kerajinan ini adalah konsumen bisa mendapatkan harga yang relatif lebih murah. Ini jika dibandingkan orang harus mencari barang-barang kerajinan di tempat-tempat lainnya. Dan lebih mudah untuk menawar secara langsung.

Harga barang-barangnya sendiri bervariasi, mulai dari puluhan ribu Rupiah untuk barang kecil seperti tempat pensil, patung kecil dan lainnya hingga jutaan Rupiah untuk barang yang lebih besar seperti guci, pot bunga atau wuwung, sebuah hiasan dengan berbagai corak dan motif yang biasanya diletakkan di atas atap rumah. Harga juga tergantung berdasarkan ragam motif yang dimiliki oleh barang tersebut, meskipun tersedia juga barang-barang seperti guci yang dibiarkan polos atau hanya dicat sederhana untuk memberikan kesan sentuhan akhir yang lebih natural dan original.

Selain bisa berbelanja ragam barang kerajinan gerabah, tersedia juga layanan tour dimana tamu bisa melihat langsung bagaimana proses pembuatannya, bahkan juga ikut mengikuti kursus singkat bagaimana membuat barang dari tanah liat di ruangan-ruangan workshop tersebut.

Kios-kios dan galeri di Kasongan biasanya melayani konsumen dari jam 9 pagi hingga jam 9 malam. Kini kios-kios tersebut dikelola oleh Unit Pelayanan Teknis (UPT) Koperasi Seni Kerajinan Kasongan Setya Bawana yang berada langsung di bawah naungan Dinas Perindagkop Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi via telpon di (0274) 370549 atau (0274) 413340.

Rumah Oleh-Oleh Gudeg Kaleng Bu Lies Sejak 1990

Sentra Gudeg Wijilan juga tempat untuk mencari oleh-oleh, di antaranya gudeg dalam kaleng.

Rumah oleh-oleh gudeg kaleng Bu Lies adalah rumah makan sekaligus toko oleh-oleh gudeg kaleng yang terletak di kawasan Jalan Wijilan, sebelah timur Alun-alun Utara, kota Yogyakarta. Area ini kerap dikenal sebagai kampung Wijilan, atau sering juga disebut Sentra Gudeg Wijilan.

Rumah Oleh-oleh Gudeg Kaleng

Sentra Gudeg Wijilan adalah di mana banyak penjual gudeg yang telah menjajakan makanannya di sepanjang jalan ini sejak tahun 1940-an. Gudeg Bu Lies sendiri sudah eksis sejak tahun 1990-an dan kini menjadi salah satu restoran gudeg terpopuler di area ini.

Namun salah satu yang membuat restoran gudeg ini unik adalah salah satu produk yang mereka tawarkan, yakni gudeg kaleng. Ide gudeg kaleng ini adalah gudeg yang mampu awet dan tahan lama, karena banyaknya konsumen yang membeli gudeg bukan hanya untuk disantap langsung tetapi juga untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh.

Gudeg kering seperti yang biasa dijual di sini biasanya hanya bertahan sekitar 1 hari, membuatnya agak sulit untuk dijadikan oleh-oleh. Oleh karenanya, Gudeg Bu Lies berinovasi dengan gudeg kaleng, dimana gudeg yang dikemas di dalam kaleng ini mampu awet hingga 1 tahun. Inovasi ini pertama dilakukan pada tahun 2011, lewat pengetesan yang juga dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Setelah menemukan metode yang sesuai, pada tahun 2012 produk ini resmi dijual secara umum.

Gudeg sendiri merupakan masakan yang menggunakan nangka muda atau yang dalam istilah Jawa lazim disebut gori. Setelah diramu dengan bumbu-bumbu dan dimasak di atas tungku bakar, gudeg ini dimasukkan ke dalam kaleng yang sebelumnya telah disterilisasi terlebih dulu. Kemudian dilakukan proses pasteurisasi saat kaleng masih terbuka dan setelah ditutup, untuk memastikan bakteri-bakteri yang membuat makanan basi telah dinetralisir. Setelah dikarantina selama 10 hari, produk akhirnya siap untuk dijual kepada konsumen. Proses panjang ini juga memastikan bahwa gudeg kaleng tidak menggunakan bahan pengawet apapun, agar tetap layak dikonsumsi dan juga tidak mengurangi kualitas serta rasa asli dari gudeg. Tak lupa, gudeg kaleng ini pun juga telah bersertifikat halal dari MUI.

