Wingko Babat, Panganan Oleh-oleh Sejak 1898

Wingko babat, oleh-oleh khas Semarang.

Wingko babat menjadi salah satu keunikan masa lalu ketika orang bepergian antarkota dengan menumpang kereta api. Biasanya, jika melewati wilayah Jawa Tengah, khususnya ketika lewat jalur utara Jawa, di stasiun-stasiun pemberhentian di dekat kota Semarang penumpang akan mendapat tawaran pedagang asongan. “Wingko, wingko … babat, yang babat.”

Wingko Babat

Pada masa lalu, ada dua kerancuan akibat situasi tersebut. Pertama, ada yang mengira itu adalah sejenis panganan yang berbahan jerohan sapi. Dan, ke dua, wingko babat seakan menjadi oleh-oleh khas Semarang, ibukota Jawa Tengah. Ia seakan seperti lunpia.

Yang pertama sudah pasti salah, sebab makanan ini tak ada kaitannya dengan jerohan sapi sama sekali. Ia bahkan sejenis makanan yang berasa manis. Yang ke dua, sejatinya wingko babat juga bukan berasal dari Semarang.

wingko babat oleh-oleh khas Semarang ternyata dari Lamongan
Wingko babat, oleh-oleh khas dari Semarang. Foto: Milik oleholehsemarang.id

.Sebenarnya oleh-oleh makanan ini malah berasal dari luar Jawa Tengah. Ia berasal dari Lamongan, Jawa Timur. Nama Babat diambil dari Kecamatan Babat yang terdapat di Kabupaten Lamongan.

Wingko babat sudah mulai diproduksi jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Panganan ini pertama kali dibuat pada 1898 oleh Loe Soe Siang, warga Tionghoa yang menetap di Kecapatan Babat. Ia memulai mencari nafkah dengan membuat jajanan wingko yang terbuat dari kelapa dengan proses yang sangat tradisional.

Wingko, yang kemudian dikenal dengan sebutan wingko babat, sendiri terbuat dari bahan dasar kelapa, beras ketan dan gula. Komponen bahan tersebut yang membuat cita rasa manis dan gurih yang khas.

Makanan ini sebenarnya merupakan kudapan khas masyarakat Babat, Lamongan. Warga Babat biasanya menyebut kudapan berbahan baku utama tepung ketan dan kelapa muda itu dengan nama kue wingko.

Tak sekadar panganan, di daerah Babat kue wingko tidak pula digunakan sebagai oleh-oleh. Makanan ini menjadi bagian dari seserahan seorang lelaki kepada perempuan yang akan dinikahinya. Kue wingko merupakan simbol keseriusan lelaki untuk meminang seorang perempuan.

Lalu kenapa wingko babat justru dikenal sebagai oleh-oleh khas Semarang? Ini ada ceritanya. Ada dua versi kisah makanan ini kemudian menempel dengan ibukota Jawa Tengah itu.

Versi pertama, makanan ini selain menjadi penganan tradisi, ia juga mulai dipasarkan ke warga lain daerah. Salah satunya dipasarkan melalui jalur kereta api sepanjang Babat, Bojonegoro, Cepu, hingga Semarang. Sebagai kota terbesar dari rangkaian jalur tersebut, makanan ini menjadi populer di sekitar stasiun Tawang Semarang.

Versi ke dua dari citra wingko sebagai makanan Semarang adalah kisah tentang wingko babat yang pertama kali dibawa ke Semarang oleh seorang perempuan asal Babat bernama Loe Lan Hwa. Menilik Namanya, bisa jadi ia adalah anak turun Loe Soe Siang.

Saat itu, Lan Hwa bersama suaminya, The Ek Tjong (D Mulyono) dan kedua anaknya, mengungsi dari Babat ke Semarang menjelang kemerdekaan Indonesia.

Mereka beserta kedua anaknya yang masih kecil-kecil, The Giok Kwie (6 tahun) dan The Gwat Kwie (4 tahun), mengungsi dari Babad di Lamongan di Jawa Timur ke Semarang sekitar 1944. Di tengah suasana panas Perang Dunia II, dari Babad yang dilanda huru-hara, mereka datang ke Semarang untuk mencari kehidupan yang lebih aman.

Pada tahun-tahun itu, Indonesia ada di bawah cengkeraman Jepang. Mereka mengungsi untuk mencari kehidupan yang lebih aman. Dampak kekalahan Jepang di Perang Dunia II rupanya juga ikut dirasakan warga Babat. Waktu itu, banyak terjadi kerusuhan di daerah-daerah.

Sekitar 1946 Loe Lan Hwa dan suaminya mulai memasarkan wingko di Semarang dengan nama atau merek Millens. Pada saat makanan ini mulai dijajakan keluarga itu, belum ada orang atau warga Semarang yang mengenal panganan ini.

Kue wingko tersebut dijajakan dari rumah ke rumah, di samping dititip-jual di sebuah kios sederhana yang menjual makanan di stasiun kereta api Tawang Semarang. Setiap kereta berhenti, petugas kios menjajakan kue wingko beserta makanan lainnya kepada penumpang di dalam kereta api.

Juga kepada para calon penumpang yang akan berangkat ke luar kota dengan label “oleh-oleh” dari Semarang. Dibandingkan dengan lunpia, wingko umumnya memang lebih awet rasa dan kesegarannya. Jadi seakan cocok sebagai buah tangan.

Kue wingko buatan Loe Lan Hwa ini banyak disenangi orang Semarang. Banyak di antara mereka yang menanyakan nama kue tersebut kepada Loe Lan Hwa. Untuk memenuhi keingintahuan pembelinya dan sekaligus sebagai kenang-kenangan terhadap kota Babat tempat dia dibesarkan, Loe Lan Hwa menyebut kue buatannya itu sebagai wingko babat.

Saat ini, wingko babat sudah beredar lebih luas. Tak hanya ada di stasiun dan toko oleh-oleh di Semarang. Bahkan toko-toko oleh-oleh di Yogyakarta atau Solo menjualnya.

Di Semarang, makanan ini banyak dijual oleh masyarakat umum di toko oleh-oleh. Merek dan produsennya pun sudah bukan dari keluargaLoe Lan Hwa, tapi sudah puluhan merek.

Wingko Babat kini sudah diproduksi oleh berbagai produsen dan dibuat dengan pelbagai rasa.
Wingko Babat kini memiliki anega rasa. Foto: Dok. Tokopedia

Beragam merek wingko yang populer antara lain : Wingko Babad Cap Kereta Api, Wingko Babat NN Meniko, Wingko Babat Dyriana, dan Wingko Babat cap Tiga Kelapa Muda.

Sudah pernah mencicipi wingko babat? Atau sudah pernah membawa wingko untuk oleh-oleh?Jika belum, cobalah agendakan sekali-kali.

agendaIndonesia

*****

Jalan Daendels 1000 Kilo Penyambung Jawa

Tugu Nol Kilometer di Anyer 4

Jalan raya Daendels adalah jalan penyambung pulau Jawa. Gubernur Jendral Belanda itu dikenal kejam, namun ia meninggalkan selarik jalan yang masih dipergunakan saat ini.

Jalan Daendels

Jalan Daendels adalah jalan penyambung pulau Jawa. Gubernur Jendral Belanda itu dikenal kejam, namun ia meninggalkan selarik jalan yang masih dipergunakan saat ini.

Awal abad kesembilan belas, armada laut Inggris terus merangsek ke Batavia, atau namanya sekarang Jakarta . Pulau Onrust dihujani bom besi. Sekoci-sekoci dilepas dari kapal perang, mengejar dan membakar kapal Belanda yang melarikan diri. Menghadapi ancaman ini, Raja Belanda Louis Napoleon, adik Napoleon Bonaparte, mengirim “orang kuat” untuk mempertahankan Jawa. Dialah Marsekal Herman Willem Daendels.

Kekuatan Daendels, jika tidak mau dibilang keganasan, benar-benar terbukti. Untuk mengamankan Jawa, Gubernur Jenderal ke-36 ini menginstruksikan pembangunan jalan strategis militer dari Anyer sampai Panarukan. Hanya dalam setahun, 1808–1809, sekitar 1.000 kilometer jalan selesai dibangun.

 

 

Rute ini disebut Jalan Raya Pos (De Grote Postweg), sebelum dikenal sebagai jalan Daendels, karena Daendels mendirikan 50 pos antara Batavia (Jakarta) dan Surabaya untuk mempercepat komunikasi dengan aparatnya. Perhubungan antarpos masih menggunakan kuda sebagai pengangkutnya. Maka dari itu, pada setiap pos sudah tersedia kuda baru untuk menggantikan kuda yang sudah kelelahan berjalan dari pos sebelumnya. Dengan begitu, stamina dan kesehatan kuda akan selalu terjaga.

Etape pertama pembangunan dimulai dari tempat istana sang gubernur jenderal berada, yakni Buitenzorg (Bogor) menuju Karangsambung di Karesidenan Cirebon. Jalan sejauh 250 kilometer ini terdiri atas ruas Cisarua-Cianjur-Rajamandala-Bandung-Parakanmuncang-Sumedang-Karangsambung.

Baru dimulai, rentetan masalah sudah menghadang. Berbeda dengan daerah lain di Pulau Jawa, wilayah Jawa Barat didominasi perbukitan berbatu cadas dan gunung-gunung tinggi. Apalagi kala itu sebagian besar masih berupa hutan belantara. Karenanya, para pekerja harus bersusah payah membuka hutan terlebih dulu dengan menebang pepohonan besar.

Ruas Megamendung hingga Cadas Pangeran merupakan medan yang paling berat. Konturnya sangat terjal dan berbatu-batu. Saat itu penggunaan dinamit untuk membuka jalan belum lazim. Akibatnya, tangan-tangan letih pribumi jugalah yang harus memapras punggung gunung hanya dengan linggis, kampak, atau pacul. Alhasil, banyak pekerja meninggal akibat tertimpa bebatuan besar atau tertimbun tanah longsor saat musim hujan.

Melihat hal ini, Bupati Sumedang Kusumadinata IX, yang kelak diberi gelar Pangeran Kornel, berang. Ia meminta proyek membobol bukit berbatu cadas itu dibatalkan. Sebagai gantinya, rute jalan dipindahkan ke bibir tebing agar lebih mudah digarap.

Namun sebanyak apa pun korban berjatuhan, Daendels tak ambil pusing. Ia bahkan menyuruh 38 bupati se-Jawa untuk melanjutkan pembangunan sampai ke ujung timur, yaitu Panarukan. Mau tak mau, mereka menurut saja. Pasalnya, sejak awal pemerintahannya, Daendels telah menerapkan sentralisasi kekuasaan. Ia tak sudi hormat kepada raja-raja, apalagi bupati dan residen.

Tak seperti para pendahulunya, Gubernur Jenderal Daendels memiliki wewenang untuk mengatur birokrasi sampai level paling bawah. Dengan cara ini, ia bisa memecat siapa pun yang dianggap membangkang dan melakukan apa saja untuk membuat pemerintahan berjalan efektif. Semua yang menentang perintahnya, orang Belanda sekalipun, akan ditembak mati.

Sebagai pengagum Napoleon, ini tentu bertentangan dengan nilai mulia Revolusi Prancis, yakni Liberte, Egalite, Fraternite (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan). Sepanjang 1.000 kilometer jalan yang ia bangun, hanya ada penindasan, kesenjangan, dan permusuhan. Jalan Pos dibangun di atas nyawa belasan ribu pribumi yang mati akibat kecelakaan, kelaparan, dan malaria.Tak heran jika kemudian orang menjulukinya Tuan Besar Guntur, atas kekejamannya yang begitu menggetarkan semua orang.

Namun kediktatorannya juga yang menjatuhkan kariernya. Rakyat yang marah kemudian melakukan protes dan perlawanan. Di Banten dan Cirebon terjadi pemberontakan, sementara di Yogyakarta, Daendels berkonflik dengan Sultan Hamengkubuwana II. Bahkan orang Belanda sendiri tak jenak dengan kebijakan Daendels. Masalah-masalah ini akhirnya sampai juga ke telinga Louis Napoleon, sehingga pada 1811 ia dipanggil pulang dan diganti oleh Jan Willem Janssens.

Meski dibangun dengan mengorbankan jiwa anak-anak negeri, tak bisa dipungkiri jalan Daendels ini memang memberikan sejumlah keuntungan. Daerah Priangan yang telah lama dikenai koffie-stelselalias tanam paksa kopi, biasanya hanya menghasilkan 120 ribu pikul per tahun. Dengan adanya jalan ini, tentu produksinya meningkat. Daendels sendiri menargetkan 300 ribu pikul. Kopi yang dulunya menumpuk di gudang-gudang Sumedang, Cisarua, Limbangan, dan Sukabumi, kini bisa diangkut ke Pelabuhan Cirebon dan Indramayu.

Selain itu, kehadiran jalan baru yang cukup mulus pada masanya juga memicu tumbuhnya kota-kota baru. Para ahli tata kota mengungkapkan bahwa Weleri, Plered, Pacet, Sidoarjo, Bangil, Gempol, dan Kraksaan tadinya hanyalah pasar kecil yang bertransformasi menjadi kota karena lokasinya berada di persilangan Jalan Pos. Bahkan ibukota Kabupaten Bandung, yang awalnya bertempat di Dayeuhkolot, dipindahkan ke Kota Bandung sekarang.

 

Tugu 1000 Kilometer Panarukan

 

Pun sepeninggal Daendels, Jalan Pos masih tetap bermanfaat, baik sebagai pendukung aktivitas ekonomi, sosial, maupun pariwisata. Ruas di sepanjang Pantai Utara Jawa misalnya, tak pernah sepi dari truk-truk besar yang mengangkut logistiknya ke kota lain.

Atas kekejamannya, orang-orang memelesetkan gelar Maarschalk atau Marsekal di depan nama Daendels menjadi Mas Galak. Hanya tiga tahun ia memerintah, tetapi warisannya begitu melimpah. Di satu sisi ada tangis dan darah, di sisi lainnya terhampar modernisasi administrasi dan prasarana. Seperti halnya lalu-lalang kendaraan yang tak henti-henti di Jalan Raya Pos, demikian pula seharusnya ingatan akan kepingan riwayatnya.

Oleh-Oleh Bakpia Kurnia Sari Yogyakarta

Toko Nusa Indah juga mnyediakan Bakpia Kurnia Sari dari Yogakarta

Oleh-oleh Bakpia Kurnia Sari adalah toko yang menjajakan bakpia khas Yogyakarta. Berbeda dengan banyak pendahulunya di kota pelajar ini, toko bakpia tidak menggunakan angka sebagai merek dagangannya.

Oleh-oleh Bakpia Kurnia Sari

Oleh-oleh Bakpia Kurnia Sari adalah toko yang menjajakan bakpia khas Yogyakarta. Ada  berbagai pilihan rasa seperti keju, kacang hijau, susu, coklat, kumbu hitam, tiramisu, kopi, ubi ungu, durian susu dan green tea. Bakpia Kurnia Sari  Yogyakarta pun kini memiliki  beberapa cabang seperti di kawasan Gelagahsari, Kaliurang, Godean, Pogung dan lain lainnya.

Bakpia Kurnia Sari bermula pada tahun 1996, ketika bisnis bakpia mulai populer dan menjadi penganan oleh-oleh yang paling diburu para wisatawan dan pelancong ke kota Yogyakarta. Awalnya bakpia yang dijual hanya 5 buah dalam sebungkus kemasan dan dititipkan pada sejumlah toko oleh-oleh Yogyakarta dan pasar serta dijajakan lewat metode door to door. Lama kelamaan produk ini semakin laku dan populer sejak tahun 2000-an dan akhirnya menjadi salah satu merek bakpia terpopuler di Yogyakarta.

Salah satu alasan mengapa Bakpia Kurnia Sari menjadi salah satu bakpia terpopuler adalah bentuknya yang lebih besar dari bakpia kebanyakan. Ini yang kemudian menjadi keunikan dan ciri khas bakpia ini.