Tersedia beberapa jenis varian dari gudeg kaleng, seperti gudeg kaleng tahu telur, ayam, ayam telur, sambal krecek, vegetarian dan mercon bagi yang menyukai sensasi pedas. Harganya berkisar dari Rp. 30.000,00 hingga Rp. 40.000,00, dan dikemas dalam kaleng yang kecil dan mudah untuk dibawa. Gudeg Bu Lies buka setiap hari dari jam 5 pagi hingga jam 10 malam.

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi (0274) 450164, serta bisa mengunjungi website resmi www.gudegbulies.com.

 

Cabang-cabang:

– Jl. Wijilan no. 5, telp. (0274) 450164

– Jl. Wijilan no. 5b, telp. (0274) 412294

– Jl. Gamelan no. 26, telp. (0274) 417444

Oleh-Oleh Bakpia Kurnia Sari Yogyakarta

Toko Nusa Indah juga mnyediakan Bakpia Kurnia Sari dari Yogakarta

Oleh-oleh Bakpia Kurnia Sari adalah toko yang menjajakan bakpia khas Yogyakarta. Berbeda dengan banyak pendahulunya di kota pelajar ini, toko bakpia tidak menggunakan angka sebagai merek dagangannya.

Oleh-oleh Bakpia Kurnia Sari

Oleh-oleh Bakpia Kurnia Sari adalah toko yang menjajakan bakpia khas Yogyakarta. Ada  berbagai pilihan rasa seperti keju, kacang hijau, susu, coklat, kumbu hitam, tiramisu, kopi, ubi ungu, durian susu dan green tea. Bakpia Kurnia Sari  Yogyakarta pun kini memiliki  beberapa cabang seperti di kawasan Gelagahsari, Kaliurang, Godean, Pogung dan lain lainnya.

Bakpia Kurnia Sari bermula pada tahun 1996, ketika bisnis bakpia mulai populer dan menjadi penganan oleh-oleh yang paling diburu para wisatawan dan pelancong ke kota Yogyakarta. Awalnya bakpia yang dijual hanya 5 buah dalam sebungkus kemasan dan dititipkan pada sejumlah toko oleh-oleh Yogyakarta dan pasar serta dijajakan lewat metode door to door. Lama kelamaan produk ini semakin laku dan populer sejak tahun 2000-an dan akhirnya menjadi salah satu merek bakpia terpopuler di Yogyakarta.

Salah satu alasan mengapa Bakpia Kurnia Sari menjadi salah satu bakpia terpopuler adalah bentuknya yang lebih besar dari bakpia kebanyakan. Ini yang kemudian menjadi keunikan dan ciri khas bakpia ini.

Selain itu teksturnya yang lebih lembut dan tipis memberikan kenikmatan yang berbeda dari bakpia lain, yang biasanya cenderung lebih renyah dan berkulit tebal. Dan dengan metode khusus yang mereka aplikasikan pada proses pembuatannya membuat bakpia ini awet hingga 10 hari di luar kulkas dan sekitar 2-3 minggu jika dimasukkan ke dalam kulkas.

Harga Bakpia Kurnia Sari berkisar dari Rp 52 ribu hingga Rp  65 ribu dengan isi bakpia 15 buah per kemasan. Selain jenis-jenis rasa yang disebut di awal, tersedia juga varian mix 3 rasa seperti rasa keju, coklat dan kacang hijau. Keju dan kacang hijau sendiri biasanya merupakan varian yang paling laku dan dicari oleh konsumen. Lain daripada bakpia, toko ini sekarang juga menjual produk lain seperti ampyang, gula jawa dan produk-produk UKM lainnya.