Selain itu teksturnya yang lebih lembut dan tipis memberikan kenikmatan yang berbeda dari bakpia lain, yang biasanya cenderung lebih renyah dan berkulit tebal. Dan dengan metode khusus yang mereka aplikasikan pada proses pembuatannya membuat bakpia ini awet hingga 10 hari di luar kulkas dan sekitar 2-3 minggu jika dimasukkan ke dalam kulkas.

Harga Bakpia Kurnia Sari berkisar dari Rp 52 ribu hingga Rp  65 ribu dengan isi bakpia 15 buah per kemasan. Selain jenis-jenis rasa yang disebut di awal, tersedia juga varian mix 3 rasa seperti rasa keju, coklat dan kacang hijau. Keju dan kacang hijau sendiri biasanya merupakan varian yang paling laku dan dicari oleh konsumen. Lain daripada bakpia, toko ini sekarang juga menjual produk lain seperti ampyang, gula jawa dan produk-produk UKM lainnya.

Toko-toko mereka biasa buka dari jam 9 pagi hingga jam 8.30 malam, dengan toko pusat/pabrik di Gelagahsari tutup lebih awal di jam 5.30 sore. Karena ramainya konsumen, demi mencegah kehabisan direkomendasikan untuk memesan terlebih dulu.

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi (0274) 625279 atau via email: support@kurniasari.co.id

 

Cabang-cabang:

– Jl. Gelagahsari no. 91C (toko pusat), telp. (0274) 380502

– Jl. Gelagahsari no. 112, telp. (0274) 375030

– Ruko Permai, Pogung Lor no. 6-7, Jl. Ring Road Utara, telp. (0274) 625279

– Jl. Godean no. 23 Km. 5, telp. (0274) 5014587

– Jl.Kaliurang Km. 14,5, telp. (0274) 2861433

– Jl.Kusumanegara no. 5, telp. (0274) 2924224

Wayang Golek Jawa Barat, Bukan Boneka Biasa

original SB2012120317

Wayang golek Jawa Barat, bukan boneka biasa. Rasanya bagi yang menggemari kebudayaan tanah Pasundan tahu betul keistimewaan atraksi ini.

Wayang Golek Jawa Barat

Kala menyaksikan wayang golek, penonton akan disuguhi beragam aksi seni pertunjukan yang komplet, dari teater, lagu, orkestra, hingga sastra.

Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam ketika para pesinden melantunkan tembang berbahasa Sunda. Itulah tanda dimulainya pertunjukan wayang golek. Para penonton pun bersiap menyaksikan pagelaran teater boneka khas Jawa Barat yang umumnya berlangsung hingga pukul tiga atau empat dini hari.

Wayang golek memang lekat dengan kehidupan masyarakat Sunda. Penyebarannya terjadi pada masa ekspansi Kerajaan Mataram ke Jawa Barat. Dari yang tadinya menggunakan bahasa Jawa berganti menjadi bahasa Sunda. Bentuk, variasi lakon, dan nama-nama tokohnya juga menyesuaikan dengan tradisi setempat.

Bermula dari sarana penyebaran agama Islam dalam rupa kesenian, fungsi wayang golek meluas ke dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Salah satu fungsinya pada tradisi kuno adalah ngaruatatau meruwat. Artinya, membersihkan orang tertentu dari kemungkinan malapetaka. Kegiatan lain yang membutuhkan kehadiran wayang golek ialah syukuran, dari sunatan sampai perkawinan.

Sebagai sarana hiburan rakyat yang bersifat kedaerahan, wayang golek tak boleh dipandang sebelah mata. Pasalnya untuk mewujudkan pertunjukan yang sukses, dalang harus menguasai garapatau keterampilan teknis pementasan yang tidak mudah. Unsur-unsur penentunya antara lain lakon, sabet, kakawen,dan antawacana.

Lakonadalah tema atau peristiwa yang menentukan jalannya cerita. Untuk itu seorang dalang harus menguasai pengetahuan sastra, dari klasik hingga modern. Seperti semua jenis wayang, kisah yang populer adalah Ramayana dan Mahabarata dengan berbagai pilihan lakon, seperti Kumbakarna Gugur atau Kresna Duta.

Selain itu, wayang golek juga kerap mengangkat lakon dari carangan, yaitu cerita yang dibuat sendiri oleh dalang berdasarkan kehidupan sehari-sehari atau cerita rakyat Jawa Barat. Apa pun sumber ceritanya, wayang golek konsisten menyampaikan pesan moral dan kritik sosial. Tentunya dibalut dengan selentingan humor agar penonton bisa terus terhibur.

Sabet adalah segala macam ekspresi dalang yang tertuang melalui gerakan wayang. Salah satu jenisnya adalah cepenganalias teknik memegang wayang. Genggaman tangan saat adegan menari, berjalan, dan perang tentu berbeda-beda.

Jenis sabet lainnya ialah tancepanalias teknik menancapkan wayang ke gedebok pisang. Seorang dalang tidak boleh asal menancapkan wayang. Posisinya disesuaikan dengan kedudukan tokoh. Seorang raja akan ditancapkan di sebelah kanan agak ke atas, sedangkan patih berada di kiri agak ke bawah.Selain menunjukkan kedudukan, tancepanberguna menggambarkan keadaan batin si tokoh.

Kakawenatau suluk merupakan teknik vokal ketika bernyanyi. Di dalamnya ada timbre atauwarna suara, senggol atauornamentasi melodis, rumpaka atau syair, dan gending atau pilihan lagu yang mengiringi. Oleh karena itu, seorang dalang harus memiliki kemampuan olah vokal yang baik agar bisa membangun atmosfer pertunjukan.

Antawacanajuga mengarah pada teknik vokal, tetapi saat terjadi dialog. Dalam satu lakon, biasanya muncul banyak tokoh. Sang dalang harus pintar-pintar mengubah-ubah intonasi dan warna suaranya agar satu tokoh dengan yang lainnya terdengar berbeda. Tentu tak cuma sekadar berbeda, tetapi juga harus konsisten.

Karena cukup rumitnya keterampilan yang perlu dikuasai, dalang tidak bisa bekerja sendiri. Di sampingnya, ada pengrawit (pemain musik), pesinden, dan wirasuara (penyanyi pria) yang turut memberi ‘nyawa’ pada boneka-boneka kayu tersebut. Bertolak dari aneka unsur tersebut, jelas bahwa wayang golek merupakan seni pertunjukan yang kompleks dan menjadi warisan budaya yang amat berharga.

Tokoh Populer

  • Anoman: Kera berbulu putih ini merupakan putra Batara Guru dari Dewi Anjani. Ajiannya antara lain Pancasona, yaitu tahan terhadap bacokan dan Sirna Bobot atau kemampuan meringankan tubuh.
  • Arjuna: Ia adalah putra Pandu ketiga dari ibu Dewi Kunti. Sosoknya halus, tampan, pandai, dan pemberani sehingga disukai wanita. Ia memiliki pusaka keris Pancaroba, Ali-ali Ampal, dan panah Pasopati.
  • Bambang Sumantri: Dia mempunyai adik yang buruk rupa bernama Sukrasana. Suatu hari ia tak sengaja membunuh adiknya sendiri dengan senjata pemusnahnya, Cakrabaskara.
  • Cepot: Astrajingga alias Cepot adalah anak pertama dari pasangan Semar Badranaya dan Sutiragen. Wataknya humoris, emosional, tak membedakan siapa pun, baik ksatria, raja maupun dewa. Lewat banyolan, dia memberikan petuah dan kritik sosial.
  • Dawala:Ia adalah adik dari Cepot. Dawala senantiasa menemani kakaknya pergi, sembari menenangkan kakaknya yang terlalu cepat marah.

 

 

*****

Pesta Sakura, 1 Pesta Hari Raya di Liwa

Pesta Sakura sebagai tradisi Idul Fitri di Liwa, Lampung

Pesta Sakura, ini tak ada kaitannya dengan musim bunga di Jepang. Juga tidak terlait dengan bunga khas matahari terbit itu. Ini adalah tradisi perayaan di saat Idul Fitri yang dilakukan masyarakat di Kabupaten Lampung Barat, Lampung.

Pesta Sakura

Kabut masih menggulung di depan kamar hotel yang terletak di salah satu jalan utama di Kabupaten Lampung Barat, Lampung. Memang masih pukul 06.00 lewat beberapa menit, tapi suara anak-anak begitu nyaring terdengar. Saya membuka gorden sedikit dan terlihat sekelompok anak sekolah dasar dan menengah. Beberapa tampak tengah membalut dirinya dengan kain panjang bercorak batik. Baik bagian wajah maupun badan. Pesta sakura atau sering disebut sekura segera dimulai.

Pesta Sakura adalah tradisi merayakan Idul Fitri atau Syawalan di Lampung Barat.
Pesta topeng Sakura menjadi tradisi di Liwa, Lampung Barat. Foto: Dok. shutterstock

Memang bukan Hari Raya Idul Fitri seperti lazimnya acara sakura digelar yang umumnya pada 2-10 Syawal. Namun, seperti diungkapkan Bupati Liwa Drs Muchlis Basri dalam pembukaan perayaan ulang tahun kabupaten ini, sakura kini tak hanya setahun sekali, tapi juga diadakan saat perayaan ulang tahun Liwa. Meski hanya melalui parade di pusat kota dan lebih ingin menikmati kesukariaan itu, saya pun bergegas keluar. Sinar mentari perlahan muncul dan hawa mulai menghangat.

Dikelilingi pegunungan dan tak hanya dikenal sebagai penghasil kopi dan sayuran, Liwa juga lekat oleh tradisi seni topeng sakura. Seni ini melekat di beberapa kecamatan, seperti di Belalau, Batu Brak, Liwa, dan Sukau.

“Datang pas Lebaran, sekuraan (perayaan sakura atau pesta sakura) di kampung-kampungnya ramai sekali,” ucap Udin, warga yang saya temui di Batu Brak. Sembari menunjuk gang kecil di antara rumah panggung, ia menyebutkan, “Orang-orang keluar dari gang kemudian keliling pekon (desa).”

Biasanya dimulai pada pagi hari. Satu kelompok akan bergabung dengan kelompok lain hingga keriuhan pun tak terhindarkan. Banyak juga yang menonton. Udin menjelaskan, orang yang bersakura itu tak hanya berjalan, tapi juga berjingkrak-jingkrak dan menari-nari. “Lucu-lucu kadang-kadang,” ucapnya sembari tersenyum.

Sakura juga disebut topeng kayu, tapi kini penutup wajah dibuat lebih bermacam-macam. Selain kayu, ada kain, kertas, dan dedaunan. Tanpa harus ditata sehingga tercipta bentuk indah. Justru dibuat tak beraturan agar terkesan aneh atau lucu, sehingga bisa menghibur. Walhasil, selendang, sarung, daun pisang kering, daun pohon sagu, dan rok perempuan pun bisa dilekatkan pada tubuh orang yang bersakura itu.

Yang ambil bagian bisa anak-anak dan orang tua. Yang pasti ialah kaum Adam. Tak mengherankan di Museum Nasional Lampung bisa ditemukan sakura anak, topeng yang berbentuk kecil dengan wajah seperti menangis, dan sakura tuha yang menunjukkan ekspresi orang sepuh.

Keragaman itu membuat sakura terbagi atas dua jenis. Pagi itu saya menemukan anak-anak sekolah berbalut kain bersih. Inilah yang disebut dengan sakura helau atau betik yang berarti bersih—sakura dengan kain bersih dan rapi.

Selain itu, ada sakura kamak yang dikenal sebagai sakura kotor. Biasanya menggunakan pakaian dan topeng dari tanaman. Pakaian yang dikenakan bak orang bekerja di ladang atau sawah. Hiasannya yang ditempel pun memberi kesan kotor. Sering juga lebih menonjolkan kelucuan, seperti pria dengan gaya ibu hamil.

Salah satu ciri lain dari sakura adalah tingkah polahnya selama berjalan keliling kampung. Orang yang bersakura berniat menarik perhatian orang dan menghibur. Mereka menari-nari, bertingkah lucu, dan kerap juga bergaya seperti binatang. Tak mengherankan ditemukan topeng kayu dengan bentuk hewan beruk yang merupakan peninggalan masa lalu dan kini tersimpan di Museum Negeri Lampung.

Pesta sakura biasanya diakhiri oleh panjat pinang. Nah, sakura kamak-lah yang akan ambil bagian dalam atraksi ini. Sebaliknya, sakura betik hanya menjadi penonton atau penggembira. Yang bersekura betik pada masa lalu adalah pria yang belum menikah atau mekhanai. Sedangkan sekura kamak bisa pria lajang ataupun sudah beristri (khagah).

Pesta Sakura dilaksanakan setiap tanggal 2 hingga 10 Syawal.
Pesta Sakura biasa dilaksanakan antara tanggal 2 hingga 10 Syawal. Foto: Dok. shutterstock

Dalam sebuah pawai karnaval, saya juga menemukan sakura cakak buah. Ditampilkan oleh sebuah sekolah dasar, rupanya sakura yang satu ini merupakan bagian dari sakura kamak. Mereka membawa beberapa buah-buahan seperti yang biasa dibuat untuk panjat pinang. Ada pula kelompok orang bersakura dengan gaya yang superlucu seperti dandanan ala perempuan yang membuat saya tersenyum sendiri. Kreasi orang bersakura memang bermacam-macam. Dan, yang paling penting bisa memancing perhatian orang.

Kata sakura sendiri berasal dari kata sakukha yang berarti penutup muka atau penutup wajah. Tujuan pesta sekura selain menghibur ialah bersilaturahmi dan berakhir pada panjat pinang yang sifatnya bergotong royong atau beguai jejama. Akhir dari pesta siang itu, orang-orang yang bersakura langsung berkumpul di lapangan. Di sana sudah berdiri beberapa pohon pinang dengan hadiah bergelantungan di atas. Keriuhan kembali meruap.

Keahlian memanjat dan kerja sama yang baik membuat benda-benda di atas pohon pun beralih tangan dengan cepat. Wajah-wajah penuh senyum pun bubar. Pesta usai. l

Dua Versi

Masyarakat Liwa meyakini sakura merupakan seni paling tua peninggalan leluhurnya, yakni buay tumi. Pada saat itu, suku tersebut menganut animisme dan sakura pun merupakan salah satu bentuk pemujaan terhadap penguasa alam dan roh-roh nenek moyang yang cenderung berwajah jelek serta berbusana dari dedaunan atau seadanya.

Jejak dari suku pertama di wilayah Lampung Barat ini adalah Ratu Sekarmong yang memimpin masyarakat buay tumi pada akhir pengaruh Hindu. Pada masa itu, sakura digelar saat panen ataupun bulan purnama, meski tak seorang pun bisa memastikan awal kemunculan tradisi sakura ini.

Namun, selama ini, sakura terkait dengan perayaan Idul Fitri atau datangnya bulan Syawal, sehingga ada peneliti yang memperkirakan sakura di daerah ini muncul pada zaman Islam. Islam menyebar di pesisir Barat Lampung ini sekitar abad ke-13 hingga sakuraan pun diperkirakan dimulai pada masa itu. Sakuraan menjadi ungkapan untuk rasa syukur ketika bulan Syawal datang dan sukacita menyambut hari suci dan besar.

Sementara itu, peneliti yang berbeda memperkirakan sakura dimunculkan pada Hari Idul Fitri setelah masyarakat Liwa menganut Islam, yang sempat terhenti sebelumnya. Seperti diungkapkan salah tokoh masyarakat setempat Habbibur Rahman Lekat Haiman Sukri seperti dikutip dari Penelitian Sejarah Sekala Bekhak Lampung Barat yang dikeluarkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Liwa.

Ia menyatakan sakura pernah tidak memunculkan karena tidak sesuai dengan ajaran Islam. Namun akhirnya dihadirkan kembali saat Idul Fitri karena dinilai tepat sebagai acara silaturahmi atau ngejalang sesama warga. l

agendaIndonesia/TL/Rita N.