Toko-toko mereka biasa buka dari jam 9 pagi hingga jam 8.30 malam, dengan toko pusat/pabrik di Gelagahsari tutup lebih awal di jam 5.30 sore. Karena ramainya konsumen, demi mencegah kehabisan direkomendasikan untuk memesan terlebih dulu.

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi (0274) 625279 atau via email: support@kurniasari.co.id

 

Cabang-cabang:

– Jl. Gelagahsari no. 91C (toko pusat), telp. (0274) 380502

– Jl. Gelagahsari no. 112, telp. (0274) 375030

– Ruko Permai, Pogung Lor no. 6-7, Jl. Ring Road Utara, telp. (0274) 625279

– Jl. Godean no. 23 Km. 5, telp. (0274) 5014587

– Jl.Kaliurang Km. 14,5, telp. (0274) 2861433

– Jl.Kusumanegara no. 5, telp. (0274) 2924224

Bakpia Kukus Tugu Jogja, 1 Oleh-oleh Unik

bakpia yogya di antaranya bakpia kukus tugu jogja

Bakpia Kukus Tugu Jogja adalah toko oleh-oleh dari Yogyakarta yang menjajakan bakpia dengan gaya yang baru dan berbeda. Kalau biasanya bakpia pada umumnya dibuat dengan cara dipanggang atau dioven.

Bakpia Kukus Tugu Jogja

Bakpia Kukus Tugu Jogja adalah toko oleh-oleh dari Yogyakarta yang menjajakan bakpia dengan gaya yang baru dan berbeda. Kalau biasanya bakpia pada umumnya dibuat dengan cara dipanggang atau dioven, toko ini menjual bakpia yang dibuat dengan cara dikukus dan menggunakan isian berbahan pasta lembut. Alhasil bakpia ini memiliki cita rasa yang unik, dengan tekstur yang lebih lembut dan halus, sesuatu yang belum pernah ada dan berbeda dari bakpia umumnya.

Bakpia kukus sendiri memiliki beberapa varian. Untuk jenis kulit atau bagian luar dari bakpia tersedia varian original dan coklat, sedangkan untuk pilihan rasanya tersedia varian rasa keju, coklat, kacang hijau dan kacang merah. Semuanya dikemas dalam 1 kotak yang masing-masing berisi 10 buah bakpia, dengan banderol harga Rp. 33.000,00.

Bakpia Kukus Tugu Jogja awalnya membuka tokonya di kawasan jalan Kaliurang, namun perlahan kemudian membuka cabang-cabang lainnya seperti di kawasan Lempuyangan, Tugu, jalan Solo serta sebuah gerai di area Malioboro Mall. Tokonya sendiri berusaha menampilkan suasana dan tema tradisional ala Yogyakarta, lengkap dengan pernak pernik seperti angkringan, sepeda onthel, becak serta miniatur Tugu Jogja.

Untuk informasi lebih lanjut bisa menghubungi call center di 1500625 dan via WhatsApp di nomor 08111500625, serta bisa mengunjungi website resmi di http://bakpiakukustugu.co.id.

Cabang-cabang Toko:

– Jl. Kaliurang Km. 5,5 no. 10A

– Jl. Solo Km. 9 no. 3

– Malioboro Mall, Jl. Malioboro no. 52-58

– Stasiun Lempuyangan

– Stasiun Tugu

Jadah Mbah Carik, 1 Kuliner Tradisional Yogyakarta

jadah tempe mbah carik

Jadah Mbah Carik seperti sebuah syarat sahnya seseorang berkujung ke kawasan wisata Kaliurang di utara Yogyakarta. Penganan dari nasi ketan putih ini biasanya disantap dengan tempe bacem yang legit. Paduan yang bikin kangen.

Jadah Mbah Carik

Warung Jadah Tempe Mbah Carik Kaliurang adalah kedai makanan tradisional jadah dan tempe bacem yang berada di kawasan Kaliurang, Yogyakarta. Makanan yang disajikan adalah penganan tradisional seperti jadah, tempe bacem, tahu bacem dan wajik, serta biasanya makanan ini juga disajikan dengan teh hangat.