*****

Museum Kereta Ambarawa, Perjalanan 148 Tahun

Museum Kereta Ambarawa pada 2021 berusia 178 tahun

Museum Kereta Ambarawa di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, rasanya sudah banyak yang tahu. Begitupun, jika ditanya pernahkan mampir mengunjunginya? Rata-rata orang menggelengkan kepala.

Museum Kereta Ambarawa

Itu bisa dipahami, karena museum kereta api yang tahun ini berusia 148 tahun tersebut, terletak di kota kecamatan kecil dan tidak berada di jalur utama jalan raya yang menghubungkan Semarang dengan Magelang.

Terlebih saat sekarang, di mana sudah ada fasilitas jalan tol dari ibukota Jawa Tengah itu ke Solo dan Jawa Timur. Mereka yang biasanya menuju ke Yogyakarta melalui jalur Magelang kini banyak yang beralih melalui Boyolali dan Kartasura. Ambarawa rasanya semakin terasa jauh. Entah nanti pada 2024-2025 saat sudah ada jalur tol Semarang-Yogyakarta.

Awalnya, museum ini adalah stasiun kereta api biasa yang melayani rute-tute pendek di Jawa Tengah. Belakangan stasiun ini dialihfungsikan. Sejak pertengahan 2013, stasiun yang berlokasi di pusat Kota Ambarawa atau sekitar 15 kilometer dari Ungaran, Kabupaten Semarang, dan 35 kilometer dari Kota Semarang ini tidak lagi terbuka untuk umum. Ia dijadikan museum perkeretaapian pertama di Indonesia.

Sebelum ditutup, museum ini melayani perjalanan wisata menggunakan kereta atau lori dengan trayek Ambarawa-Bedono. Waktu tempuh menuju Stasiun Bedono sekitar 1 jam untuk 35 kilometer dengan sajian panorama lembah hijau antara Gunung Ungaran dan Merbabu di sepanjang lintasan.

Ada juga rute Ambarawa-Tuntang dengan jarak ke Stasiun Tuntang relatif dekat, hanya 7 kilometer. Di sepanjang lintasan akan ada suguhan lanskap sawah dan ladang berlatar Gunung Ungaran, Gunung Merbabu, serta Rawa Pening. Untuk menikmati kedua perjalanan singkat tersebut, masing-masing penumpang dikenai biaya Rp 50 ribu (kereta wisata) dan Rp 10 ribu untuk lori atau kereta bak.

Museum Kereta Ambarawa dikembangkan dari Stasiun Willem I yang sudah tidak beroperasi lagi.
Bangunan sisa peninggalan dari Stasiun Willem I di Ambarawa, Jawa Tengah. Foto: dok. shutterstock

Awalnya, lokasi yang ditempati dan menjadi Museum Kereta Api ini stasiun tua yang dialihfungsikan. Dibangun di masa pemerintahan kolonial Belanda pada 21 Mei 1873 atas perintah Raja Willem I, stasiun tua yang kini berusia 148 tahun itu tampak tetap begitu terjaga kecantikannya.

Pada 1970, setelah sebuah gempa besar, stasiun ini ditutup dan mengakibatkan putusnya lalu lintas kereta antara Magelang, Semarang, dan Yogyakarta. Kereta-kereta api juga tidak bisa bergerak ke arah Magelang pada 1972 karena terjadinya banjir lahar akibat erupsi Gunung Merapi.

Penutupan jalur kereta api rute Yogyakarta-Magelang-Secang pada 1975 membawa dampak pada jalur ini. Sejak itu, PT Kereta Api Indonesia, atau saat itu masih bernama Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) menutup jalur kereta api ini.

Selain soal rute, pada 1970-an lokomotif-lokomotif uap yang beroperasi di kawasan ini mulai berguguran karena faktor usia. Banyak yang dirucat, dipindahtangankan, atau bahkan dijadikan barang rongsokan. Karena prihatin dengan hal itu, maka pada 8 April 1976, Gubernur Jawa Tengah saat itu, Soeparjo Rustam, beserta Kepala PJKA Eksploitasi Tengah, Soeharso, memutuskan untuk membuka sebuah museum kereta api yang direncanakan akan mengoleksi barang-barang antik era lokomotif uap. Sejak itu fungsi Stasiun Willem I berubah menjadi museum.

Koleksi yang dimiliki oleh Museum Kereta Api Ambarawa tak kalah menarik. Di halaman menuju bangunan utama stasiun, tampak beberapa lokomotif uap yang sudah tidak beroperasi, seperti B2510 (produksi Hartmann tahun 1911, awalnya bertugas di Stasiun Cirebon untuk perjalanan menuju Tegal, Purwokerto, dan Kudus), BB1012 (produksi Hartmann, 1906, awalnya bertugas di daerah Banjar untuk perjalanan ke sekitar Cijulang dan Rangkasbitung), dan B2014 (produksi Bayer Peacock, 1905).

Museum Kereta Ambarawa memiliki sejumlah koleksi lokomotif uap kuno.
Lokomotif Uap kuno sebagai salah satu koleksi Museum Kereta Api Ambarawa. Foto: Dok. shutterstock

Di sisi kanan bangunan Stasiun Willem I ini berderet pula beberapa lokomotif tua lain. Di sisi kiri, tampak bergandengan gerbong kereta kayu bernomor GW152002 dengan gerbong bernomor GW152013 dan gerbong terbuka di atas rel.

Jika berjalan berbalik arah melintasi lingkaran besar turntable (perangkat untuk memutar arah jalan lokomotif), pengunjung akan melihat pula garasi terbuka yang dipenuhi beberapa lokomotif dan gerbong kereta api tua. Sebut saja Boni (lokomotif uap bernomor B2502) dan Bobo (lokomotif uap bernomor B2503). Keduanya diproduksi oleh Esslingen—perusahaan teknik Jerman yang khusus memproduksi lokomotif, trem, kereta api, dan peralatan atau perangkat pendukung jasa kereta api—pada 1902.

Dengan sejumlah pengembangan yang kekinian, rasanya museum ini akan menarik minat banyak warga masyarakat untuk mengunjungi. Jika nanti jalan tol Semarang-Yogyakarta sudah beroperasi, Museum Kereta Api Ambarawa bisa jadi alternatif untuk ngaso buat mereka yang melakukan perjalanan dari Jakarta atau kota lainnya.

Museum Kereta Api Ambarawa; Jalan Stasiun Nomor 1, Ambarawa, Kabupaten Semarang

TL/agendaIndonesia

*****

4 Tempat Kongkow Keren di Bandung

Pillow Talk Coffee and Comfy2

4 tempat kongkow keren di Bandung ini bisa jadi alternatif menghabiskan malam-malam saat berada di kota kembang. Terutama bagi mereka yang berjiwa muda.

4 Tempat Kongkow Keren

Bumi Priangan makin berwarna dengan kehadiran kafe-kafe modern. Nongkrong barang sebentar di sana akan membuat pikiran kembali segar. Bila butuh rehat sejenak, beberapa tempat di bawah ini, rasanya bakal cocok. 

 

1. Pillow Talk Coffee and Comfy

Di tengah hiruk-pikuk Kota Kembang Bandung, Pillow Talk, sebuah kafe berkonsep klasik dengan dominasi interior putih, menjadi tempat yang tepat untuk menepi. Kafe yang konon milik pengusaha Rina Herkiamto bersama kawan bisnisnya, yang juga aktor, Rizki The Titans, ini menawarkan suasana yang adem. 

Seperti namanya, Pillow, yang artinya bantal, tempat ngopi di bilangan Coblong ini nyaman disinggahi untuk sekadar nongkrong. Si empunya kafe mengajak pengunjung menyesap kopi seperti di rumah sendiri. 

Hampir seluruh bagian ruangan didesain artistik. Ada kursi-kursi kayu yang berhadapan dengan sang barista. Hampir semua tempat terkoneksi sehingga suasana hangat bakal menyergap saat tamu ramai berdatangan. 

Bagian luar kafe ini tediri atas taman dengan rumput hijau dan lampu-lampu tumblr. Saat malam menjelang, lampu-lampu itu akan berpendar. Suasana tak pelak bakal dramatis. Karena konsepnya seperti garden party, tak jarang kafe tersebut menjadi spot untuk momen spesial, seperti pernikahan, lamaran, tunangan, atau ulang tahun. 

Soal menu, di sini tersedia beragam jenis sajian. Mulai penganan ringan hingga berat. Ada makanan ala western seperti pasta dan toast bread. Tapi juga tersedia menu Nusantara, layaknya soto, sop buntut, sop iga, dan lain-lain. Harga tiap-tiap menu dibanderol mulai Rp 25 ribu. 

Alamat: Jalan Haji Hasan no 12, (Taman Panatayuda, Dipatiukur), Lebakgede, Coblong, Kota Bandung

Buka: 09.00 – 23.00 (weekend), 09.00 – 22.00 (weekdays) 

Web: instagram.com/pillowtalkcafe/?hl=id

 

2. Please Please Please Bandung 

Terdengar unik dan cukup mudah untuk diucapkan: please please please. Rasanya seperti orang minta tolong. Namun barangkali tak bakal diartikan secara harfiah. Kafe ini belakangan kesohor lataran memiliki ikon berupa logo unicorn atau kuda poni di salah satu sisinya. Ikon itu menyala dengan lampu berwarna neon. 

Kafe yang berlokasi di Jalan Progo nomor 37, Citarum, Bandung, tersebut mulai hits sejak tahun lalu. Pengunjung menjadikannya tempat nongkrong baru di Kota Kembang. Bagian-bagian ruangan dalam kafe itu mengangkat konsep kafe ala Mexico era 1950-an yang membuat interior terasa berkelas ketika dipandang. 

Biasanya, anak muda yang suka konsep gemerlap dan glamor akan menyukai tempat semacam Please, Please, Please. Kafe ini menarik dipotret dari sisi mana pun karena menyajikan latar yang classy dan fabolous.

Untuk dapat nongkrong di sini, pengunjung kudu mengeluarkan bujet minimal Rp 25 ribu untuk minum, belum termasuk pajak. Adapun menu yang bisa disantap di antaranya terdiri atas menu Nusantara. Menu-menu itu ialah nasi ayam kremes, soto ayam, nasi jeruk, nasi begana, nasi ayam penyet, dan lain-lain. Harga masing-masing menu dibanderol mulai Rp 30 ribu. 

Alamat: Jalan Progo Nomor37, Citarum, Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40115

Jam buka: 10.00-23.00 (weekdays), 10.00-00.00 (weekend)

Telepon: (022) 20512715

Google Maps: https://goo.gl/GPQ4Xi 

Please Please Please Bandung3
Salah satu sajian di Please Please Please Bandung (ist.)

 

3. Pinisi Resto Ciwidey

Berbentuk kapal pinisi, restoran ini benar-benar menyita perhatian. Keberadaannya eksis di tepi Danau Situ Patenggang, Ciwidey, Kabupaten Bandung. Restoran Pinisi bukan sekadar tempat makan, namun kini telah menjadi alternatif wisata bagi turis. Musababnya, selain menghadap ke danau, restoran itu berada di tengah hamparan kebun teh. 

Berhektare-hektare pohon teh menjadi sajian menarik bila wisatawan makan di restoran. Tak khayal, restorn ini menjadi lokasi baru untuk pre-wedding dan perayaan momen-momen khusus. 

Di sekitar restoran terdapat tempat menginap dengan konsep glamping. Glamping dikenal sebagai hotel bergaya kemping, namun memiliki fasilitas yang lengkap. Tempat itu cocok untuk menepi, mencari ketenangan diri dengan bersatu dengan alam. Namun dengan cara yang tak repot. 

Alamat: Patengan, Rancabali, Bandung, Jawa Barat 40973

Jam buka: 24 jam

Web: pinisicamprancabali.com

Telepon: (022) 85924493

 

Pinisi Resto Ciwidey
Phinisi Resto di Ciwidey (Ist.)

4. One Eighty Coffee

Pernah menyaksikan orang-orang menongkrong di kafe sambil berendam di kolam renang? Di sinilah tempatnya, yakni one eighty coffee. Kafe di kawasan Coblong, Kota Bandung, ini lain dari kafe pada umumnya. Kafe tersebut berada di tengah-tengah kolam renang. Pengunjung akan rela basah-basahan saat menyantap makan atau minum di One Eighty Coffee. Namun justru di sinilah sensasinya. Maka itu, tak heran bila kafe tersebut belakangan hits di kalangan anak muda. Mereka bukan hanya ingin menikmati mengudap sajian yang nikmat sambil bersantai, tapi juga kepingin berfoto. Tak cuma menyajikan kafe dengan nuansa air, tempat itu menawarkan konsep lokas nongkrong yang asri. Pasalnya, hampir semua meja dan kursi terbikin dari kayu. Juga terdapat tanaman-tanaman hijau yang tumbuh di sekitarnya. Suasana alami pun makin kentara dan terasa. 

Alamat: Jalan Ganeca Nomor3, Lb. Siliwangi, Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat 40132

Jam buka: 08.00-23.00 (weekdays), 08.00-00.00 (weekend)

Telepon: 0822 1800 0155

Google Maps: https://goo.gl/aCUWKZ 

 

One Eighty Coffee
Suasana One Night Coffee (Ist.)

 

Pulau Cinta di Gorontalo yang Asyik

Pulau Cinta di Gorontalo

Pulau Cinta di Gorontalo semakin populer sebagai alternatif tempat liburan. Bukan sekadar dikunjungi, tapi pilihan menginap yang asyik. Kota yang bisa dicapai dalam enam jam berkendara dari Manadovia Jalan Trans Sulawesi ini, tengah menjadi incaran para pencandu perjalanan.

Pulau Cinta di Gorontalo

Pulau Cinta di Gorontalo semakin populer sebagai alternatif tempat liburan. Bukan sekadar dikunjungi, tapi pilihan menginap yang asyik. Kota yang bisa dicapai dalam enam jam berkendara dari Manadovia Jalan Trans Sulawesi ini, tengah menjadi incaran para pencandu perjalanan. Gorontalo yang menjadi provinsi ke-32 setelah berpisah dengan Sulawesi Utara pada 2000, ternyata menyimpan destinasi yang tak kalah menggoda. Destinasi yang tengah melambung dari daerah penghasil jagung ini adalah Pulau Cinta.

Sesuai dengan namanya, pulau ini memiliki simbol cinta. Simbol tersebut terbentuk dari 15 cottage yangmengelilingi pulau dan pada lekukannya menunjukkan tanda cinta. Berlibur di sini, pelancong bisa benar-benar menikmati suasana laut sepenuhnya karena lokasi pulau tersebut yang berada di tengah laut. Dikelilingi perairan, antar-cottage di resor yang berada di Patoameme, Butomoito, Kabupaten Boalemo, ini dihubungkan dengan jalan setapak dari kayu yang berada di atas air.

Kebanyakan orangmembayangkankeberadaan Pulau Cinta serupa dengan resor yang berada di Maladewa, yang memang dikenal sebagai tujuan liburan wisatawan dunia.Keberadaan Pulau Cinta bukan satu-satunya pesona, bila ingin yang serupaada jugaPulau Saronde di Gorontalo Utara. Pulau satu ini juga sudah menjadi incaran para turis yang datang.

Obyek wisata di provinsi ini tersebar di setiap kabupaten. Bila kebetulan sampaike Kabupaten Bone Bolango,ada juga pilihan lain, yakni Pantai Botutonuo.Di pantai itulah, turis bisa menikmati keindahan matahari tenggelam. Untuk bisa sampai ke pantai yang tak jauh dari pusat kota Gorontalo itu, hanya dibutuhkan waktu 30 menit dengan mengendarai kendaraan roda empat. Tak jauh dari Botutonuo, ada juga pantai lain, yakni Olele yang bisa ditempuh dalam satu jam, serta Bolihutuo yang harus ditempuh sekitartiga setengah jam.

Jika ingin berputar-putar di kota, turis juga bisa menemukan peninggalan sejarah yang dikenal dengan namaBenteng Otanaha. Berada di atas bukit di Kelurahan Dember 1, Kecamatan Kota Barat, Gorontalo, ini bisa dicapai dalam 20 menit dari pusat kota. Bangunan yang didirikan pada 1522 ini, terdiri dari tiga bagian yang masing-masing membentuk lingkaran dengan diameter berbeda. Kini, Benteng Otanaha hanya menyisakan bagian dinding-dindingnya saja.