Usaha Jadah Tempe ini bermula dari sepasang suami istri yang awalnya berjualan tempe, tahu dan pecel di sekitar Kaliurang, tepatnya di area Telogo Putri. Lambat laun makanan yang dijajakan mulai lebih beragam, termasuk jadah yang kemudian hari akan menjadi sajian khas. Usaha kuliner ini menarik perhatian istri Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada saat itu, dan tak lama kemudian Sultan sendiri yang datang menyambangi warung tersebut untuk mencoba makanan-makanannya.

Ternyata Sultan amat menyukai jadah tempe, hingga menjadikannya sebagai salah satu menu istimewa di Keraton, bahkan jadah tempe turut populer di kalangan warga dan kerabat Keraton. Kerap menjadi langganan, Sultan kemudian memberi usul nama Jadah Tempe Mbah Carik, karena sang suami merupakan seorang carik di desa tempatnya tinggal. Dari situlah nama tersebut digunakan hingga sekarang dan bisnis jadah tempe semakin melesat, mengukuhkannya sebagai salah satu kuliner tradisional Yogyakarta.

Jadah sendiri merupakan sebuah penganan yang dibuat dari beras ketan yang kemudian dikukus bersama dengan parutan kelapa. Setelah matang jadah ditumbuk dan dibentuk mengotak atau melingkar sebagai pasangan makan tempe bacem. Tempe dan tahu bacemnya sendiri masih dimasak dengan cara tradisional, menggunakan dandang dan tungku kayu bakar. Perpaduan keduanya, dengan tekstur lembut dan rasa gurih jadah serta tempe yang terasa manis dan legit ketika dimakan dalam satu tangkup, memberikan pengalaman tersendiri yang berbeda dari kuliner-kuliner lainnya. Harganya sendiri sangat terjangkau, dengan Rp. 10.000,00 sudah bisa mendapatkan 5 buah jadah dan 5 buah tempe bacem. Warung ini buka dari jam 6 pagi hingga jam 6 sore.

 

Toko:

Jl. Astomulyo, Simpang Lima Wara Kaliurang, Telp. 081328052182

Jl. Kaliurang Km. 12,5, Telp. 081578558388

3 Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko Masuki Normal Baru

Candi Borobudur

Tiga kawasan Candi: Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko mulai dibuka untuk umum dengan menjalankan protokol kesehatan era normal baru.

PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko (Persero) (PT TWC)  selaku pengelola kawasan Candi Borobudur, Candi Prambanan dan Candi Ratu Boko menjalankan protokol kesehatan untuk memasuki era normal baru. Pengelola 3 candi ini sudah melakukan simulasi penerapan protokol kesehatan sejak 1 Juli 2020.

Berdasar informasi dari Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, para wisatawan yang akan berkunjung diatur mulai dari tempat kedatangan hingga pintu keluar Kawasan Candi Borobudur dan Ratu Boko. Papan-papan informasi tentang tata cara pencegahan COVID-19 juga terpasang diberbagai sudut kawasan. Mulai dari penggunaan masker, cuci tangan, juga pemberlakuan social distancing (penjarakan sosial) maupun physical distancing (penjagaan jarak antarorang). 

Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan kawasan Ratu Boko senantiasa menjadi saksi bisu tentang zaman yang terus-menenus berganti. Bahkan betapa pandemi telah mengubah cara manusia dalam memandangnya sebagai sebuah destinasi wisata.

Ke tiga kawasan wisata ini telah melewati beragam zaman, ribuan generasi, berabad lamanya menyaksikan perubahan yang tak pernah berhenti. Hingga lahir era normal baru sebagai adaptasi atas pandemi.

Protokol Kesehatan Candi Borobudur

Pintu Masuk Candi Borobudur
Pemeriksaan suhu di pintu masuk Candi Borobudur

Normal baru yang mengharuskan semua pihak untuk wajib memperhatikan protokol kesehatan, termasuk bagi yang ingin berkunjung ke dalamnya. Protokol kesehatan yang mengutamakan kebersihan, kesehatan dan keamanan juga diterapkan secara ketat di Kawasan Candi Borobudur yang berada di Jawa Tengah, Candi Prambanan yang berada di Jawa tengah dan Daerah istimewa Yogyakarta (DIY),  dan kawasan Candi Ratu Boko di DI Yogyakarta.