Dari puncak bukit ini juga bisa terlihat pemandangan kota Gorontalo yang berada di bawahnya. Tentu pagi atau sore hari menjadi waktu yang cocok untuk menuju bukit ini, ketika matahari tak terlalu terik. Tak jauh dari benteng, bisa ditemukan juga Danau Limboto yang memiliki kedalaman lima sampai delapanmeter. Di sana pelancong bisa sekadar menjadikan Danau tersebut sebagai obyek kamera, menjajal memancing, atau berperahu.Untuk mengangkat destinasi yang satu ini digelar juga Festival Danau Limboto.

Di tepi danau juga bisa dijumpai Museum Pendaratan Soekarno, yang didirikan untuk mengenang kedatangan presiden pertama Republik Indonesia tersebut dengan pesawat amfibi dan mendarat di Danau Limboto pada 1950 dan 1956. Jangan lupa, tentunya pelancong harus menikmati sajian khas, semisal binte biluhuta yang berbahan jagung, ikan, serta sayuran. Sedap!

 

FLIGHT

 Garuda Indonesia. Penerbangan dari Bandar Udara (Bandara) Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng, Tangerang, menuju Bandara Jalaluddin, Gorontalo, dilayani maskapai nasional ini dalam satu kali setiap harinya, yakni pukul 07.15. Penerbangan yang tidak langsung atau transit satu kali di Makassar ini,berlangsung 4 jam 45 menit. Sedangkan untuk rute sebaliknya dijadwalkan pukul 13.50 dengan tempat transit yang sama yakni Makassar.

 

Batik Air. Perusahaan dari Lion Group ini menjadi pilihan untuk penumpang yang ingin melakukan penerbangan langsung atau tanpa transit. Jadwal dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta menuju Bandara Jalaluddin pada pukul 02.10 setiap harinya dan frekuensi hanya satu kali dalam sehari untuk penerbangan langsung ini. Dengan waktu penerbangan selama tiga jam, pesawat akan mendarat pada pukul 01.30 di pulau Sulawesi. Untuk penerbangan dari Gorontalo yang juga berlangsung selama tiga jam, dijadwalkan pada pukul 06.55 dan tiba di Cengkareng, Tangerang, pada pukul 08.55.

 

Citilink. Maskapai dengan logo berwarna hijau ini pun hanya menawarkan penerbangan dengan transit terlebih dulu di Makassar selama 2 jam 25 menit. Keberangkatan setiap harinya dijadwalkan pada pukul 04.30dan pesawat akan mendarat di Gorontalo pada pukul 07.55.Untuk penerbangan kembali ke Tangerang, dijadwalkan pada pukul11.00 setiap harinya.

Tur Dua Hari Ke Cirebon (Bagian 2)

Kerajjnan Cirebon ternyata banyak macamnya, ada yang dari kaca.

Tur dua hari ke Cirebon mungkin banyak yang belum meliriknya. Padahal, lokasinya tak jauh dari Jakarta atau Bandung. Dengan dua jam perjalanan, wisatawan bisa mengunjungi kota Cirebon dan menikmati kekayaan budaya masa lalu. 

Tur Dua Hari ke Cirebon

Selama ini kota Cirebon hanya dikenal sebagai tempat persinggahan ketika orang melakukan perjalanan panjang dari Jawa Tengah atau Jawa Timur menuju Jawa Barat atau Jakarta, juga sebaliknya. Padahal, kota ini memiliki potensi wisata yang tak kalah dengan daerah lain di Pulau Jawa. Maka itu, ada baiknya bila sampai di kota ini, pelancong memperpanjang waktu singgah dan menyempatkan barang dua hari untuk bereksplorasi.

Hari 2

Keraton Kasepuhan

Kira-kira 3 kilometer dari Balai Kota Cirebon, dengan waktu tempuh 12 menit berkendara, keraton yang berlokasi di Jalan Kasepuhan, Lemahwungkuk, ini berdiri. Keraton Kasepuhan menjadi favorit wisatawan kalau mereka bertandang ke kotanya para wali tersebut. Sebab, kawasannya tampak rapi, tertata, bersih, dan terawat. Wisatawan yang datang akan diantar oleh guide yang telah ditunjuk oleh pihak keraton. Mereka lantas akan diajak berputar ke beberapa area.

Kira-kira ada dua kompleks yang membagi keraton, yakni kompleks bangunan bersejarah bernama Dalem Agung Pakungwati yang didirikan pada 1430 oleh Pangeran Cakrabuana dan kompleks Pakungwati yang didirikan oleh Pangeran Mas Zainul Arifin pada 1529. Bangunan di dua kompleks itu masih asli, dengan ciri khas rumah adat Jawa Barat. Keraton juga dibentengi oleh bata-bata merah yang dibentuk menyerupai candi.

Di depan keraton terdapat alun-alun, yang dulu dinamakan Sangkala Buana. Alun-alun ini pada masa lampau menjadi arena latihan prajurit. Selain itu, alun-alun dimanfaatkan sebagai tempat untuk menggelar pentas seni yang bisa dinikmati semua masyarakat. Di samping lapangan, berdiri sebuah masjid yang dibangun para wali.

 

Museum Pusaka

Berlokasi di Kompleks Keraton Kasepuhan, museum ini menampilkan benda-benda pusaka, seperti keris, juga barang-barang peninggalan Padjajaran akhir, Sunan Gunung Jati, Panembahan (panca sunan), sampai benda-benda yang dikeramatkan pada masa kesultanan Sultan Sepuh I hingga Sultan Sepuh XIV. Di dalam museum ini, dipajang juga kereta kencana peninggalan keraton dan lukisan Prabu Siliwangi dengan mata yang tampak bisa bergerak, mengikuti orang yang memandangnya. Dulunya, benda-benda pusaka tersebut disimpan dalam Keraton Kasepuhan. Namun, mulai awal September 2017, keberadaannya dipindah ke museum, yang baru saja dibangun. Untuk masuk ke museum, pengunjung perlu membayar tiket masuk Rp 25 ribu.

 

Taman Sari Gua Sunyaragi

Lima kilometer dari Balai Kota Cirebon, terdapat sebuah taman seluas 15 hektare yang menjadi lokasi favorit wisatawan untuk berfoto. Di dalamnya bercokol beberapa gua yang terbikin dari karang padas, dinamai Gua Sunyaragi, yang sudah ada sejak 1703. Menurut sejarah, Sunyaragi didirikan oleh Pangeran Kararangen, cicit Sunan Gunung Jati.

Gua tersebut dibentengi oleh pagar-pagar candi, seperti layaknya yang terdapat di Bali. Di depannya kini dibangun sebuah panggung pertunjukan yang menghadap langsung ke gua. Panggung ini dimanfaatkan warga sekitar untuk menampilkan seni daerah, seperti tari topeng, di malam-malam libur. Tiket masuk Gua Sunyaragi dibanderol Rp 10 ribu.

 

Sunyaragi Cirebon
Sunyaragi, Cirebon (Rosana)

Masjid Merah

Menjelang sore, saatnya kembali ke kota. Namun, jangan lupa mampir ke Masjid Panjunan, atau yang populer disebut Masjid Merah. Masjid ini berlokasi di Desa Panjunan, Lemahwungkuk. Arsitektur tempat beribadah umat muslim ini cukup unik, memadukan budaya Arab, Tionghoa, dan Nusantara. Seluruh bangunannya terbuat dari bata merah. Di dinding-dindingnya tertempel piring-piring peninggalan orang Arab dan Cina.

Kabarnya, masjid itu didirikan pada 1480 oleh Syarif Abdurrahman atau Pangeran Panjunan. Dia merupakan keturunan Arab yang memimpin imigran dari Baghdad. Ia lantas menjadi murid Sunan Gunung Jati. Dulu, pada masa kolonial Belanda, masjid ini digunakan para wali untuk mengadakan pertemuan tertutup. Karena itu, ada sebuah ruang khusus yang tak tampak dari depan masjid.