Sejumlah protokol kesehata yang dijalankan, misalnya saat hendak masuk kawasan, wisatawan akan dicek suhu tubuhnya terlebih dahulu. Bagi wisatawan dengan suhu di bawah 37,5 derajat diberi stiker warna hijau, kemudian pengunjung dengan suhu di atas 37,5 sampai 37,8 derajat diberi stiker warna kuning. Untuk pengunjung dengan suhu di atas 37,8 akan diberi stiker warna merah.

Sebelum sampai lokasi pembelian tiket, wisatawan dianjurkan untuk cuci tangan dan melewati ruang atau bilik suci hama (disinfection chamber) yang aman bagi pengunjung. Loket-loket tiket masuk masih dibuka, hanya saja wisatwan yang hendak membeli tiket melakukannya dengan antrian sesuai protokol jaga jarak.

Untuk pembelian tiket, wisatawan juga dianjurkan untuk menggunakan metode nontunai. Begitupun, pengelola juga masih melayani bagi para wisatawan yang akan membeli tiket dengan cara tunai. Selain pembelian secara langsung, calon pengunjung juga bisa membeli tiket secara online melalui situs ticket.borobudurpark.com.

Setelah mendapatkan tiket, pengunjung bisa memasuki kawasan candi yang dibuka dari pukul 08.00–16.00 WIB, sedangkan Ratu Boko beroperasi dari pukul 09.00–16.00 WIB. Dalam kurun waktu tersebut ada jeda istirahat selama satu jam untuk membersihkan semua peralatan protokol kesehatan yang telah digunakan oleh wisatawan.

PT TWC memberlakukan pembatasan jumlah pengunjung maksimal 1500 pengunjung setiap harinya. Ini adalah 25 persen dari kapasitas kunjungan setiap harinya. Sedangkan untuk wisatawan yang ingin melihat lebih dekat Candi Borobudur hanya diperbolehkan sampai plataran candi atau Zona 1 yang dibatasi sebanyak 140 pengunjung per jam.  

Wisatawan juga bisa mengeksplorasi keindahan kawasan candi dengan berjalan kaki, menggunakan sepeda yang disewakan pihak pengelola atau berkeliling yang lebih dikenal dengan sebutan “Tayo” dan dibandrol seharga Rp15 ribu perorang.

Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio mengajak seluruh pihak, termasuk masyarakat dan industri pariwisata dan ekonomi kreatif untuk turut serta dalam kampanye “Indonesia Care” dengan melaksanakan pengelolaan tempat usaha dan wisata yang memastikan sanitasi, higienitas, dan pelayanan tanpa kontak langsung. 

Pelaksanaan protokol sangat penting dan strategis untuk dilaksanakan sebaik-baiknya dengan melibatkan pengusaha, konsumen, dan masyarakat. 

Dengan upaya ini diharapkan sektor yang sudah dibuka dan yang akan dibuka siap melaksanakan protokol kesehatan dengan baik. Sektor pariwisata dan ekonomi kreatif bisa kembali bergerak dan produktif, namun tetap aman dari COVID-19. 

“Sehingga saat nantinya sudah ada keputusan untuk kembali dibukanya satu destinasi, kegiatan di dalamnya dapat berlangsung dengan baik namun tetap aman dari COVID-19,” kata Wishnutama. 

****

Melawat ke Kaki Langit Pantai Selatan Yogyakarta

andi prasetyo mangunan 7

Deru mesin motor yang saya tumpangi mengaum di ketinggian 390 mdpl di atas Bukit Mangunan, Bantul – 29 kilometer dari Titik Nol Kilometer Kota Yogyakarta. Ini bagian dari perjalanan kami menyusuri pantai Selatan Yogyakarta.

Motor menyusuri jalanan, membelah bukit kapur di sisi tenggara kota. Saya mengejar dari belakang, merangkak di sudut berkemiringan 45 derajat, dengan napas tersengal-sengal. Azan subuh belum berkumandang. Namun sudah berkeringat. Embun yang turun tak kunjung bikin sejuk.

Tak jauh setelah mencapai puncak, motor teman saya tadi belok ke lahan lapang. Bekas roda-roda menggilas tanah menjadi tanda bahwa kawasan ini diperuntukkan buat parkir. Motor menepi, mesin berhenti. Suasana nyenyat dan sepi. Cuma terdengar derik garenpung—serangga hutan.  “Masih kepagian,” ucapnya.

Bukit Pinus Dekat Pantai Selatan Yogyakarta

Saya merogoh kantong, menemukan ponsel, memencet tombol flash. Penerangan yang tak seberapa itu menuntun kami menyeberang masuk ke hutan pinus Mangunan. Sambil meraba-raba jalan, saya berkali-kali menabrak pohon. Seperti uji nyali dan sedikit merasa repot. “Tak apa, demi sunrise yang menawan,” ujarnya menghibur.


Kami berjalan 300 meter dari gerbang, ke arah utara, sambil menebak-nebak lokasi terbaik untuk menyaksikan matahari muncul. Saya lantas menemukan tempat yang cukup lapang. Di sana, ada banyak bangku alam yang dibentuk dari potongan kayu, ditata berundak-undak.  

“10 tahun lalu,” teman tadi membuka perbincangan. “Tak pernah terbayang Mangunan bakal jadi destinasi yang begitu tenar seperti sekarang,” katanya. Sebab, dulu, sepotong tanah tandus, yang berhasil ditumbuhi tanaman paku itu kemolekannya tertutup jalanan berbatu. Bahkan sewaktu masa kolonial, jalur yang menghubungkan Bantul dan Gunungkidul ini hanya dijadikan sebagai lokasi pembuangan bangkai ternak atau jalur rahasia bagi yang ingin melarikan diri dari kejaran Belanda serta Jepang. 

Pada akhir 1990-an hingga awal 2000-an, ketika era potret dua dimensi mulai naik daun, para juru foto menaikkan pamor hutan. Gambar-gambar lanskap pinus diviralkan melalui beragam media. Satu per satu pelancong datang karena penasaran. Beberapa jurnal perjalanan marak dibuat. Para penulisnya bertutur bahwa tempat ini menjadi salah satu lokasi terbaik menikmati matahari terbit. Apalagi, dari sana, tampak semu-semu Kota Yogyakarta diapit perbukitan Menoreh. Cahaya yang muncul di sudut timur mampu menimbulkan pantulan keemasan di atas kota yang bersahaja itu.

Lama kami bertukar kisah, langit berangsur-angsur kebiruan. Tanah yang semula gelap seketika menunjukkan warna asli. Tempat kami duduk-duduk mulai kelihatan wujudnya. Ada panggung berukuran 6 x 10 meter di depan. Ah, ini ruang pertunjukan yang beberapa waktu lalu mendunia lantaran diunggah akun internasional 9GAG. Juga sempat hit karena dipakai konser beberapa musikus indie ternama. 

Kabut meluruh, matahari membuncah. Teman saya bersiul-siul meniru liukan pipit, menyambut selaksa awan yang turun pelan-pelan. Hutan berangsur-angsur riuh. Orang-orang berdatangan. Suaranya menggema, menyaru gemuruh daun. Beberapa berbisik. Katanya, mereka merasa berada di Forks, Washington, atau kota-kota kecil lain di Evergreen State. Tak ingin kehilangan momen, satu per satu ripuh mengeluarkan alat bidik, memotret lanskap dari beragam sudut. 

Pantai Parangtritis Yogyakarta
Pantai Parangtritis Yogyakarta

Kami memilih mencari spot sepi, bergerak ke area lebih dalam. Melangkah ke ujung hutan, saya dipertemukan dengan taman bunga matahari dan rumah kayu yang bertengger di atas pohon. Ada dua tingkat yang bisa dinaiki maksimal empat orang.“Biasanya, kalau ramai, pengunjung diberi batas waktu 10 menit untuk berfoto,” katanya.