Selain unik lantaran bentuk bangunannya yang mengangkat akulturasi, kebiasaan yang berlaku di masjid ini juga tak bisa. Di sini, tak pernah diadakan salat Jumat.

 

Toko Oleh-oleh Yetti

Sebelum pulang ke kota asal, ada baiknya membawa buah tangan untuk kerabat di rumah. Ada banyak toko yang menjajakan oleh-oleh di Cirebon. Namun, salah satu rekomendasi yang murah, juga lengkap, ada di deretan kios di Pasar Kanoman. Salah satunya toko oleh-oleh Yetti. Ia sudah 20 tahun berjualan di sana. Sebab itu, segala penganan yang menjadi favorit pelancong pun dihapalnya.

Menurut perempuan 40 tahun tersebut, buah tangan yang paling laris adalah emping, kue gapit, teh upet, rengginang, sirup Tjampolay, tape ketan daun jambu, kerupuk melarat, dan terasi. Harga yang dijual di sini umumnya lebih rendah dibandingkan dengan di toko oleh-oleh yang terdapat di sekitar kota.

 

 

TRANSPORTASI

  • Dari Jakarta menuju Cirebon tersedia beberapa kereta api dari Stasiun Gambir, yakni Argo Muria, Argo Dwipangga, Taksaka, Argo Bromo Anggrek, Tegal Bahari, Cirebon Ekspres, Bangunkarta, Argo Sindoro, Bima, Argo Jati, Gajayana, Sembrani, Purwojaya.

 

Tur Dua Hari di Cirebon (Bagian 1)

Nasi lengko haji Barno merupakan salah satu 'landmark' kota Cirebon.

Tur dua hari di Cirebon mungkin bisa menjadi alternatif liburan ketika waktu untuk perjalanannya terbatas. Salah satu kota di Provinsi Jawa Barat ini memiliki banyak peninggalan sejarah yang sayang untuk dilewatkan.

Tur Dua Hari di Cirebon

Cirebon selama ini hanya dikenal sebagai tempat persinggahan ketika orang melakukan perjalanan panjang dari Jawa Tengah atau Jawa Timur menuju Jawa Barat atau Jakarta, juga sebaliknya. Padahal, kota ini memiliki potensi wisata yang tak kalah dengan daerah lain di Pulau Jawa. Maka itu, ada baiknya bila sampai di kota ini, pelancong memperpanjang waktu singgah dan menyempatkan barang dua hari untuk bereksplorasi. Berikut itinerary yang bisa dipilih jika ingin melakukan tur ke Cirebon.

 

Hari 1

Pasar Kanoman

Setelah menyantap bubur, jalan-jalan di pasar sembari mengamati kehidupan masyarakat Cirebon menjadi ide terbaik untuk membuka waktu pelancongan di kota tua ini. Bila berjalan ke arah pelabuhan, kira-kira 10 menit berkendara dari Balai Kota Cirebon, wisatawan bisa menemui sebuah pasar yang memiliki nilai historis tinggi, yakni Pasar Kanoman. Pasar yang sudah ada sejak 1800-an ini berdiri gagah di depan Keraton Kanoman. Dulu, pada masa kolonial, pasar sengaja dibangun Belanda untuk menggembosi kekuatan keraton dan memagari warga supaya sulit mengakses pusat kesultanan. Maka itu, bangunan pasar didesain memiliki dinding-dinding yang tinggi, menyerupai kawasan Pojok Benteng di Yogyakarta.

Dari dulu sampai sekarang, segala aktivitas jual-beli di Cirebon berpusat di sini. Penjaja menjual beragam jenis barang. Ada sembako, makanan dan minuman khas Cirebon yang sudah siap santap, produk kerajinan, dan berbagai kebutuhan rumah tangga. Pertama kali masuk ke pasar itu, kita akan mendengar orang-orang berbicara bahasa Sunda bercampur Jawa dengan logat ngapak, yang terdengar sebagai sebuah kekayaan lingustik. Dari situ, wisatawan bisa memotret keaslian masyarakat setempat.

 Keraton Kanoman

Tak sampai 50 kali melangkah dari beranda belakang Pasar Kanoman, pelancong bisa menemukan sebuah keraton tua yang dari gerbang muka tampak sedikit tak terawat. Keraton ini sudah berdiri sejak 1678, dibangun oleh Pangeran Mohamad Badridin atau Pangeran Kertawijaya, yang bergelar Sultan Anom I. Keraton Kanoman bisa diakses oleh siapa pun, bahkan warga biasa yang tak memiliki hubungan kekerabatan dengan sultan. Mereka bisa masuk dan melihat rumah sultan, mengunjungi tempat-tempat ritual yang biasa dipakai untuk upacara, sampai berkomunikasi dengan kerabat sultan, penghuni keraton tersebut.

Keraton Kanoman yang berdiri di lahan seluas 6 hektare ini terdiri atas tiga bagian. Bagian depan ialah tempat yang biasa dipakai untuk pentas. Di sana terdapat bangsal yang dimanfaatkan untuk tempat menyimpan gamelan dan alat-alat pentas milik kesultanan. Bangsal tersebut dikepung oleh pagar bumi dengan ornamen piring-piring peninggalan bangsawan Cina yang ditempel di dinding-dindingnya. Sementara bagian tengah, terdapat bangunan bernama Jinem. Bangunan ini seperti joglo yang dipakai untuk penobatan sultan.

Sedangkan di bagian belakang, terdapat rumah sultan dan bangunan keputran, yakni tempat tinggal para putra-putri kerajaan, yang bentuk aslinya masih sangat dipertahankan. Ada pula Witana, yakni tempat untuk permandian kerabat kerajaan—karenanya di sana terdapat sumur tua yang dijaga—juga tempat untuk mengadakan ritual khusus.

 

Sultan Kanoman Cirebon 1
Bangsal Dalem Keraton Kasultanan Kanoman Cirebon (Rosana)

 

Pantai Kejawanan

Memang tak banyak pantai yang dapat dibanggakan di Cirebon, meski kota ini merupakan daerah pesisir. Rata-rata pantai di sana berpasir hitam dengan air laut yang sudah tercemar oleh limbah-limbah kapal. Namun, meski begitu, tak berarti pantai di Cirebon tak layak dikunjungi. Pantai Kejawanan, misalnya. Pantai ini menjadi spot terbaik untuk menikmati matahari terbenam. Ada sebuah dermaga menjorok ke laut yang mengantarkan pengunjung lebih dekat dengan garis pantai. Di sampingnya, berlabuh kapal-kapal pengangkut logistik, juga batu bara.

Kala matahari melungsur, kapal-kapal itu berubah warna menjadi merah-hitam, terkena pantulan lembayung. Kadang-kadang, bulatan surya mengintip di cerobong asap kapal, atau di sela dek, menghasilkan sebuah lanskap yang eksotis. Kalau ingin melihat matahari tenggelam bulat-bulat, tersedia kapal-kapal nelayan yang siap mengangkut wisatawan menuju tengah laut. Biayanya berkisar kurang lebih Rp 50 ribu per orang.

 

Alun-alun Kejaksaan

Menjelang malam, alun-alun yang bersebelahan dengan Masjid Raya At-Taqwa ini kian ramai disambangi muda-mudi, juga keluarga. Tempat tersebut seolah menjadi magnet kehidupan malam di Kota Cirebon. Lampu-lampu taman yang berkedip warna-warni menimbulkan suasana meriah. Di bawah lampu-lampu itu, duduk bergerombol teruna-teruni yang asyik mengobrol. Juga keluarga muda yang tengah mengajak anak-anaknya bermain.

Di lapangan yang luas, menghadap ke arah masjid, terdapat sejumlah permainan bocah, misalnya odong-odong, mobil-mobilan, arena memancing buatan. Di sekelilingnya digelar beragam tenda kuliner. Para penjaja menyediakan bermacam-macam jenis penganan. Yang paling top dan jadi incaran pelancong kalau datang ke Cirebon adalah es durian. Durian yang dipakai beberapa pedagang didatangkan langsung dari Bengkulu atau Medan. Tak heran kalau rasanya membikin ketagihan.

 

Rosana

 

…bersambung Hari ke 2