Lepas pandang, ada banyak obyek yang bisa dinikmati. Salah satunya bayangan laut. “Itu pantai selatan,” tuturnya.“Bukan cuma wujudnya yang indah. Ada fenomena alam dengan sentuhan metafisika yang membuatnya lebih istimewa”. Tak banyak bicara lagi, pria berkepala dua yang lama tinggal di Bantul itu lantas membawa saya menuju lanskap yang dimaksud.

Pantai Parangkusumo. Di situlah, teman saya kembali memarkirkan kendaraannya. Ia mengajak saya menuju padang luas dengan gundukan-gundukan pasir asimetris. Kabarnya, bentang alam yang terbentuk karena erupsi Gunung Merapi, dengan endapan yang dibawa oleh sungai-sungai yang bermuara di pantai selatan, ini menjadi satu-satunya yang terdapat di Asia Tenggara. 

Pemandangan menarik lainnya, lokasi tersebut ternyata dijadikan tempat berkumpul anak-anak muda untuk melakoni aktivitas sandboarding. Lama saya mengamati mereka yang asyik meluncur dengan papan seluncur di atas pasir. Ada yang sudah mahir, ada pula yang baru pertama kali menjajal. Yang masih “awam” tentu dengan susah payah menyeimbangkan diri supaya tak terpelanting jatuh. 

“Aw!” Seorang perempuan berusia belasan terperosok. Tubuhnya menggelinjang di pasir, panas terpapar matahari yang membuntang tepat di atas kepala. Rambutnya yang digulung model donat seketika terurai, dipenuhi debu. Wajahnya abu-abu seperti mandi pasir. Bukan menolong, kawan-kawannya malah menertawakan. “Hiyung, loro.Ojo digeguyu!”(Aduh, sakit. Jangan ditertawakan!) Ia  protes. Kelakar remaja-remaja lokal itu riuh menyita perhatian para turis. Satu-dua pelancong sampai tertarik bergabung.

Teman tadi menyuruh saya menjajal atraksi tersebut, namun saya enggan. Daripada jatuh dan jadi bahan guyonan, saya memilih diajak ke tempat lain. Lagian, sebentar lagi, matahari bakal temayun. Kata orang, tak jauh dari Parangkusumo, pelancong bisa melihat surya tenggelam paling dramatis di Bantul, tepatnya di Parangtritis.

Puluhan menit menyusur pantai, langit sudah kemerahan. Kami pun tiba di ikon pesisir yang lekat dengan legenda Ratu Kidul itu. Suara tapal kuda mematuk-matuk pasir berduet dengan debur ombak menjadi bebunyian yang laras. 

Ibu-ibu penjaja peyek jingking dan penyedia tikar, dengan wajah penuh guratan, bersiap-siap pulang. “Matur suwun,” kata mereka saat menerima bayaran sambil merunduk lugu. Pemandangan ini mengingatkan saya pada sebuah tragedi dalam film Siti, gubahan Eddie Cahyono, yang mengulas ketidaksetaraan gender dan keterbatasan ekspresi perempuan Jawa. 

Para penjaga pantai dengan sopan mengingatkan pengunjung untuk menepi. Diawali dengan ujaran “nuwunsewu”, ajakan untuk mulai menjauhi air laut ditangkap dengan suka cita.

Lewat entitas Parangtritis, Bantul terekam menjadi sebuah daerah yang rendah hati, meski memiliki berlaksa kekayaan alam. Sejuta manusia dengan kesahajaannya seakan dihadirkan di tanah yang kata orang merupakan citraan “kaki langit” itu. Matahari pelan-pelan merunduk. Langit Jawa mulai gelap dan yang tersisa hanya dialog alam.

“Dan laut tak lagi pasang. Gelombang diam menyimpan suara. Awan bertiup bertingkat-tingkat. Surya ke barat, udara ke utara. Nada terakhir bawa kita pulang…”

F. Rosanna